My Imaginary Husband

My Imaginary Husband

By:  Jili Nai  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
12 ratings
32Chapters
3.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

"Kupikir kaumerasakan hal yang sama. Kupikir kau juga mencintaiku," desah pemuda itu dengan raut wajah terluka. "Aku mohon, pergilah bersamaku. Kita akan memulai kehidupan yang baru. Lupakan pernikahan itu. Aku tahu kau tak pernah menginginkannya." Setengah mati Naraya mengidolakan Orion—anggota grup Stargazer yang tengah naik daun. Ia tak pernah menduga pertemuannya dengan sang idola saat acara fansign akan mendekatkannya dengan pemuda itu. Apalagi menyangka perasaannya akan berbalas. Namun, kehadiran seseorang dari masa lalu menjadi penghalang hubungan mereka. Orangtua Naraya menjodohkannya dengan teman masa kecil gadis itu, Xabi. Lalu, bagaimana nasib hubungan Naraya dengan Orion? Dipublikasi tanggal 16 Oktober 2021 ©2021, Jili Nai Picture by Resplash Font by Canva

View More
My Imaginary Husband Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Langit
lanjut dong kak
2022-04-27 11:33:04
1
user avatar
Chida
ketemu di sini kita... iseng" cek karya author keren satu ini... TOP pokoknya... sukses terus Jill
2021-11-26 00:54:09
3
user avatar
Jili Nai
Halo. Terima kasih karena sudah mau membaca karyaku. Terus dukung Author dengan komen dan vote, karena apresiasi sekecil apa pun dari kalian sangat berharga. Terima kasih.
2021-11-25 22:53:38
3
user avatar
IyoniAe
kreji up thor.... nanggung nih bacanya.
2021-11-24 10:32:28
3
user avatar
Azfer ZhafMega
Thor, kok belum update lagi? Aku selalu setia nungguin kelanjutannya.
2021-11-24 09:41:18
3
user avatar
Ilamy Harsa
masuk list, semangat ya authorku sayang
2021-11-15 07:45:45
3
user avatar
Nur Melati
aaaaaaaaaaaaaa bagus bgt Thor
2021-11-10 07:12:30
3
default avatar
Haritsataqi Jaman
PERFECTO!!
2021-11-04 15:58:50
3
user avatar
Mahina 'Ai
Aku penggemar dia idola, aku mencintainya tapi dia tidak tahu ada manusia macam aku, ......... Berasa tertampar kenyataan ...
2021-11-04 14:40:44
4
user avatar
Rae_1243
Lanjut, Thor
2021-11-04 13:00:31
4
user avatar
IyoniAe
Jadi ikut halu.... Orion.... rekomen bgt sih buat fangirl
2021-11-04 11:06:24
4
user avatar
Azfer ZhafMega
Nunggu kelanjutan ceritanya. ...
2021-11-03 20:14:28
3
32 Chapters
CHAPTER 1 Fangirl
  “Siapa namamu?”     “N-Naraya,” jawabku pelan—malu-malu.     Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam?     “Nama yang cantik, sama seperti pemiliknya,” rayu pemuda itu dengan suara selembut beledu.     Aku tidak berani mengangkat kepala, apalagi memandang langsung ke matanya. Bahkan tanganku tak bisa berhenti gemetar.     “Hey, kenapa nunduk terus? Tatap aku.” Aku tersentak ketika pemuda itu memegang daguku. Tangan
Read more
CHAPTER 2 Cowok Berlesung pipi
Aku selalu tenang ketika berada di toko buku. Musik yang mengalun merdu, suara kertas-kertas yang bergesek ketika para pengunjung membolak-balikkan halaman buku, serta yang paling kurindukan ialah aroma buku baru. Semua itu membantuku mengalihkan pikiranku yang menyedihkan serta sedikit menghilangkan rasa kesepianku. Orang tua serta kakakku mungkin memenuhi segala kebutuhanku. Apa yang aku minta juga selalu mereka penuhi. Namun, tidak dengan kebutuhanku akan kasih sayang. Mereka semua selalu sibuk. Oke, sepertinya aku belum mengenalkan diriku secara layak. Sekarang perkenalkan, namaku Naraya Venetia Kalandra, anak terakhir dari dua bersaudara. Usiaku dua puluh dua tahun, baru lulus kuliah beberapa bulan yang lalu, dan aku seorang pengangguran. Aku memiliki kakak laki-laki bernama Gammaliel Kalandra, tetapi aku memanggilnya Gamma. Dia tujuh tahun lebih tua dar
Read more
CHAPTER 3 Terbawa Perasaan
Satu bulan berlalu setelah pertemuanku dengan Orion di toko buku. Tak ada kabar apa pun darinya—baik lewat pesan atau telepon. Sosoknya kian hari terasa semakin tak nyata saja. Aku terkadang mempertanyakan pertemuan kami benar-benar terjadi atau tidak. Bagaimana kalau yang terjadi pada hari itu hanya halusinasiku semata? Apa itu berarti kalau aku sudah mulai gila? Satu-satunya yang menjadi peganganku ialah pesan yang pertama sekaligus terakhir kali ia kirimkan padaku. Sering kali terpikir olehku untuk mengirim pesan terlebih dulu, tetapi segera mengurungkannya. Aku tidak ingin mengganggu ataupun membuatnya merasa risih. Aku tak mau dia menganggapku seorang fanatik. Jadi, yang bisa kulakukan hanya terus menunggu pesannya siang malam. Lagi pula, memangnya aku ini siapa? Aku cuma seorang penggemar dan dia akan selamanya menganggapku begitu. Tidak akan ada yang berubah di  antara kami.
Read more
CHAPTER 4 Sudah Punya Pacar Belum?
    Pokoknya kamu harus ada di tempat yang sudah aku sediakan. Di tempat itu, aku bakal bisa lihat kamu dengan jelas dari atas panggung.     Konser sudah berlangsung hampir satu jam. The Stargazers sudah menyanyikan beberapa lagu dari album baru mereka. Jeritan dan pekikan para penggemar memekakkan telinga. Di konser ini, kami para penggemar seolah menyatu meski tak saling mengenal. Kami semua berteriak, berjingkrak-jingkrak, serta menyanyi bersama.     Kali ini, giliran Orion yang tampil menyanyikan lagu solonya. Ia memakai jas berwarna putih. Rambutnya disisir rapi ke belakang. Wajahnya tampak begitu ten
Read more
CHAPTER 5 Kata Papa, Ini Demi Kebaikanku
Tanpa menunggu Papa dan Mama, aku langsung berlari masuk ke rumah begitu mobil berhenti. Aku mengabaikan panggilan mereka. Mataku terasa panas. Dadaku sesak seakan ada yang menimpakan beban berat di atasnya. Jantungku berdentam-dentam menggedor rongga dadaku seolah akan meledak. Darah menderu di telingaku. Marah, sedih, kecewa, sakit, entah perasaan mana yang lebih kuat untuk saat ini. Mereka berbohong! Mereka sudah memperdayaku! Mereka mengkhianatiku! Aku masuk ke kamar, lalu membanting pintu dan menguncinya. Setelah itu, tangisku pecah. Aku menjerit, berteriak, dan meraung. Mengapa mereka tega melakukan ini padaku? Aku dan Xabi bersitatap cukup lama. Sudah empat tahun kami tidak bertemu semenjak kejadian itu
Read more
CHAPTER 6 Pelarian
Butuh waktu beberapa saat sampai aku mampu untuk menghentikan tangisku dan tubuhku berhenti gemetaran. Ketika berusaha bangkit, kakiku agak goyah. Kutatap pintu kamarku yang tertutup. Aku menghela napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Aku tidak bisa menerima perjodohan konyol ini. Aku akan pergi. Kumasukkan beberapa potong pakaian ke koper. Juga dompet berisi kartu ATM, kartu kredit, kartu identitas, paspor, serta beberapa lembar uang tunai. Kumasukkan dompet itu ke tas selempang kecil yang kemudian kusampirkan di pundakku. Kulepaskan cincin pertunanganku dengan Xabi, serta perhiasan yang tadi kupakai. Aku juga mengganti sepatuku karena sangat tidak praktis jika harus melarikan diri memakai sepatu setinggi sepuluh sentimeter. Aku melongok ke luar kamar—mengamati keadaan. Gelap. Setelah sudah memastikan kalau situasi benar-benar aman, kuraih koper, lalu mengendap-endap keluar.
Read more
CHAPTER 7 Perasaan yang Sama
“Ra, kamu sakit?” tanya Orion.     Aku menggeleng. “Nggak, kok,” kataku sembari memaksakan senyum.     “Tapi kamu pucat banget, lho,” satu tangannya terulur menyentuh keningku, sedangkan tangan lainnya memegang kemudi. Bibirnya mengerut. “Kamu demam, Ra. Kita ke dokter, ya?”     “Nggak perlu. Sebelum pergi aku sudah minum obat,” kataku. Aku tidak berbohong. Aku bangun tidur dengan kepala berdentam-dentam. Pipiku agak bengkak, dan mataku tak kalah bengkaknya. Aku meminta kepada layanan kamar untuk mencarikanku obat pereda nyeri. Pihak hotel menawarkan untuk memanggilkanku ke dokter, tetapi kutolak. Setelah minum obat, kemudian tidur lagi selama beberapa j
Read more
CHAPTER 8 Rencana Selanjutnya
    Pemuda itu selalu bertanya-tanya, kalau karma memang ada, mungkinkah situasi yang dialaminya saat ini merupakkan salah satu karmanya? Dengan segala yang sudah ia perbuat, bukan tidak mungkin jika Tuhan sedang memintanya untuk mulai membayar dosa-dosanya. Namun, dia bahkan sudah tidak percaya bahwa Tuhan itu ada. Jika Tuhan memang ada, ke mana Dia ketika ia membutuhkannya? Ke mana Dia ketika hidupnya perlahan-lahan hancur? Ke mana Dia ketika ia berdoa dan menangis memohon pertolongan-Nya? Pemuda itu membenci-Nya. Dulu, pemuda itu merupakan seorang hamba yang begitu taat. Namun, apa gunanya jika Tuhan yang ia sembah justru berpaling darinya pada saat-saat terendah dalam hidupnya? Tuhan sama sekali tidak peduli kepadanya.    
Read more
CHAPTER 9 Jangan Membuatku Menangis
Perempuan pegawai toko yang kumasuki membantuku untuk melarikan diri dari pemuda itu. Dia menyarankan supaya aku berganti pakaian, sehingga aku meminta tolong kepadanya untuk membelikan pakaian untukku. Sekitar dua puluh menit kemudian, dia kembali membawa satu set crop hoodie dan celana pendek berwarna ungu, serta sebuah topi. Rambutku yang tadinya dicepol di atas kepala sekarang dibiarkan tergerai begitu saja untuk menutupi sisi wajahku.     Aku berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada para pegawai toko itu karena sudah mau repot membantuku dan mereka berkata bahwa akan membantu siapa pun yang berada dalam situasi berbahaya sepertiku. Mereka tidak tahu kalau sebenarnya aku tidak sedang dalam bahaya—tidak sepenuhnya benar. Aku bukan kabur dari penjahat, melainka
Read more
CHAPTER 10 Ketakutan Terbesar
Pemuda itu mungkin berpikir aku tidak menyadari keberadaannya.  Dia mengira kalau aku tidak tahu bahwa dia sudah mengawasiku seharian dan melaporkan segala kegiatanku—mungkin kepada kakakku. Begitu juga rekan-rekannya yang lain selama seminggu ini. Aku tahu kalau kakakku khawatir aku akan kabur lagi. Aku ingin menegur mereka dan mengatakan bahwa aku tidak suka dikuntit seperti itu. Aku tidak suka privasiku dilanggar. Namun, setelah kuperhatikan, mereka selalu menjaga jarak dariku meskipun jarak mereka tidak pernah lebih dari sepuluh meter dariku. (Pengecualian ketika aku sedang berada di kamar.)     Tidak ada yang istimewa dengan kegiatanku selama di hotel. Hanya makan, membaca buku, menonton televisi, merenung, tidur, dan sesekali pergi ke mall untuk melepas penat. Gamma belum mengunjungiku sejak pertemuan kami seminggu yang lalu dan aku tidak me
Read more
DMCA.com Protection Status