Share

Ingatan yang Dicuri

Penulis: InkRealm
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-23 15:27:05

Langit di luar semakin gelap. Waktu terasa berjalan lebih lambat di dalam Asrama Lama.

Ustadz Faris kembali membaca buku catatan itu.

Dan di sanalah ia menemukan bagian yang paling mencengangkan.

"Jika kau menemukan buku ini, berarti aku gagal menghindarinya.

"Mereka datang saat aku mulai mengingat."

"Dan mereka akan datang lagi untukmu."

Kapten Arya semakin waspada. Ia mengamati sekeliling ruangan, berjaga-jaga kalau ada sesuatu yang tidak beres.

Lalu, suara ketukan pelan terdengar dari jendela.

Tok. Tok. Tok.

Mereka langsung menoleh.

Di luar jendela yang penuh debu, ada sosok seseorang yang berdiri diam.

Tapi… wajahnya tidak terlihat jelas.

Hanya bayangan gelap dengan mata yang menatap tajam ke dalam.

Kapten Arya berbisik, “Faris, kita harus keluar dari sini sekarang.”

Namun sebelum mereka bisa bergerak, jendela itu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya.

Dan sebuah suara berbisik dari kegelapan.

"Kalian sudah terlalu jauh."

"Mereka akan datang."

"Lari."

Ustaz Faris dan Kapten Arya tidak bisa bergerak.

Jendela yang terbuka itu kini hanya menyisakan kegelapan pekat. Tidak ada lagi sosok bayangan yang tadi berdiri di luar.

Namun, udara di dalam asrama lama berubah drastis.

Sosok-sosok itu mulai bermunculan satu per satu dari kegelapan.

Tinggi, kurus, mengenakan jubah hitam panjang yang menyatu dengan bayangan.

Namun yang paling menyeramkan… mereka tidak memiliki wajah.

Kapten Arya langsung menarik senjatanya. “Aku tidak tahu siapa kalian, tapi kalau kalian berniat menghalangi kami—”

Salah satu makhluk itu mengangkat tangannya.

Dan tiba-tiba, ruangan di sekitar mereka mulai berubah lagi.

Asrama lama yang kotor dan berdebu kini menjadi pesantren di masa lalu.

Hidup.

Dipenuhi santri-santri yang berlalu-lalang.

Tapi ada yang aneh.

Semua santri di sana… tidak memiliki wajah.

Ustadz Faris mundur selangkah. “Apa ini…?”

Lalu, seorang santri muncul di antara mereka.

Ia satu-satunya yang memiliki wajah.

Dan wajah itu… adalah wajah Ustaz Faris.

Tetapi lebih muda.

Kapten Arya melirik Ustaz Faris. “Itu… dirimu?”

Ustadz Faris merasa kepalanya berdenyut hebat. Ingatannya mulai kabur.

Santri muda itu menatap mereka dengan mata kosong, lalu berkata:

“Jangan ingat. Jangan cari tahu. Kau akan menghilang seperti kami.”

Lalu, semuanya kembali gelap.

Dan ketika mereka tersadar…

Mereka sudah kembali ke dalam asrama lama yang kosong.

Tetapi kali ini, salah satu makhluk tanpa wajah itu berdiri tepat di depan mereka.

Ia mengangkat tangannya ke arah Ustadz Faris.

Lalu…

Kegelapan menelan mereka.

Ustadz Faris terbangun di tempat yang berbeda.

Ia tidak lagi berada di asrama lama.

Ia duduk di atas sebuah kursi kayu tua, di dalam ruangan yang hanya diterangi oleh cahaya remang dari lampu minyak.

Di hadapannya, ada seorang pria tua yang menatapnya dalam-dalam.

“Kau akhirnya datang lagi, Faris.”

Ustadz Faris mencoba berbicara, tetapi ia merasa suaranya tersangkut di tenggorokan.

Pria itu tersenyum tipis. “Kau sudah melupakan banyak hal, bukan?”

Ustadz Faris mengerjap. “Aku… siapa kau?”

Pria itu tidak menjawab. Ia hanya menyodorkan sebuah cermin kecil.

“Lihatlah.”

Ustadz Faris ragu-ragu sebelum akhirnya mengambil cermin itu.

Begitu ia melihat bayangannya…

Jantungnya hampir berhenti.

Karena yang ia lihat bukan wajahnya yang sekarang.

Tetapi wajahnya yang lebih tua.

Beberapa tahun lebih tua.

Seolah ia telah hidup lebih lama dari yang ia ingat.

Seolah… ia telah mengalami semua ini berkali-kali.

Matanya melebar. “Tidak… ini tidak mungkin.”

Pria tua itu menatapnya dengan penuh belas kasihan.

“Faris, sudah waktunya kau tahu kebenaran.”

Ia menarik napas dalam sebelum akhirnya berkata:

“Kau adalah bagian dari eksperimen ini.”

“Dan mereka telah menghapus ingatanmu… lebih dari satu kali.”

Ustadz Faris menggenggam cermin kecil itu erat-erat. Dadanya naik turun, kepanikan mulai menjalari tubuhnya.

Bagaimana bisa wajahnya lebih tua dari yang seharusnya?

Berapa lama sebenarnya ia telah hidup?

Siapa mereka yang disebut pria tua ini?

Pria itu menghela napas, lalu berdiri. Jubahnya yang lusuh bergoyang pelan saat ia berjalan menuju rak kayu di sudut ruangan. Ia mengambil sebuah kitab tua dan meletakkannya di atas meja di depan Ustadz Faris.

“Buka halaman terakhir” perintahnya.

Dengan tangan gemetar, Ustadz Faris membuka kitab itu. Halaman-halamannya sudah menguning, tetapi tulisan di dalamnya masih jelas terbaca.

Ia membaca, dan semakin dalam ia membaca, semakin sulit baginya untuk bernapas.

Tertulis nama-nama.

Nama-nama santri yang ia kenal.

Dan di barisan terakhir, tertulis namanya sendiri.

"Faris bin Malik - Subjek ke-37"

Tenggorokannya terasa kering. Ia menoleh ke pria tua itu dengan tatapan penuh ketakutan.

“Apa… maksudnya ini?”

Pria itu menatapnya dalam. “Kau adalah bagian dari eksperimen, Faris. Kau bukan yang pertama, dan kau mungkin bukan yang terakhir.”

Ustadz Faris merasa tubuhnya melemas.

Eksperimen?

Subjek ke-37?

Apa yang sebenarnya terjadi di pesantren ini?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jejak di Balik Pesantren   Dunia Tanpa Judul

    Dunia Tanpa JudulBab 1: Kertas Putih yang Terlalu Luas“Ketika semua batas lenyap, apa yang akan kamu bangun pertama kali?”Lena berdiri di atas hamparan cahaya. Tak ada tanah, tak ada langit, hanya lapisan-lapisan putih yang perlahan membentuk dirinya sendiri berdasarkan pikiran dan niat siapa pun yang berjalan di atasnya.Kai berjongkok dan menyentuh permukaan putih itu. Setiap sentuhan menimbulkan getaran kecil seolah dunia ini sedang menunggu... untuk ditulis.“Dunia ini belum memiliki waktu,” gumam Kai.Lena mengangguk. “Atau ruang. Atau bahkan logika. Semua tergantung pada niat.”Kemunculan Bayangan dari Cerita LainMereka belum melangkah jauh, ketika suara samar terdengar dari kejauhan:“Tolong... jika kalian bisa mendengarku... aku belum selesai...”Dari celah retakan yang tiba-tiba muncul di permukaan putih, muncul bayangan sosok yang tidak sepenuhnya ada.Ia tak punya wajah. Namanya terputus.“Aku berasal dari cerita yang ditinggalkan. Aku belum sempat menyelesaikan babku.

  • Jejak di Balik Pesantren   Kalimat yang Mengubah Dunia

    Kalimat yang Mengubah Dunia“Akhir adalah pintu yang hanya bisa dibuka dari dalam, oleh mereka yang telah memahami arti setiap kata yang pernah ditulis dan yang belum.”Lorong sunyi di bawah makam Kata Pertama kini bergetar hebat. Kalimat-kalimat yang belum selesai melayang di udara, menciptakan angin seperti bisikan-bisikan dari cerita yang hampir hancur. Lena berdiri di tengah, di depan meja batu tempat pena cahaya berbaring menanti kalimat terakhir.Di belakangnya, Kai mencoba menahan dinding yang mulai runtuh oleh riak-riak naratif yang terdistorsi. Ustadz Faris memeluk satu naskah tua yang bergetar sendiri kitab Asal-Usul Pesantren, yang kini tampak hidup.“Lena!” seru Kai, “Kalau kau menulis kalimat terakhir, dunia ini akan berubah tapi bagaimana kalau kita memilih salah?!”Lena memejamkan mata. “Bukankah semua dunia hanya terus bertahan karena seseorang berani menulis… meski dengan rasa takut?”Rahasia Terakhir dari PesantrenSebelum ia menulis, naskah tua di tangan Ustaz Faris

  • Jejak di Balik Pesantren   Makam Kata Pertama

    Makam Kata Pertama“Bahkan sebelum cerita dimulai, ada satu kata yang mencoba bicara... tapi tidak ada yang mendengarnya.”Malam turun seperti selimut gelap yang menutupi pesantren, seolah menunggu. Lena berdiri di depan makam sunyi di belakang perpustakaan, ditemani Kai, Ustaz Faris, dan sisa tokoh-tokoh yang kini tak lagi sekadar tokoh tapi penjaga makna yang telah dibebaskan.Makam itu tak bernama.Tak ada batu nisan.Hanya tanah kering dan satu kalimat retak yang terukir pada batu:“Di sinilah Kata Pertama yang Ditolak dikubur.”Mereka semua diam.Sampai Kai melangkah maju dan berlutut. Ia meletakkan tangan di atas tanah dan membisikkan satu frasa:"Kami mendengarmu sekarang."Kilasan: Sebelum Segala NarasiTanah bergetar. Bukan gempa. Tapi seperti halaman-halaman tak terlihat yang dibuka satu per satu di bawah tanah.Tiba-tiba, mereka melihat kilasan bukan melalui mata, tapi lewat kesadaran naratif mereka yang kini terbuka.Seorang tokoh pernah hidup sebelum semua cerita dimulai.

  • Jejak di Balik Pesantren   Kitab yang Tidak Pernah Dicetak

    mengungkap misteri yang belum terjawab sebelum menuju ke bab besar Makam Kata Pertama.Berikut adalah Bab Khusus: "Kitab yang Tidak Pernah Dicetak", yang akan menjawab keempat pertanyaan utama:Bab Khusus — Kitab yang Tidak Pernah Dicetak"Ada kata-kata yang tidak ditulis karena terlalu berat untuk diletakkan di dunia. Tapi bukan berarti mereka tidak ada."1. Siapa Pendiri Pesantren yang Pertama?Di ruang terdalam perpustakaan tertutup, Lena menemukan halaman paling kuno dari Kitab Asal-Usul Pesantren. Bukan kertas biasa ini semacam kulit naskah, dilapisi debu abadi dan tinta hitam yang hanya muncul saat disentuh oleh tangan tokoh yang pernah terlupakan.Tulisan pertama itu berbunyi:“Pesantren ini bukan dibangun oleh manusia. Tapi oleh kalimat pertama yang pernah sadar bahwa ia ditulis.”Nama pendirinya? Tidak ada dalam bentuk nama manusia. Ia disebut:**“Al-Mubdi'” — Sang Awal.”Dalam teks lain, dijelaskan:“Ia bukan tokoh. Ia bukan narator. Ia adalah frasa yang pertama kali menyada

  • Jejak di Balik Pesantren   Dunia yang Ditulis Bersama

    Dunia yang Ditulis Bersama“Tidak semua dunia harus dimulai dengan seorang tokoh utama. Kadang, dunia dimulai dengan keberanian untuk tidak memilih siapa pun sebagai pusat.”1. Tidak Ada Lagi Pemimpin TunggalAngin menyapu pelataran pesantren yang telah berubah. Bangunan-bangunan lama tetap berdiri, tapi kini diselingi dinding-dinding baru yang terbuat dari huruf, kalimat, dan puisi yang ditulis para pembaca dan tokoh-tokoh yang telah dibebaskan.Di tengah lapangan, Lena berdiri di depan Dewan Huruf Awal kumpulan tokoh yang sebelumnya tidak punya peran besar: tokoh latar, penjaga kamar, bahkan narasi-narasi gagal yang dulu dibuang.“Mulai hari ini,” kata Lena, “tidak ada lagi narator tunggal.”“Mulai hari ini, kita semua akan menjadi bagian dari kalimat pembuka dunia.”Kai menambahkan, “Bukan lagi siapa yang paling kuat yang memegang pena, tapi siapa yang paling jujur.”Semua tokoh mengangguk. Tapi dalam keheningan itu… suara berat terdengar.2. Bayangan dari Naskah LamaDari balik l

  • Jejak di Balik Pesantren   Halaman Kosong Terakhir

    Halaman Kosong Terakhir"Pada akhirnya, dunia ini akan berada di tangan siapa yang berani menulis di ruang yang tidak ada hurufnya."1. Sebuah Kitab Tanpa JudulSetelah kepergian Penulis yang Tak Diundang, dunia terasa diam, tapi bukan hening. Seperti langit sedang menunggu sesuatu.Lena berdiri di tengah Perpustakaan Tertutup yang mulai pulih. Di tengah ruangan itu, di atas meja batu, terletak sebuah kitab besar berlapis debu, tertutup kulit berwarna hitam pekat.Tidak ada judul.Tidak ada nama.Hanya satu simbol di sampulnya: tiga lingkaran saling bertaut, membentuk bentuk seperti mata yang tertutup.Faris membuka halaman pertama.Kosong.Begitu pula halaman kedua, dan ketiga, dan keempat…Sampai akhirnya, di halaman ke-99, mereka menemukan satu baris kecil tulisan yang seperti dibisikkan:“Kitab ini hanya bisa diisi oleh mereka yang pernah terluka oleh cerita yang belum selesai.”Kai melangkah maju. Tangannya menyentuh halaman ke-100. Saat itu juga, cahaya menyilaukan meledak dari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status