Share

Bab 3 Anggap Saja Aku Pembantu!

Kirana memasak makanan untuk sarapan. Ia tampak begitu cekatan melakukan apa pun, padahal ada seorang pembantu harian di rumah itu.

"Nyonya, biar saya aja," ujar wanita berumur empat puluhan itu.

"Enggak apa-apa, Bik. Saya masak buat sendiri, takutnya kalau untuk pak Arjuna tidak terpakai nanti." Jelas Kirana.

"Tapi...," Wanita paruh bayah itu merasa ragu. Ia tidak ingin tuannya marah karena membuat istri tuannya mengerjakan pekerjaannya.

"Bibi masak buat beliau saja, ya!" ucap Kirana. Wanita itu pun mengangguk setuju.

Dengan cepat ia memasak sederhana, tapi cukup menggugah selera.

"Nyonya, setiap sore saya pulang setelah memasak makanan untuk tuan dan menyimpannya di kulkas." Jelas wanita itu.

"Siang juga gak apa-apa. Lagian disini hanya ada saya, kan?"

"Tapi...,"

"Tenang aja! Pak Arjuna tidak akan berani marah karena saya yang...," ucapannya terhenti saat melihat Arjuna muncul ke dapur.

"Mas. Hemm, aku cuman meringankan pekerjaan bibik saja. Bukankah pekerjaan tidak terlalu sulit. Lagipula ada aku disini,"

Sang ART pun memilih untuk undur diri. Ia tidak mau mencampuri urusan meski hanya menjadi pendengar.

Arjuna menatap istrinya itu penuh tanya. Ia tidak menyangka kalau Kirana akan seberani itu.

"Ada apa?" tanya Kirana.

"Tidak,"

"Di mata kamu aku hanya pembantu, bukan? Jadi tidak akan menjadi aneh, jika aku mengerjakan semua eh sebagian pekerjaan rumah saat ini," ujar Kirana dengan sedikit menyindir.

"Ki, aku gak bermaksud...,"

"Gak bermaksud apa justru bermaksud untuk merendahkan. Aku sadar diri kali, Mas. Kamu itu kan, ganteng dan tajir. Wanita lain banyak yang terpesona. Kamu menganggap aku bukan tipe kamu, kan? Tapi aku bersyukur karena hal itu. Tidak akan ada hal lain terjadi di rumah ini selama kita bersama. Ah, aku lupa selama satu bulan berada di bawah atap yang sama," wanita itu menatap sinis dirinya.

"Kirana,"

"Segera cari Melda untuk menggantikan posisiku sebagai istrimu!" pungkas Kirana.

Kirana bergegas kamar. Sementara itu, Arjuna pun terdiam. Ia tidak menyangka kalau perkataannya yang dulu menyakiti hati wanita itu.

-----

Akhir pekan. Ibu mertua Kirana datang berkunjung. Rumah tampak sepi karena keduanya jarang sekali bersenda gurau apalagi membicarakan hal pribadi.

"Ibu," panggil Kirana. Ia terkejut dengan kehadiran ibu mertuanya itu.

"Dimana Arjuna?" tanya wanita itu.

"Aku di sini, Bu." Jawab Arjuna keluar dari kamar.

"Apa kalian baik-baik saja?" tanya wanita bernama Jeny itu.

"Tentu saja, Bu. Kami baik-baik saja," ucap Kirana dengan senyuman yang terukir di bibirnya.

Arjuna nampak mencuri pandang istrinya itu. Ya, wanitanya itu selalu ketus saat bersamanya.

"Makan yuk! Ibu bawa makanan,"

Kirana dan Arjuna mengangguk secara bersamaan.

Arjuna memperhatikan sikap Kirana yang begitu hangat pada ibunya. Sementara itu, ia bersikap dingin padanya.

'Mungkin salahku juga. Aku mencintai wanita lain, padahal dia istriku,' pikir Arjuna.

Jeny melihat ke penjuru rumah. Tidak ada asisten rumah tangga hari ini.

"Ar, kok gak ada bibinya kemana?" tanya Jeny.

"Emmm," Arjuna tampak kebingungan untuk menjawab.

"Tiap hari minggu libur. Kasihan kalau tiap hari kerja,"

"Tapi,"

"Tidak apa-apa, Bu. Saya ada di rumah. Jadi, saya bisa mengerjakan pekerjaan rumah setiap hari minggu. Lagipula badan saya suka pegal kalau gak banyak gerak," tutur Kirana. Namun, itu bukan alasan yang diberikan Kirana pada Arjuna.

Wanita yang menjadi mertuanya itu pun pulang. Kirana menghela napas panjang.

Sebuah pelukan membuat Kirana mematung. Saat ia tersadar, ia pun melepas pelukan pria itu.

"Apaan sih, Mas?" ketus Kirana.

"Jangan pura-pura jadi cewek judes terus ngomong ketus. Tadi aja kamu baik sama ibu," protes Arjuna.

"Lah, ya lah. Masa mau ketus sama mertua,"

Kirana berjalan untuk meninggalkan pria yang baru satu kurang menjadi suaminya itu. Namun, Arjuna menariknya ke dalam pelukan.

Kirana menjadi salah tingkah. Ia kembali mencoba melepas pelukan dari Arjuna.

"Jangan peluk-peluk! Kalau Mas ketemu Melda kita kan harus berpisah." Ucap Kirana.

Arjuna membisu. Ia tidak menyangkal ucapan istrinya. Meski ia mencari Melda, tapi hatinya seperti mulai menyukai istrinya itu.

Tanggal merah. Biasanya Arjuna ke luar rumah saat hari libur. Seharusnya ia pun pergi ke tempat dimana Melda berada sekarang. Akan tetapi, kali ini ia merasa ingin di rumah saja.

"Nyonya,"

"Ada apa, Bik?"

"Hari ini ada keluarga datang, tapi...,"

"Bibi libur aja. Keluarga itu penting. Bibi beruntung. Saya sudah tidak punya keluarga. Ada pun jauh dan sulit bertemu,"

"Hemm, apa Nyonya tidak apa-apa?"

"Tentu saja,"

Arjuna yang keluar dari kamar menatap wanita itu tanpa henti. Kirana memang baik. Mungkin karena kesan pertama dan alasan lainnya yang membuat sikapnya pada Arjuna berbeda.

"Apa ada yang bisa saya bantu, Nyonya Muda?" tanya Arjuna.

"Hemm, emang bisa?"

"Ya elah. Pekerjaan gini kecil," ucap Arjuna percaya diri.

"Baiklah," Kirana setuju untuk menerima bantuan dari Arjuna.

Keduanya melakukan pekerjaan bersama-sama. Akan tetapi, pria itu malah memperlambat selesainya pekerjaan.

"Kalau gak bisa ya gak bisa aja. Dikira gampang. Pekerjaan rumah dianggap sepele," celoteh Kirana.

"Iya maaf! Tapi seneng juga,"

"Senang apanya?" tanya Kirana heran.

"Kamu gak ketus lagi,"

"Oh, begitu."

"Aku tahu kamu baik. Kamu cuman kesal saja sama aku, kan?" goda Arjuna.

"Gak juga,"

"Terus,"

"Aku kesal pada diriku sendiri selalu menerima jika disakiti,"

"Hemm,"

"Oh, ya. Bagaimana dengan Melda?" tanya Kirana. Ia ingin tahu keberadaan Melda secepatnya.

"Melda, ya. Hemmm...," Arjuna tampak tidak bersemangat untuk membahasnya.

Sedari tadi ia melupakan tentang Melda dan ia begitu senang saat menggoda Kirana. Pada akhirnya, ia pun harus memikirkan Melda kembali.

"Hemm...entahlah," Arjuna sepertinya lebih memilih pura-pura tidak tahu saja.

"Eh, iya. Kamu lulusan apa sih?" tanya Arjuna.

"D tiga,"

"Kok, kamu gak kerja di luar."

"Aku masih cari kerja,"

"Lalu, Melda?"

"Melda lebih suka jadi model, tapi dikekang juga. Jadinya gak karuan,"

"Maaf soal aku yang...,"

"Sudahlah. Aku tahu kok kamu juga menganggap aku pembantu. Penampilanku memang cupu. Aku terkadang fokus dengan buku di kamar dan jarang ke luar rumah,"

"Bukan cuman itu, tapi...,"

"Kamu yang sengaja mengatakan kalau aku bukan type kamu,"

"Kamu memang berbeda," ucap Arjuna.

"Tiap orang beda lah. Beda orang beda isi kepala. Sikap atau apapun itu gak akan ada yang sama meskipun satu ibu,"

"Bener juga, sih."

"Oh, ya. Aku harap kamu dengan cepat cari Melda," ujar Kirana. Pria itu mengangguk pelan.

Entah bisa atau tidak ia mendapatkan Melda. Di hatinya kini mulai ada keraguan

untuk mencari wanita yang dicintainya itu.

Hari ini ia merasa Kirana berbeda. Wanita itu lebih bisa diajak bicara dan terbuka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status