Share

Bab. 1

last update Last Updated: 2025-07-09 15:42:27

Tiga bulan berlalu. Alma hidup tanpa suami, tanpa pekerjaan tetap. Tanpa arah. Sementara bu Afifah-ibunya Alma juga semakin menua. Hasil kebun yang tak seberapa tentulah tak mencukupi kebutuhan mereka. Mungkin bisa saja hidup dari hasil kebun mereka, tapi yang kelolah adalah paman Bahri yang tentu saja hasilnya harus dibagi dengan beliau.

Pekerjaan apa yang bisa didapatkan dirinya yang hanya tamatan SMA. Mungkin bisa jadi kasir di perbatasan kota, tapi Alma tak punya kendaraan untuk bolak balik. Kalau harus menyewa kost, sisa gajinya mungkin hanya bertahan dua minggu.

Lalu dengan bantuan seorang tetangganya yang baik hati, Alma menerima tawaran pekerjaan sebagai pembantu di rumah milik seorang juragan tembakau.

“Juragan Darsa membutuhkan pengasuh untuk putrinya dan tukang setrika untuk menggantikan saya.”

“Kenapa mbak Mirna berhenti?”

“Mas Rahmat ingin merantau ke Kalimantan, Al. memang juragan tak pelit memberi gaji. Tapi, mas Rahmat juga kehidupan kami berubah.”

Lalu dengan setengah hati, Alma menerima tawaran itu. Inginnya bekerja di kota tapi gajinya belum tentu cukup. Kalau menjadi pembantu di rumah besar itu, pergaulannya akan terbatas dan habis di balik tembok putih itu. Belum lagi kata orang-orang bila sang juragan sedikit kejam dan … mesum!

Ah, bukankah pria berumur empat puluh tahunan seperti juragan Darsa ini memang sedang dipenuhi birahi?

Namun, Alma tak punya pilihan lain. Maka disinilah ia. Ditengah curah hujan yang seolah menggambarkan ketakutannya.

Alma menapakkan kaki di pelataran rumah besar bergaya kolonial milik Darsa Wijaya, seorang juragan tembakau yang dikenal kaya raya dan disegani di desanya. Ia mendapat pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dari perantara seorang tetangga yang iba melihat hidupnya yang terpuruk.

"Saya Alma, Tuan. Saya siap bekerja apa saja."

Darsa mengangguk tanpa banyak kata. Tatapannya tajam seperti seorang penguasa, tetapi matanya menyoroti kelembutan yang samar dalam raut wajah Alma yang tak berhias sama sekali.

"Kerja dengan saya tak mudah. Jangan baperan. Saya tidak suka pembantu yang banyak tanya," ujarnya dingin.

"Saya tak akan banyak bicara, Tuan. Saya hanya ingin tempat untuk bertahan hidup."

“Urus putri saya dan saya!”

“Ap- eh, baik, Tuan.”

Sedikit bingung rasanya, tapi Alma tak berani membantah.

Meski kemarin, Mirna mengatakan bila sang juragan membutuhkan pengasuh untuk putranya dan tukang setrika. Jadi dikiranya dirinya hanya akan jadi buruh cuci gosok disini.

Namun sudahlah. Ini takdir hidupnya, walau Alma sendiri pun masih bingung harus di urus bagaimana lelaki empat puluh lima tahun itu.

Dan sejak saat itu, hari-hari Alma diisi dengan rutinitas yang nyaris tanpa suara. Ia menyapu halaman, mencuci baju, menyiapkan sarapan untuk juragan Darsa dan putrinya yang berumur sepuluh tahun. Asha namanya. Cantik dan sangat sopan pada Alma.

Asha pun sudah kelas lima SD, jadi sudah mulai mengerti. Meski anak itu sedikit pendiam, tapi Alma berusaha menjadi teman yang baik untuknya.

“Asha mau makan apa?”

“Apa aja yang Bunda Alma masak, Asha sama papa pasti makan,” jawabnya sambil tersenyum manis.

Namun, diam-diam, Alma mulai mencuri perhatian. Bukan karena rupa atau rayuan. Tapi karena sikapnya yang sabar dan tak pernah mengeluh, bahkan saat dimarahi sekalipun.

Di rumah ini Alma cukup sibuk, sebab di sore hari bangunan berlantai dua ini akan sepi, sebab mok Sum yang bagian cuci dan sapu pel sudah pulang.

Jadi di malam hari, rumah ini hanya akan dihuni oleh juragan Darsa, putrinya dan Alma.

Suatu sore, Darsa berdiri di balkon, menatap Alma yang sedang menjemur cucian. Angin memainkan helai rambut wanita muda  yang lepas dari cepolannya. Perempuan itu tampak cukup kurus, namun ada sesuatu yang kokoh dalam dirinya.

"Kenapa kau tak pernah bertanya, Alma? Tentang istri saya, atau kenapa rumah ini sunyi?"

Alma menoleh, suaranya lirih. "Maaf, itu bukan urusan saya, Tuan. Saya ke sini bukan untuk menggali masa lalu siapa-siapa. Saya benar-benar hanya ingin bekerja, Tuan."

Pagi itu, udara harum oleh wangi dari pakaian basah yang baru dijemur. Alma baru saja selesai mengepel lantai saat Asha berlari kecil dari tangga.

"Bunda Alma! Aku lapar!"

Alma tersenyum dan mengusap kepala manis itu. "Tunggu sebentar, ya. saya siapkan roti dan susu."

Rasanya canggung bagi Alma menyebut dirinya bunda. Bahkan di awal-awal, ia cukup terkejut saat Asha menghampirinya pertama kali dan langsung memanggilnya bunda.

Ada Nurani yang diam-diam membiru dalam hati wanita berhidung bangir ini. bunda dan mama adalah panggilan lain untuk ibu, dan Alma pernah merindukan panggilan itu suatu hari akan didengar untuknya.

Namun, kenyataan pahit telah mengaramkan harapannya. Pernikahannya kandas dengan tuduhan mandul dari suaminya yang telah menghamili wanita lain.

"Kamu sabar banget sama anak saya," gumam Darsa yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.

Alma menunduk. "Anak-anak selalu butuh kasih sayang. Mereka tak salah lahir ke dunia, Tuan."

Kalimat itu menghantam Darsa lebih keras dari yang ia bayangkan. Alma tidak tahu, tapi Darsa sering mendengar Niko menangis pelan di malam hari, memanggil ibunya yang telah meninggal dua tahun lalu.

Semenjak hari itu, pandangan Darsa terhadap Alma berubah.

Ia memperhatikan bagaimana Alma duduk diam di pojok dapur sambil membaca buku tua milik Niko. Ia mendengar suara nyanyiannya yang lirih saat menyetrika baju. Dan setiap pagi, saat Alma menyapa dengan mata sembab tapi tetap tersenyum, Darsa merasa hatinya bergetar.

"Kau tak ingin menikah lagi?" tanya Darsa suatu malam, tanpa aba-aba.

Alma menoleh perlahan. "Hati saya belum sembuh, Pak."

"Kau perempuan baik. Jika kau jadi  istri saya…”

"Tuan Darsa..." potong Alma cepat. "Saya mohon... jangan berkata seperti itu. Saya hanya pembantu di rumah ini. Dan saya tidak ingin menjadi pembicaraan orang."

"Kau pikir aku peduli omongan orang?"

"Tapi saya peduli pada harga diri saya, Pak. Saya ingin bekerja dengan tenang, tanpa rasa malu."

Darsa menghela napas. Untuk pertama kalinya, seorang perempuan menolaknya tanpa rasa takut.

Esoknya, juragan Darsa sengaja pulang lebih awal dari biasanya. Ia mendapati Alma sedang mengobrol bersama Asha di halaman belakang. Cahaya senja memeluk mereka berdua, membuatnya terlihat seperti... keluarga.

"Papa!" Asha berteriak. "Bunda Alma ngajarin aku doa sebelum tidur!"

Juragan Darsa tersenyum tipis. "Bagus. Kalau begitu, malam ini kita doa bareng, ya."

Alma memandang lelaki tinggi itu sejenak. Ada sesuatu dalam sorot mata pria itu yang berbeda. Bukan lagi dingin. Bukan juga angkuh. Tapi hangat... dan penuh harap.

Namun Alma tahu, semakin seseorang membuat kita merasa nyaman, semakin besar luka yang mungkin ditinggalkannya.

Dan Alma, yang baru belajar berdiri setelah jatuh, tak ingin jatuh untuk kedua kalinya.

Namun takdir selalu punya cara untuk mempermainkan perasaan manusia.

Dan cinta... kadang tumbuh dari tempat paling tak terduga.

Dan ketenangan itu, entah mengapa, justru membuat Juragan  Darsa merasa tertantang untuk mendapatkannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • JERAT CINTA JURAGAN TUA   Bab. 3

    Gemuruh hujan diluar sana seolah bekerja sama meredam suara kesakitan dan juga kemarahan Alma.“Sakit, Tuan. Kumohon hentikan!”Jemari Alma bahkan menarik-narik rambut cepak lelaki tinggi besar ini, namun juragan Darsa kadung birahi. Sentuhan alkohol dalam darahnya membuatnya tak mampu membendung libido birahinya yang terlanjur terbakar.“Enak, Alma.”Lelaki ini merasakan nikmat luar biasa. Ia tahu saja Alma seorang janda, namun gerakannya di bawah sana sempat kesulitan sebelum batang besarnya benar-benar tenggelam dalam palung basah milik Alma.Juragan Darsa terus bergerak. Gerakan pinggulnya yang cukup brutal menggambarkan bagaimana Alma tak mampu melawan kungkungan dahsyat lelaki ini.Dingin yang membias dari ventilasi jendela kamar itu, seolah tak mampu meredam panasnya gairah terlarang yang juragan Darsa berikan pada Alma.Sakit dan perih itu memang ada, tapi nikmat seks itu juga perlahan Alma rasakan. Ini sungguh jauh berbeda dengan pernikahan pertamanya bersama Dirman. Hampir s

  • JERAT CINTA JURAGAN TUA   Bab. 2

    Hujan mengguyur deras malam itu. Angin menampar jendela-jendela tua rumah besar milik Juragan Darsa. Suara gemuruhnya menelan malam dalam kebisuan mencekam. Di balik bilik dapur yang remang, Alma masih membereskan piring kotor. Tubuhnya yang ramping dibalut daster panjang sederhana, rambutnya dijepit rapi, menyisakan poni yang sedikit melengkung di keningnya. Wajahnya ayu, teduh—terlampau ayu untuk seorang janda muda yang bekerja sebagai pembantu. Meski lelah jelas tergambar di wajahnya. Namun ayunya juga terukir tegas.Langit mulai menggantungkan mendungnya sejak siang. Awan kelabu berkumpul, menciptakan nuansa murung yang menggantung di seluruh penjuru rumah Darsa Wijaya.Alma berdiri di dapur, menatap jendela yang mulai dihiasi tetes air hujan. Di luar sana, pohon-pohon bergoyang pelan diterpa angin. Aroma tanah basah menyusup masuk lewat celah-celah kusen kayu.Tangannya sibuk mencuci beras, tapi pikirannya entah ke mana. Masih terngiang kejadian malam tadi. Sentuhan yang tidak se

  • JERAT CINTA JURAGAN TUA   Bab. 1

    Tiga bulan berlalu. Alma hidup tanpa suami, tanpa pekerjaan tetap. Tanpa arah. Sementara bu Afifah-ibunya Alma juga semakin menua. Hasil kebun yang tak seberapa tentulah tak mencukupi kebutuhan mereka. Mungkin bisa saja hidup dari hasil kebun mereka, tapi yang kelolah adalah paman Bahri yang tentu saja hasilnya harus dibagi dengan beliau.Pekerjaan apa yang bisa didapatkan dirinya yang hanya tamatan SMA. Mungkin bisa jadi kasir di perbatasan kota, tapi Alma tak punya kendaraan untuk bolak balik. Kalau harus menyewa kost, sisa gajinya mungkin hanya bertahan dua minggu.Lalu dengan bantuan seorang tetangganya yang baik hati, Alma menerima tawaran pekerjaan sebagai pembantu di rumah milik seorang juragan tembakau.“Juragan Darsa membutuhkan pengasuh untuk putrinya dan tukang setrika untuk menggantikan saya.”“Kenapa mbak Mirna berhenti?”“Mas Rahmat ingin merantau ke Kalimantan, Al. memang juragan tak pelit memberi gaji. Tapi, mas Rahmat juga kehidupan kami berubah.”Lalu dengan setengah

  • JERAT CINTA JURAGAN TUA   Prolog

    Prolog.**Hujan jatuh seperti doa yang tak pernah sampai. Di luar jendela, langit berwarna kelabu, seakan ikut merasakan kesedihan yang membuncah dalam dada Alma. Ia berdiri mematung di depan meja makan, tangannya menggenggam ujung celemek yang masih melekat di tubuhnya. Aroma gulai ayam yang baru saja ia masak masih menggantung di udara, tapi kini semuanya terasa hambar.Di hadapannya, seorang pria berdiri dengan wajah datar. Mata tajamnya menatap Alma tanpa sedikit pun ragu. Di balik tubuh pria itu, seorang wanita berperut buncit berdiri dengan dagu terangkat tinggi. Wajahnya cantik, senyumannya penuh kemenangan. Sarah.Lingga Laksono menghela napas panjang sebelum akhirnya mengucapkan kalimat yang meremukkan seluruh dunia Alma."Aku menceraikanmu, Alma." Suaranya dingin, tak bergetar sedikit pun.Seakan waktu berhenti, suara hujan yang jatuh di genting menjadi latar bagi hati yang luruh dalam kepedihan. Alma menggigit bibirnya, menahan gemetar di dadanya. Matanya menatap suaminya,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status