Alsen sedikit tersadarkan setelah duduk beberapa saat di kursi kebesarannya. Dia pikir mungkin saja anak yang dikandung Kiandra anaknya, sebab teringat akan hubungan mereka yang pernah melakukannya. Dia bangkit dan memutuskan untuk mengejar Kiandra. Berpikir mereka memang harus berbicara lagi.
Namun saat sudah menemukan, Dia malah melihat Shifa di lantai sambil meringis kesakitan. Menghampiri sepupunya kemudian membantunya berdiri."Kak Alsen, kakiku sepertinya keseleo. Kak, sakit!!" ungkap Shifa sambil meringis dan mengaduh kesakitan. Membuat Alsen segera menatap Kiandra dan menuntut meminta penjelasannya."Aku tidak ingin mendorongnya, Mas," jelas Kiandra memberitahu, tapi Alsen tidak puas dengan jawaban itu, dan Shifa tentu saja tidak mau membuang kesempatan yang ada."Iya, Kak Kiandra tidak sengaja, Kak. Kakak ipar hanya terlalu marah dan salah paham karena hari ini Aku ke sini untuk mengajak Kakak makan siang bersama. Dia tidak sadar mendorongku sampai terjatuh. Tolong jangan marah kepadanya, Kakak!" ungkap Shifa dengan liciknya membalikkan keadaan."Minta maaf padanya!" tegas Alsen menuntut Kiandra.Namun Kiandra tidak mau menurut, karena memang Dia tak mendorong Shifa sama sekali. Gadis itu saja yang jatuh sendiri, akibat gagal mendorongnya karena Kiandra sigap menghindar."Tidak mau. Aku tidak melakukan kesalahan apapun!" tegas Kiandra bersikeras."Jangan membuatku marah dan cepatlah lakukan hal itu. Minta maaf!" bentak Alsen meninggikan suaranya.Kiandra menghela nafasnya kasar. Dia tak takut dengan ucapan Alsen dan terus menolaknya dengan menggelengkan kepala. "Hanya orang yang bersalah yang meminta maaf, sedangkan Aku tidak melakukan kesalahan apapun. Perempuan itu jatuh sendiri, dan Aku tidak mendorongnya!""MINTA MAAF!!" amuk Alsen menatap murka.Kiandra mengepalkan tangan, tapi kemudian Dia mendekati Shifa yang berdiri karena sudah dibantu Alsen. Dia terlihat pincang dan masih kesakitan, tapi wajahnya menunjukkan kepuasan karena merasa berhasil mengalahkan Kiandra."Maafkan Aku Shifa," ujar Kiandra sambil menatap jengah."Tidak apa-apa Kakak, Aku tahu Kakak cuma salah paham dan terbawa emosi. Kakak pasti tak sengaja," jawab Shifa kembali memainkan peran lugunya seperti gadis tak berdosa yang polos.Namun tanpa terduga, setelah minta maaf Kiandra malah tiba-tiba tersenyum dan menatapnya aneh. "Siapa bilang Aku tak sengaja, Aku sangat sengaja melakukannya!" tekan Kiandra di tiap kata dalam kalimatnya, seiring dengan hal itu Dia lanjut mendorong Shifa kebelakang dengan sekuat tenaganya.Brugh!"Kiandra!!!" bentak Alsen marah."Kenapa Mas, Aku sudah menurutimu. Meminta maaf karena Aku melakukan kesalahan!" tegas Kiandra yang kemudian berlalu begitu saja dengan tanpa perduli lagi. Sial. Apakah suaminya benar-benar tak menyimpan sedikitpun kepercayaan untuknya.*****Kiandra segera memeriksakan dirinya ke dokter kandungan. Untuk memastikan hasil yang lebih valid dari cuma sekedar hasil tes alat pendeteksi kehamilan yang mungkin saja salah.Namun setelah diperiksa dan mendapatkan hasil pemeriksaan dari dokter, hasilnya ternyata sama saja. "Jadi Aku benar-benar hamil?" tanya Kiandra pada dirinya sendiri.Wanita itu sedang berjalan di lorong rumah sakit, sambil memegang hasil tesnya dengan sedikit meremas. Melihat ke sekitar lalu menyadari bahwa mungkin diantara orang yang ada hanya dirinya yang paling mengenaskan di sana. Pasien rumah sakit bersama keluarganya, dan wanita hamil ditemani oleh suaminya sementara dirinya sendirian tanpa siapapun di sisinya.'Apa Aku terlalu naif mempertahankan rumah tanggaku. Terlalu bodoh sampai mengemis kepercayaan dari pria yang sama sekali tak menginginkanku atau perasaanku yang terlalu gila sampai-sampai tak bisa memperdulikan apapun lagi!' batin Kiandra sedih.Wanita itu merasa letih, dan lumayan lelah memikirkan apa yang sudah terjadi. Berlalu menghampiri kursi tunggu, Dia putuskan untuk mengistirahatkan kakinya sejenak di sana dan duduk. Melanjutkan renungannya dan terus-menerus merenung sedih.Beberapa saat kemudian, Kiandra melihat Alsen bersama Shifa keluar dari ruang dokter umum. Tak menyangka kalau mereka kemudian bertemu di sana juga. Padahal Shifa cuma jatuh, memar dibeberapa bagian tubuhnya dan sepertinya masih sangat baik-baik saja. Namun, Alsen sudah begitu khawatirnya sampai membawa sepupunya itu ke dokter untuk diperiksa dan diobati.Kiandra membuang muka, merasa sesak dan juga tak sanggup melihat keduanya. Tak tanggung, Alsen bahkan menggandeng Gadis itu, seperti seorang suami yang pengertian dan kasih sayang. Kiandra merasa miris dengan nasibnya yang sekarang dan menyalahkan hidup yang tak adil terhadapnya.Kenapa cinta sepihak begitu menyakitkan, disaat Dia berkorban menjadi penghianat bagi Vano mantan pacarnya, demi menyelamatkan malunya Alsen dan keluarganya. Beberapa hari lalu hasil yang didapatkan sungguh luar biasa miris. Dituduh selingkuh, penghianat dan sekarang anak yang dikandungnya tidak diakui oleh suaminya."Kakak Ipar, Kamu di sini juga," ujar Shifa yang lebih dahulu menyadari kehadirannya. Di saat Dia dan Alsen akan melewatinya.Gadis itu sepertinya sengaja, melakukan hal demikian untuk memancing amarah Kiandra dan menunjukkan kalau dirinyalah yang paling berarti bagi Alsen."Apa yang Kau lakukan di sini, apakah Kau sakit?" tanya Alsen mengerutkan dahi, pria itu terlihat sedikit khawatir lalu melepaskan Shifa dan memperhatikan Kiandra dengan serius."Jawab Aku, kenapa diam saja?!" bentak Alsen kesal, karena Kiandra sejak tadi diam saja dan bahkan enggan menatap ke arah mereka.Shifa kesal dan mencoba menarik Alsen menjauh, tapi tangannya malah ditepis. Pria itu tampaknya cukup serius ingin tahu soal istri yang sudah dituduhnya penghianat itu."Kiandra!!" peringat Alsen segera menaikkan nada suaranya. Berhasil membuat Kiandra berdiri, tapi anehnya malah menghampiri Shifa.Melihat itu Alsen segera menarik sepupunya kebelakang untuk melindunginya. Reflek melakukan hal itu, sebab khawatir Kiandra melakukan hal yang sama lagi seperti saat mereka di perusahaan.Perasaan Kiandra kembali merasakan hal yang lebih menyesakkan lagi, seandainya tak ada siapapun di sana mungkin dirinya sudah menangis kencang. Segitu perdulinya suaminya pada Shifa dan terlalu tak mempercayainya. Sungguh miris, tapi begitulah adanya."Maaf atas sikap burukku beberapa saat lalu," ujar Kiandra tak terduga, lalu berbalik tanpa menghiraukan keduanya."Kiandra!" panggil Alsen terkejut dan reflek mengejarnya, namun Kiandra juga sudah memprediksi hal itu, sehingga Dia sedikit berlari untuk menghindar.Meskipun akhirnya hal itupun berakhir sia-sia karena Alsen berhasil menyusulnya, dan menahan pergelangan tangannya. "Kau ini kenapa sih, ditanya malah minta maaf, minta maaf untuk apa ... bukankah Kau tidak melakukan kesalahan. Apakah Kau benar-benar sakit?"Kiandra menggelengkan kepala, lalu berusaha untuk melepaskan pergelangan tangannya dari cengkraman Alsen. "Aku baik-baik saja Mas, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku hanya tersadar mengenai ucapanmu saat di perusahaan dan tadi Aku sudah melakukannya. Meminta maaf pada Shifa. Jadi tolong lepaskan Aku sekarang!"Alsen tidak menurut, tapi malah merangkul pinggangnya posesif. "Kau aneh!"Kiandra kesal, tapi tak memberontak. Sementara itu Shifa sudah berhasil menyusul mereka dan melihat kebersamaan itu. Dia tidak suka dan melakukan sesuatu untuk menarik perhatian Alsen."Arrrggghhh ... Kakak, kakiku sakit!"Alsen pun reflek melepaskan Kiandra lalu menghampiri sepupunya tanpa menoleh sedikitpun pada Kiandra. Sementara Kiandra yang melihat itu, menatap keduanya dengan perasaannya yang kecewa, kemudian secepatnya pergi dari sana karena tak sanggup lagi. Kiandra menuju mobilnya dan masuk ke sana dengan perasaan yang hancur."Apa memang sebaiknya Aku menyerah saja," ringis Kiandra sudah tak bersemangat untuk mempertahankan pernikahannya lagi.*****Bersambung"Kiandra!!" panggil Alsen terlihat lega dan berhambur memeluk istrinya. "Kamu dari mana aja, Ki? Kamu membuatku khawatir, Kamu baik-baik saja ...."Kiandra langsung menganggukkan kepalanya, membiarkan Alsen memeluknya erat meski dia merasa sesak. Namun, Kiandra akui ini salahnya karena pergi tanpa memberitahu dan melewatkan panggilan telepon dari suaminya. "Maaf, Aku buru-buru dan lupa mengabari Kamu Mas. Mmm, tapi Aku baik-baik aja, kok," jawab Kiandra meyakinkan. Alsen segera melerai pelukannya, memberi jarak kemudian memperhatikan istrinya dari ujung kaki sampai ujung rambut, dan hal itu membuat Kiandra sedikit jengah. "Beneran, Aku baik-baik aja, Mas. Serius!" ujar Kiandra kembali meyakinkan suaminya. Alsen tidak langsung menjawab, tapi malah membawanya ke sofa. Pikirnya ibu hamil tidak boleh lama-lama berdiri. "Baiklah, Aku percaya Kamu baik-baik saja, tapi lain kali kalau mau pergi jangan seperti ini lagi. Kamu harus memberitahuku. Kemana dan sama siapa saja. Bukan maksud
"Bisakah Kita bertemu?" ujar Vela di telepon. Beberapa waktu kemudiaan dan mereka bertemu, wanita itu langsung berhambur memeluk sahabatnya Kiandra. Wajahnya sayu seperti tengah menyimpan beban berat dan Kiandra segera menyadarinya meski wanita itu belum bicara. "Ssstt ... tidak apa-apa, Vel. Sekarang Aku di sini," ujar Kiandra seraya membalas pelukan sahabatnya itu. "Kamu kenapa?" bukan Kiandra yang bertanya, tapi Vela. Ah, iya. Penampilan Kiandra memang sedikit kacau. Dia baru bangun tidur saat mendapat telepon dari sahabatnya, dan saat menemui Vela sekarang diapun lupa pamit pada suaminya. "Aku kenapa?" Kiandra memperhatikan dirinya sendiri. Menggunakan camera ponsel untuk melihat wajahnya. "Ah, ini semua gara-gara mas Alsen suami Aku. Sudahlah, Kamu abaikan saja. Sekarang Kamu cerita, dan jangan berbohong!"Saat ditelepon, Vela memang sudah menunjukkan gelagat aneh dan menurut Kiandra itu tidak biasa. Dia tahu sahabatnya pasti butuh dirinya untuk masalahnya. "Aku tahu Kamu s
Blam!! Adam melonggarkan ikatan dasinya dan menatap geram pada Syera. "Kau tidak pantas melakukan itu pada Lana dan siapa yang membiarkanmu kemari?!"Adam menatap sekitarnya dan menemukan semua orang termasuk pembantu yang ada di sana, menundukkan kepalanya. Mereka takut dan tak satupun berani menjawab. Namun, disaat yang sama Syera mulai bangkit dan membalas Adam dengan tidak terima. "Kau yang apa-apaan, Mas? Apa yang membuatmu mendorongku, apakah wanita ini?!" sarkas Syera dengan marah. "Dan apa maksudmu berkata istri? Dia cuma pembantu yang beruntung melahirkan anakmu. Sadarlah!!"Plak! "Tutup mulutmu!!" Adam tidak hanya menampar Syera, tapi menegaskan. "Dia memang istriku, dan jika ada yang harus bersyukur di sini, maka itu adalah Kau. Jal*ng bisa menyandang status istriku, tapi jangan senang Syera, karena secepatnya Kita akan bercerai!"Syera yang masih memegang pipinya menatap Adam dengan tak percaya. "Apa maksudmu, Kau akan menceraikan Aku demi wanita ini?!""Ya, dan Aku sud
"Sial. Di mana Melvin sekarang, bagaimana bisa menghilang dengan tiba-tiba?!" kesal Alsen yang masih saja belum bisa menghubungi asistennya itu. Kiandra menghela nafasnya dengan kasar, sembari melepas gandengannya dari suaminya. Wanita itu juga kesal, dan terlihat menghampiri sofa dan duduk di sana. Saat ini keduanya memang sudah sampai di kantor, dan seperti yang Alsen keluhkan Melvin sama sekali tak berada di sana. "Berhenti berkata kasar, Mas. Udahlah hal kecil seperti itu saja dibawa emosi. Dasar tempramen!" cibir Kiandra. Alsen langsung menarik nafasnya kasar. Lalu mengusap wajahnya. "Maaf, Sayang. Aku cuma nggak suka orang yang tidak kompeten dan seenaknya.""Tapi Kamu juga gitu!" sarkas Kiandra mengingatkan. "Emang dasar Kamu doyan marah dan mengumpat. Nggak bisa sabar atau cari tahu. Gimana kalo Melvin sedang dalam masalah, apa Kamu tetap marah?"Alsen menghampiri istrinya dan mendekat. Wanita itu mempengaruhi emosinya dan juga seperti obat untuk meredakan perasaannya yang
"Kamu akan pergi sekarang?" tanya Kiandra sedikit kesal.Padahal sudah menjadi rutinitas bagi Alsen pergi brkerja hampir setiap pagi. Namun, hari ini Kiandra mencegahnya, karena merasa ingin bersama dengan suaminya dan tidak rela berpisah."Ya, Aku memang harus ke kantor hari ini, Sayang. Walaupun beberapa pekerjaan sudah Aku berikan pada Melvin, tapi Aku juga tidak bisa lepas tangan. Ini mata pencarianku, jika ada masalah, bagaimana nanti Aku akan menafkahimu dan juga memberi makan anak Kita?" jelas Alsen sambil mengusap puncak kepala istrinya."Tapi Aku tidak miskin, Mas. Aku juga bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Lagian tidak bekerja hari ini tidak akan membuatmu bangkrut," jawab Kiandra sambil menatap manja pada suamianya.Tidak perlu dijelaskan, Alsen segera mengerti keinginan istrinya dan diapun senang dengan hal itu. Mencium bib*r Kiandra kemudian mengambil ponselnya."Sebentar, biar Aku hubungi Melvin dulu," ujarnya yang langsung diangguki oleh Kiandra.Namun, Alsen seger
Pulang dari rumah Davin-Lia, Kiandra langsung tergolek tidur dan pulas. Membuat Alsen berdecak kesal, karena tampaknya dia masih menginginkan istrinya, namun bagaimana lagi sebagai seorang ayah Alsen tidak bisa menggunakan wewenangnya untuk memaksa. Cup! "Tidur yang nyenyak, Sayang. Kamu pasti lelah ya ... tidak masalah, Aku bisa menunggu, tapi besok tidak lagi!" ujar Alsen yang tidak bisa berbohong, sebab dia sedikit jengkel. Menarik selimut kemudian berbaring di sisi istrinya. Sementara Kiandra ternyata belum pulas, begitu mendengar dengkuran halus suaminya, dia berani membuka mata dan menatap suaminya dengan kesal. "Dasar maniak, tiga kali seminggu paling tidak bisa. Ck, dia pikir enak? Nggak tahu aja, Aku harus pegal linu. Diminta pijat, eh malah keterusan. Nyebelin!!" gerutu Kiandra kesal. Namun, tiba-tiba saja itu berubah saat dia semakin intens menatap suaminya. "Tapi mas Alsen ganteng banget, hmm ... hidungnya mancung kayak perosotan anak TK. Bahu lebar dada bidang. Punya