Share

Dendam Dari Masa Lalu

Pukul tiga dini hari mereka sudah sampai di Jakarta. Arthur membawa Katya pergi ke apartemen miliknya. Meski Katya juga pernah memiliki apartemen, tapi apartemennya dulu tidak ada apa-apanya dengan apartemen milik Arthur. Sangat mewah dan luas.

Begitu masuk ke dalam kamar, Katya melihat ada meja rias lengkap dengan make up yang beragam. Apa semua ini telah disiapkan oleh Arthur untuk dirinya? Atau Arthur sudah biasa mengajak nginap perempuan di sini dan memfasilitasinya?

"Semua itu baru. Saya tidak pernah membawa masuk perempuan ke apartemen." Arthur bicara seolah tahu apa yang ada dipikiran Katya.

Arthur melepas jaketnya lalu melemparnya ke arah sofa. Katya segera menutup mata menggunakan telapak tangan, saat Arthur melepas celana jeans-nya. Dalam hati, Katya merutuki Arthur yang seenaknya melepas celana di depannya.

"Santai saja. Sekarang atau nanti kamu juga akan melihatnya." Arthur tersenyum miring. Hanya terbalut kan kaos oblong dan celana boxer di atas lutut, Arthur berjalan lalu naik ke atas ranjang.

"Mau sampai kapan kamu diam di situ?"

"Kakak tidak telanjang kan?" Pertanyaan polos keluar dari mulut Katya.

"Makanya buka mata kamu kalau mau tahu."

Merasa suara Arthur sudah tidak sedekat tadi, Katya menurunkan kedua tangannya lalu mulai membuka mata. Ternyata Arthur sudah berbaring di atas ranjang dengan satu tangan menumpu kepala.

"Sini naik." Arthur tersenyum nakal sambil menepuk-nepuk bagian kosong di sisinya.

Katya bergidik ngeri, membayangkan tidur berdua dalam satu ranjang dengan Arthur.

"Saya bilang sini Katya."

Suara laki-laki itu terdengar tidak ingin dibantah. Tapi Katya tidak mungkin mau tidur bersama dengan Arthur.

"Aku tidur di kamar lain saja boleh ya, Kak?"

"Dimana, Sayang? Apartemen ini hanya mempunyai satu kamar."

Sungguh? Sebesar ini hanya mempunyai satu kamar saja?

"Mmm, kalau begitu aku tidur di sofa saja."

Wajah Arthur menjadi datar. Membuat jantung Katya berdetak kencang ketakutan.

"Kamu masih ingatkan? Di sini saya Tuannya dan kamu mainan saya. Kamu harus selalu menuruti perintah saya, Katya."

Benar. Harusnya Katya selalu ingat kalau dirinya hanya mainan Arthur.

Langkah Katya terasa berat mendekati ranjang. Dengan detak jantung semakin tidak karuan dan telapak tangan terasa dingin. Bukan karena AC, tapi karena perasaan gugup yang menyelimuti.

"Naik."

Karena pergerakan Katya yang lambat, membuat Arthur tidak sabar dan langsung menarik tangan gadis itu hingga terbaring. Secepat kilat Arthur mengurung tubuh Katya dibawah tubuh besarnya.

"Kak Arthur mau apa? Minggir Kak!" Katya berontak mencoba melawan, akan tetapi tenaganya tidak cukup kuat melawan.

Arthur menahan kedua tangan Katya menggunakan satu tangan yang disimpan di atas kepala gadis itu.

Perasaan Katya sudah tidak karuan. Takut, cemas, gugup, semua bercampur menjadi satu. Apalagi sekarang dia tahu kemana arah tatapan Arthur. Laki-laki itu menatap lapar bibirnya.

Sekarang, ibu jari tangan Arthur mengusap lembut bibir bawah Katya. Matanya sudah berkabut gairah.

"Bibir ini sudah lama mencuri perhatian saya." Arthur tersenyum nakal. Katya menggeleng berharap Arthur tidak akan berbuat macam-macam padanya. Tapi Katya telah salah besar berharap pada orang seperti Arthur.

"Kak, no, please...."

"In your dream." Seketika itu juga Arthur merobek paksa kemeja depan Katya hingga membuat kancing-kancing yang terpasang berjatuhan.

Katya memekik terkejut. Air matanya jatuh menetes. Selama dua puluh tahun ini, Katya selalu menjaga diri dari para laki-laki brengsek dan sekarang justru hidupnya terjebak bersama orang yang selama ini Katya hindari.

Arthur mencium bibir Katya dengan kasar. Tidak peduli dengan Katya yang masih menangis, ia lebih fokus pada makanan yang ada di depannya.

Katya memejamkan mata. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah dan menangis. Semuanya hancur dalam sekejap mata. Indahnya ekspetasi hidup yang Katya bayangkan, sudah hilang ditelan kegelapan.

***

Matahari menyapa dengan sinarnya yang indah. Suara kicauan burung terdengar merdu saling bersahutan. Di dalam sebuah kamar luas, seorang perempuan yang baru saja kehilangan mahkota paling berharga, sedang berbaring dengan selimut yang menutupi tubuh polosnya.

Malam tadi adalah malam paling bersejarah bagi Katya. Semuanya masih membekas dalam ingatan. Saat Arthur merenggut paksa kesucian Katya tanpa belas kasihan.

Arthur berjalan ke arah ranjang sambil membawa selembar kertas dan sebuah pulpen. Kemudian ia menyimpannya di samping tempat tidur Katya.

"Tanda tangan."

Katya menatap selembar kertas yang terdapat tulisan dan di bawahnya ada dua materai yang tertempel. Tanpa banyak tanya, Katya berusaha duduk dengan menahan rasa sakit yang luar biasa pada inti tubuhnya.

SURAT KONTRAK PERNIKAHAN

Katya cukup terkejut setelah membaca isi surat tersebut. Yang mana Arthur menginginkan pernikahan mereka hanya berlangsung selama enam bulan. Setelah berpisah nanti, Katya tetap mendapat harta gono-gini dari Arthur.

"Ada apa? Kamu tidak terima kalau pernikahan kita hanya sebatas pernikahan kontrak?"

Katya mendongak menatap wajah Arthur. "Lalu bagaimana kalau aku hamil? Semalam kita sudah...." ucapannya terhenti, ia terlalu malu untuk mengingat apa yang semalam terjadi antara mereka.

"Saya tidak mau repot. Hanya karena kamu hamil, lalu menghambat proses perceraian." Arthur menjawab. "Jadi kamu tidak boleh hamil."

Baik. Katya juga tidak mau mengandung anak dari Arthur. Lagipula, ia tidak mau hidup selamanya dalam pernikahan gila yang laki-laki itu ciptakan.

"Dan ingat, kita harus bersikap manis di depan keluarga dan umum. Semua orang harus percaya kalo kita menikah karena saling mencintai. Paham?"

"Iya, Kak."

"Dan mengenai pendidikan kamu. Saya tidak peduli. Mau dilanjut silahkan atau berhenti pun saya tidak rugi."

Katya terdiam sejenak. Ia tidak mau kehilangan pendidikannya. Ia ingin menjadi wanita karir di masa depan.

"Aku mau tetap lanjut, Kak."

"Kamu bisa pilih kampus di Jakarta. Karena tentunya saya tidak akan memberikan kamu izin untuk kembali ke Bali."

"Iya, Kak."

***

"Tapi aku mau menikah sama Mas Arthur. Aku mencintai dia, Om, Tante. Tolong...."

"Maaf, Syella. Tapi Om dan Tante tidak bisa memaksa Arthur untuk menikah dengan kamu. Dia sudah mempunyai perempuan pilihannya sendiri."

Perempuan berambut blonde itu menatap sang ayah dengan wajah cemberut. "Aku mau Mas Arthur, Yah," cicitnya memohon agar sang ayah bisa membantunya.

Kemal menghela napas panjang. "Sayang, sejak awal kan tidak ada perjanjian perjodohan di antara kalian. Ayah dan Om Radit hanya membantu kalian untuk saling mengenal. Dan mengenai kelanjutannya, itu bagaimana kecocokan di antara kalian, Nak," ucapnya memberi pengertian pada Syella.

Syella menggigit bibir bawahnya. Kecewa sekaligus sedih saat mendengar kabar kalau Arthur akan menikah. Syella pikir dia bisa memiliki Arthur karena ayah mereka merupakan teman dekat.

"Mas Arthur!" pekik Syella saat melihat kedatangan Arthur bersama perempuan yang digandengnya mesra.

Syella berlari kecil menghampiri dan langsung memeluk Arthur tanpa permisi. Katya berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Arthur karena merasa tidak enak dengan pelukan manja Syella.

"Mas, aku kangen sama kamu."

Arthur terlihat tidak suka. Dia memang tidak pernah menyukai Syella. Perempuan ini membuatnya tidak nyaman. Arthur tahu, Syella merengek-rengek pada ayahnya dan Radit agar dinikahkan dengan dirinya. Dan itu yang membuat Arthur risih hingga berpikir untuk menikahi perempuan lain, agar terhindar dari Syella. Kebetulan yang tepat saat Arthur ke Bali dan menemukan Katya. Laki-laki itu memanfaatkan Katya untuk dijadikan istri sementara sekaligus bisa dijadikan sarana balas dendam nya pada Juna.

"Syella tolong lepaskan. Ada calon istri saya di sini." Arthur berucap dengan wajah datar.

Syella melepas pelukannya dengan kesal. Tatapannya menatap Katya tidak suka. "Jadi ini perempuan yang mau dinikahi sama Mas Arthur?" tanyanya sengit.

Arthur meraih pinggang Katya. "Iya. Saya akan menikah beberapa hari lagi."

Syella berdecak kesal. Menatap Katya dari atas kepala hingga ujung kaki. Tatapannya penuh penilaian dan itu membuat Katya risih.

"Apa spesialnya dia? Aku jauh lebih cantik."

Arthur memutar bola mata jengah. Ini yang membuatnya semakin cepat ingin menikah. Setidaknya enam bulan menyandang status sebagai suami, itu akan membuat Syella menyerah mengejarnya.

"Syella, jangan bicara seperti itu." Kemal menarik lengan putrinya.

"Pak Radit, Bu Sabrina, saya dan Syella pamit pulang ya. Maaf karena sudah menganggu." Meski Syella tidak mau pergi dari sini, tapi Kemal menarik paksa putrinya pergi.

"Katya, apa kabar?" Sabrina tersenyum hangat menyambut kedatangan Katya.

"Baik, Tante."

Sabrina kemudian mengajak Katya pergi, meninggalkan Arthur dan Radit.

"Kamu mencintai dia?"

Arthur menjawabnya dengan gelengan kepala.

"Kenapa mau menikahi perempuan yang tidak kamu cintai?"

"Hanya untuk sementara. Setelah itu aku akan menceraikannya."

"Untuk apa kamu mempermainkan pernikahan, Arthur?"

Arthur tersenyum sinis. Teringat pada Juan yang dulu menghajarnya habis-habisan sampai harus dirawat di rumah sakit dalam waktu yang cukup lama. Ini memang tidak adil bagi Katya yang harus ikut andil dalam balas dendam Arthur, tapi ia tidak peduli selagi bisa memberi siksaan untuk Juan. Dan dengan menyakiti adik perempuan satu-satunya, itu akan lebih menyakitkan daripada babak belur.

Radit menepuk pundak Arthur beberapakali. "Hati-hati dengan permainan sendiri. Kamu bisa terjebak di dalamnya."

Arthur menatap Radit yang beranjak pergi dari hadapannya. Terjebak dalam permainan sendiri? Arthur tersenyum sinis. Tentu itu tidak akan dia biarkan. Semua harus berjalan sesuai apa yang dia inginkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status