Kiandra menatap pucat pada hasil akhir yang didapatkannya. Garis dua pada alat tes kehamilan yang baru saja digunakannya. Wanita itu terlihat bingung, tapi kemudian Dia teringat akan hubungannya dengan Alsen.
"Sial. Kenapa malah seperti ini. Bodoh, bagaimana bisa Aku seceroboh ini!" rutuknya pada dirinya sendiri. Harusnya Dia ingat soal hubungannya dengan sang suami, dan tidak memberikan bukti konyol yang justru akan membuat Alsen semakin salah paham padanya.
Brughh-brugh!
Gedoran di pintu membuat Kiandra tak bisa diam saja. Dia harus keluar dan menjelaskan semuanya. Jikalaupun dirinya hamil sekarang, maka itu adalah anak suaminya Alsen. Anak mereka sendiri bukan anak hasil perselingkuhan.
"Lama sekali!" geram Alsen sambil menatap tajam.
"Mas, Ak-Aku bisa menjelaskan semuanya, tapi ini benar-benar tak seperti yang Kamu pikirkan!" ujar Kiandra memberikan keterangan. Dia menyembunyikan hasil tes kehamilan dibalik tubuhnya.
Alsen menjadi geram dan semakin salah paham. Kemudian dengan tak sabaran menarik tangan Kiandra dan merampas sesuatu yang disembunyikan dibalik punggungnya.
"Mas--"
"Cih, Aku sudah menduga hal ini. Kau benar-benar hamil anak laki-laki itu!!" geram Alsen menatap tajam, membanting alat tesnya setelah melihat hasilnya. Kemudian mendorong Kiandra ke tembok lalu mengurungnya menggunakan tubuhnya.
"Mau beralasan apalagi Jala*ng?!" geram Alsen sambil kemudian mencengkram kasar rahang Kiandra.
Wanita itu segera menggelengkan kepala, dahinya mengerut serta kedua matanya berbinar sedih. "Mas, ini anak Kamu. Kamu ingat Kita melakukannya? Bayi ini anak Kita," jelas Kiandra berharap Alsen percaya.
Namun Alsen yang diselimuti amarah, sedang tidak stabil dan tak bisa berpikir dengan benar. Dalam kepalanya terlalu banyak amarah, dan kebencian, sampai tak bisa mengerti kalau yang Kiandra katakan mungkin kebenarannya.
"Mengelak terus!" bentaknya Kasar. "Baru beberapa saat Kau mengatakan tidak hamil, lalu saat hasilnya terbukti Kau benar-benar hamil, sekarang Kau mau bilang kalau ini anakku? Ch, terlalu naif, Kau pikir Aku begitu bodoh sampai sangat mudah untuk Kau tipu?!"
"Aku mengatakan hal sebenarnya, Aku tidak berbohong bisakah Kamu percaya. Mas, Aku sungguh tidak mau pernikahan Kita berakhir begitu saja!" ungkap Kiandra berusaha untuk terus menjelaskan.
"Cukup omong kosongnya, Aku benar-benar tidak habis pikir dengan perempuan hina sepertimu. Pergi dari sini dan jangan pernah temui Aku!!" bentak Alsen marah.
Dia menarik, lantas mendorong Kiandra sampai hampir terjatuh kalau saja, Kiandra tak sigap menjaga keseimbangannya. Air mata wanita itu pun akhirnya menetes, menatap kecewa Alsen yang tak bisa mempercayainya.
"Mas, Aku mohon percayalah ...."
"Beberapa saat lalu Kau mengatakan hal itu, dan bersikeras membuktikannya dengan tes. Aku menuruti maumu dan lihatlah sekarang, hasilnya Kau benar-benar hamil!"
Kiandra geleng-geleng kepala, Dia akui caranya yang salah, tapi bukan berarti Dia penghianat. Wanita itu sangat yakin itu anak mereka, karena Alsen satu-satunya laki-lakinya.
"Tapi ini anak Kita, Mas! Anak Kamu, bagaimana bisa Kau mengelak dari fakta itu?!" tegas Kiandra bersikeras.
"Keluar!!" bentak Alsen dengan begitu keras. "Keluar sendiri atau Kau mau diseret dari tempat ini?!"
Kiandra menghela nafas, teringat fakta baru tentang kehamilannya. Walaupun tidak tepat, Dia merasa harus menjaganya. Hal itu kemudian membuatnya pasrah. Wanita akhirnya melangkahkan Kakinya pergi walaupun dengan perasaan yang sulit dan penuh dengan kekecewaan.
"Sial. Bagaimana bisa wanita itu mempermainkan Aku?!" Alsen merasa pusing dan kesal.
*****
Di sisi lain, Kiandra yang akan pulang tak sengaja berpapasan dengan Shifa. Perempuan yang yang dikenalnya sebagai sepupu dari suaminya. Dia malas untuk menyapanya, karena teringat bagaimana perempuan dihadapannya adalah orang yang menjengkelkan dan suka mencari ribut dengan orang lain.
"Kakak Ipar," sapa Shifa. Sialnya perempuan itu justru melakukan hal yang tidak Dia inginkan. "Lama tidak bertemu, mau makan siang bersama?"
"Maaf, Aku harus pulang sekarang," jawab Kiandra menolak halus.
Shifa tak langsung menjawab, tapi malah tersenyum saat kemudian Dia menyadari wajah sembab Kiandra. Ada jejak air mata di sana, walaupun sepertinya sudah coba untuk dihapus. Dia senang melihat itu karena mengartikan, Kiandra baru saja bertengkar dengan Alsen.
"Hm, apakah Kakak Ipar bertengkar dengan Kak Alsen?" tanya Shifa lembut, tapi terasa seperti sedang mengejek.
"Rumah tanggaku bukan konsumsi publik, dan ini tidak ada hubungan apapun denganmu," jelas Kiandra mencoba untuk tidak kasar.
"Kakak, tapi Aku--"
"Tolong biarkan Aku pergi sekarang!" tegas Kiandra tak tahan lagi, lalu menepis tangan Shifa yang menahannya.
"Kakak, tapi Aku mencemaskanmu ...."
"Cukup! Aku benar-benar tidak membutuhkan simpatimu dan Kau tidak perlu berpura-pura dihadapanku. Aku benar-benar tahu siapa dirimu!" tukas Kiandra.
"Baguslah, berarti Aku tidak perlu berpura-pura. Aku juga tahu bagaimana hubunganmu dengan kak Alsen, sebaiknya kalian lebih bagus berakhir saja. Lihatlah bagaimana mengenaskannya wajahmu ini," ledek Shifa tak menyembunyikan apapun lagi, Dia sungguh memperlihatkan aura permusuhan dan ketidaksukaannya terhadap Kiandra. "Kalian pasti habis bertengkar dan akhirnya Kak Alsen menyadari ketidakcocokan diantara kalian!"
Kiandra menghela nafas, menatap muak pada sepupu dari suaminya yang sejak lama memuakkan, tapi kini akhirnya memperlihatkan belangnya.
"Entahlah Kami cocok atau tidak, tapi kalaupun tidak Dia juga tidak akan pernah menjadi milikku. Kenyataannya sampai sekarang, walaupun Kami bertengkar Dia masih milikku. Selamanya akan begitu, sadarlah ... buka matamu, sebab tidak ada mimpi indah di siang bolong yang bisa menjadi kenyataan!" terang Kiandra tak mau kalah. Dia juga bukan gadis bodoh yang tak tahu bagaimana perempuan dihadapannya menyimpan rasa pada suaminya, meski mereka adalah sepupu.
"Cih, seharusnya Kau mengatakan itu pada dirimu sendiri. Kamu pikir seorang gembel pantas bersanding dengan pewaris tahta?!" cibir Shifa membuat Kiandra tiba-tiba terkekeh dan menatapnya dengan penuh ejekan.
"Oh, jadi Kamu menyamakan Aku dengan gembel? Ckckck, apakah Kau belum tahu siapa keluargaku? Aku mungkin tidak sekaya suamiku, tapi Aku lebih berada daripada keluargaku. Tahu Davin Geraldo? Dia itu kakak iparku!!" pamer Kiandra dengan sengaja.
Shifa sedikit terkejut, sedikit malu sudah mengatai Kiandra gembel. Dia pikir wanita itu benar-benar dari kalangan bawah, tapi kenyataannya wanita itu hampir selevel dengan sepupunya Alsen. Namun wajar saja Shifa menganggapnya demikian, sosok Kiandra selama ini sangatlah sederhana. Hanya dua perhiasan yang dikenakan olehnya, cincin perkawinan dan juga kalung di lehernya. Pakaian, tas dan bahkan mobil. Selama ini tak pernah gonta-ganti, jadi Shifa simpulkan kalau Kiandra orang miskin, tapi setelah mendengar nama Davin Geraldo semuanya berubah.
"Cih, hanya penyokong saja. Apa gunanya pamer harta keluargamu kalau harta yang bisa Kau hasilkan nol besar," balas Shifa tak mau kalah.
"Katakan itu padamu nona muda, kenyataannya diantara Kita yang tidak punya penghasilan sendiri adalah Kau. Sementara Aku mempunyai kafe dan restoran," jawab Kiandra dengan sengaja supaya Shifa semakin malu dan berhenti menatap rendah dirinya.
"Dasar tukang pamer!" balas Shifa akhirnya kalah, sebab tak ada lagi senjata yang bisa digunakan untuk menjatuhkan Kiandra.
"Dari pada Kau, pelakor ... sudah tahu sepupumu menikah, tapi masih saja kegenitan menggodanya!" balas Kiandra dengan sengit.
Shifa tak tahan lagi, emosinya memuncak dan kehilangan akal sehat. Kemudian karena tak bisa mengontrol diri, Dia mencoba mendorong Kiandra.
Brukk!!
"Arrrggghhh!"
*****
Bersambung
"Kiandra!!" panggil Alsen terlihat lega dan berhambur memeluk istrinya. "Kamu dari mana aja, Ki? Kamu membuatku khawatir, Kamu baik-baik saja ...."Kiandra langsung menganggukkan kepalanya, membiarkan Alsen memeluknya erat meski dia merasa sesak. Namun, Kiandra akui ini salahnya karena pergi tanpa memberitahu dan melewatkan panggilan telepon dari suaminya. "Maaf, Aku buru-buru dan lupa mengabari Kamu Mas. Mmm, tapi Aku baik-baik aja, kok," jawab Kiandra meyakinkan. Alsen segera melerai pelukannya, memberi jarak kemudian memperhatikan istrinya dari ujung kaki sampai ujung rambut, dan hal itu membuat Kiandra sedikit jengah. "Beneran, Aku baik-baik aja, Mas. Serius!" ujar Kiandra kembali meyakinkan suaminya. Alsen tidak langsung menjawab, tapi malah membawanya ke sofa. Pikirnya ibu hamil tidak boleh lama-lama berdiri. "Baiklah, Aku percaya Kamu baik-baik saja, tapi lain kali kalau mau pergi jangan seperti ini lagi. Kamu harus memberitahuku. Kemana dan sama siapa saja. Bukan maksud
"Bisakah Kita bertemu?" ujar Vela di telepon. Beberapa waktu kemudiaan dan mereka bertemu, wanita itu langsung berhambur memeluk sahabatnya Kiandra. Wajahnya sayu seperti tengah menyimpan beban berat dan Kiandra segera menyadarinya meski wanita itu belum bicara. "Ssstt ... tidak apa-apa, Vel. Sekarang Aku di sini," ujar Kiandra seraya membalas pelukan sahabatnya itu. "Kamu kenapa?" bukan Kiandra yang bertanya, tapi Vela. Ah, iya. Penampilan Kiandra memang sedikit kacau. Dia baru bangun tidur saat mendapat telepon dari sahabatnya, dan saat menemui Vela sekarang diapun lupa pamit pada suaminya. "Aku kenapa?" Kiandra memperhatikan dirinya sendiri. Menggunakan camera ponsel untuk melihat wajahnya. "Ah, ini semua gara-gara mas Alsen suami Aku. Sudahlah, Kamu abaikan saja. Sekarang Kamu cerita, dan jangan berbohong!"Saat ditelepon, Vela memang sudah menunjukkan gelagat aneh dan menurut Kiandra itu tidak biasa. Dia tahu sahabatnya pasti butuh dirinya untuk masalahnya. "Aku tahu Kamu s
Blam!! Adam melonggarkan ikatan dasinya dan menatap geram pada Syera. "Kau tidak pantas melakukan itu pada Lana dan siapa yang membiarkanmu kemari?!"Adam menatap sekitarnya dan menemukan semua orang termasuk pembantu yang ada di sana, menundukkan kepalanya. Mereka takut dan tak satupun berani menjawab. Namun, disaat yang sama Syera mulai bangkit dan membalas Adam dengan tidak terima. "Kau yang apa-apaan, Mas? Apa yang membuatmu mendorongku, apakah wanita ini?!" sarkas Syera dengan marah. "Dan apa maksudmu berkata istri? Dia cuma pembantu yang beruntung melahirkan anakmu. Sadarlah!!"Plak! "Tutup mulutmu!!" Adam tidak hanya menampar Syera, tapi menegaskan. "Dia memang istriku, dan jika ada yang harus bersyukur di sini, maka itu adalah Kau. Jal*ng bisa menyandang status istriku, tapi jangan senang Syera, karena secepatnya Kita akan bercerai!"Syera yang masih memegang pipinya menatap Adam dengan tak percaya. "Apa maksudmu, Kau akan menceraikan Aku demi wanita ini?!""Ya, dan Aku sud
"Sial. Di mana Melvin sekarang, bagaimana bisa menghilang dengan tiba-tiba?!" kesal Alsen yang masih saja belum bisa menghubungi asistennya itu. Kiandra menghela nafasnya dengan kasar, sembari melepas gandengannya dari suaminya. Wanita itu juga kesal, dan terlihat menghampiri sofa dan duduk di sana. Saat ini keduanya memang sudah sampai di kantor, dan seperti yang Alsen keluhkan Melvin sama sekali tak berada di sana. "Berhenti berkata kasar, Mas. Udahlah hal kecil seperti itu saja dibawa emosi. Dasar tempramen!" cibir Kiandra. Alsen langsung menarik nafasnya kasar. Lalu mengusap wajahnya. "Maaf, Sayang. Aku cuma nggak suka orang yang tidak kompeten dan seenaknya.""Tapi Kamu juga gitu!" sarkas Kiandra mengingatkan. "Emang dasar Kamu doyan marah dan mengumpat. Nggak bisa sabar atau cari tahu. Gimana kalo Melvin sedang dalam masalah, apa Kamu tetap marah?"Alsen menghampiri istrinya dan mendekat. Wanita itu mempengaruhi emosinya dan juga seperti obat untuk meredakan perasaannya yang
"Kamu akan pergi sekarang?" tanya Kiandra sedikit kesal.Padahal sudah menjadi rutinitas bagi Alsen pergi brkerja hampir setiap pagi. Namun, hari ini Kiandra mencegahnya, karena merasa ingin bersama dengan suaminya dan tidak rela berpisah."Ya, Aku memang harus ke kantor hari ini, Sayang. Walaupun beberapa pekerjaan sudah Aku berikan pada Melvin, tapi Aku juga tidak bisa lepas tangan. Ini mata pencarianku, jika ada masalah, bagaimana nanti Aku akan menafkahimu dan juga memberi makan anak Kita?" jelas Alsen sambil mengusap puncak kepala istrinya."Tapi Aku tidak miskin, Mas. Aku juga bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Lagian tidak bekerja hari ini tidak akan membuatmu bangkrut," jawab Kiandra sambil menatap manja pada suamianya.Tidak perlu dijelaskan, Alsen segera mengerti keinginan istrinya dan diapun senang dengan hal itu. Mencium bib*r Kiandra kemudian mengambil ponselnya."Sebentar, biar Aku hubungi Melvin dulu," ujarnya yang langsung diangguki oleh Kiandra.Namun, Alsen seger
Pulang dari rumah Davin-Lia, Kiandra langsung tergolek tidur dan pulas. Membuat Alsen berdecak kesal, karena tampaknya dia masih menginginkan istrinya, namun bagaimana lagi sebagai seorang ayah Alsen tidak bisa menggunakan wewenangnya untuk memaksa. Cup! "Tidur yang nyenyak, Sayang. Kamu pasti lelah ya ... tidak masalah, Aku bisa menunggu, tapi besok tidak lagi!" ujar Alsen yang tidak bisa berbohong, sebab dia sedikit jengkel. Menarik selimut kemudian berbaring di sisi istrinya. Sementara Kiandra ternyata belum pulas, begitu mendengar dengkuran halus suaminya, dia berani membuka mata dan menatap suaminya dengan kesal. "Dasar maniak, tiga kali seminggu paling tidak bisa. Ck, dia pikir enak? Nggak tahu aja, Aku harus pegal linu. Diminta pijat, eh malah keterusan. Nyebelin!!" gerutu Kiandra kesal. Namun, tiba-tiba saja itu berubah saat dia semakin intens menatap suaminya. "Tapi mas Alsen ganteng banget, hmm ... hidungnya mancung kayak perosotan anak TK. Bahu lebar dada bidang. Punya