Compartir

Bab 49

Autor: Lilis
last update Última actualización: 2025-09-03 17:55:37

“Pengawal sepertimu, sebenarnya untuk apa berada di sini?”

Suara Lin Yue terdengar datar.

Namun menohok.

Seperti cambuk yang tersembunyi di balik kelembutan.

Pengawal Pangeran Mo menelan ludah.

Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.

“Pangeran Mo ingin makan, jadi… saya datang untuk meminta makanan untuk beliau.”

Ucapannya tersendat.

Seolah setiap kata adalah duri.

Lin Yue menahan senyum tipis.

Alasan yang buruk.

Mereka pikir bisa menekan orang-orangku dengan dalih sepele?

Matanya berkilat dingin.

Seperti menimbang berapa lama lagi ia harus bersabar.

“Kalau begitu dengarkan baik-baik.

Jangan pernah memarahi, apalagi membentak orangku.

Sedikit pun tidak kuizinkan.

Bahkan para pelayan di sini, tidak akan kubiarkan ditekan oleh siapa pun.

Apalagi olehmu.”

Pengawal itu menunduk dalam-dalam.

Tak berani menjawab.

Lin Yue melirik Qingyan dan Lan Ruo.

Sekilas, ia melihat ketakutan masih menggantung di wajah keduanya.

Mereka sudah terlalu lama diperlakukan rendah.

Mulai hari ini, siapa p
Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Capítulo bloqueado

Último capítulo

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 193

    Tanah kembali bergetar—lebih berat dari sebelumnya. Langkah-langkah yang teratur namun masif membuat getaran menyebar ke seluruh permukaan tanah. Daun-daun kering berjatuhan, ranting-ranting rapuh bergoyang dan patah saat getaran itu merambat sepanjang hutan. Yan Yan menelan ludah keras-keras. “Kalau kita dengarkan baik-baik… jumlah kakinya banyak sekali.” Wajahnya pucat, matanya menatap Lin Yue dan yang lainnya penuh waspada. Su Feiyan mencoba tersenyum—gagal. “Yah… kita harus siap. Entah aku masih bisa bernapas setelah ini atau tidak.” Perkataannya saja sudah cukup menggoyahkan langkah semua orang. Wei Jun mengangkat pedangnya. Tubuhnya masih gemetar dari luka pertempuran sebelumnya. “Sial… bahkan lukaku belum sempat sembuh.” Kabut dingin merayap di antara pepohonan, begitu tebal seolah memiliki nyawanya sendiri. Deru napas berat terdengar dari balik gelap. Bukan satu— Bukan dua— Tapi banyak. DUUM. DUUM. DUUM. Rong Xue memucat. “Ada tiga… tidak, empat… tidak… lebih!”

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 192

    Dari balik pepohonan, muncul sosok raksasa bertanduk patah. Simbol merah di tubuhnya berdenyut seperti bara, dan setiap napasnya membuat udara terasa panas. Qingyan langsung menegang. “...Itu Penjaga Level Dua. Tidak seharusnya ada di sini.” Lin Yue mengangkat pedangnya, menatap makhluk itu tanpa gentar. “Kalau begitu… sepertinya kita masuk ke masalah yang jauh lebih besar.” Makhluk itu maju selangkah—tanah bergetar, daun beterbangan, dan dua pohon di belakangnya roboh begitu saja. Keheningan singkat tercipta. Satu hal jelas: Kemunculan Penjaga Level Dua di area Level Satu berarti ada sesuatu yang benar-benar tidak beres dalam ujian ini. Penjaga itu menggeram. Suaranya seperti batu runtuh. Dalam sekejap— DUAR! Lengannya yang besar menghantam udara. Serangan itu lewat hanya beberapa inci dari kepala Lin Yue,hanya angin nya saja membuat kulitnya sakit apalagi jika terkena pukulan penuh darinya. Qingyan melompat ke depan, trisula berputar membentuk pusaran api ti

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 191

    Kabut pagi itu terasa berbeda. Lebih tebal, lebih berat… seolah udara sendiri menolak untuk dihirup. Lin Yue berdiri di tepi perkemahan, jubahnya berkibar pelan diterpa angin dingin dari arah utara. Di kejauhan, langit tampak bergetar—sebuah pusaran cahaya perak muncul di atas hutan, memantulkan kilatan halus seperti serpihan kaca. “Qingyan…” bisiknya. Qingyan sudah berdiri di sampingnya, mata birunya memantulkan kilau dari pusaran itu. “Tandanya muncul.” Beberapa anggota kelompok lain juga mulai keluar dari tenda mereka, menatap langit dengan wajah tegang. Suara berat dan bergema terdengar di udara, seperti datang dari segala arah sekaligus: > “Mereka yang masih hidup hingga kini… bersiaplah melangkah ke Level Lima.” “Di Hutan Jiwa Purba, yang akan kalian hadapi bukan iblis, bukan manusia, tapi jiwa kalian sendiri.” Suara itu lenyap, digantikan oleh gemuruh rendah. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, pepohonan menjulang mulai memendarkan cahaya samar kehijauan. Kabut beruba

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 190

    Beberapa hari berikutnya, mereka memulihkan tenaga sepenuhnya. Mo Ruochen memperbaiki formasi pelindung, Rong Xue dan Yan Lu’er berburu makanan ringan, sementara Feng Qirui dan Han Li mengawasi area sekitar. Suasana perlahan kembali normal, meski sisa aura pertempuran masih terasa di udara. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Pagi berikutnya, saat mereka melangkah lebih dalam ke hutan, pepohonan berubah semakin besar dan gelap. Cahaya matahari hampir tak mampu menembus dedaunan tebal di atas kepala mereka. Suara-suara langkah berat dan bisikan samar terdengar di antara kabut. “Berhenti,” bisik Rong Xue tajam. “Ada orang.” Tak lama, dari balik kabut muncul sekelompok orang lain—jumlah mereka sekitar sepuluh, mengenakan jubah berbeda dengan. Mereka tampak sama lelahnya, tapi mata mereka penuh kewaspadaan. Feng Qirui mengerutkan kening. “Kelompok lain dari perguruan kita…” gumamnya pelan. Salah satu dari mereka, pria bertubuh tinggi dengan rambut perak, melangkah maju sam

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 189

    Lembah itu sunyi. Kabut hitam perlahan memudar, meninggalkan bekas kehancuran yang membentang sejauh mata memandang. Pohon-pohon tumbang, tanah retak seperti jaring laba-laba, dan udara masih berbau darah serta abu iblis. Di tengahnya, tubuh-tubuh para pemburu iblis tergeletak tak berdaya. Rong Xue pingsan di atas pecahan es miliknya sendiri, bibirnya membiru. Wei Jun terkapar dengan dua pedang masih tergenggam erat, dadanya naik turun lemah. Han Li bersandar di batu besar, tombaknya patah jadi dua. Su Feiyan terkulai dengan tangan penuh luka bakar akibat percikan racun balik. Chen Yuhao, Mo Ruochen, Feng Qirui, Bai Lian, Yan Lu’er… semuanya jatuh, bahkan napas mereka nyaris tak terdengar. Dan di pusat medan itu, Lin Yue berdiri bersandar pada pedangnya yang masih menancap di tanah. Darah menetes dari pelipisnya, wajahnya pucat seolah kehilangan seluruh Qi di tubuhnya. Ia mencoba melangkah, namun lututnya goyah — dan akhirnya tubuhnya jatuh, perlahan, menimbulkan suara lembu

  • Kebangkitan Sang Putri Terbuang   Bab 188

    Ledakan demi ledakan mengguncang lembah. Petir, api, es, dan racun bertabrakan dengan aura hitam Ravan — tapi tak ada yang mampu menembus pertahanannya. Rantai iblis itu berputar liar, menebas udara seperti cambuk dari neraka. Setiap kali diserang, luka di tubuhnya menutup kembali, dan energi kegelapan justru bertambah kuat. “Dia menyerap Qi dari kita!” teriak Bai Lian dari belakang, wajahnya pucat. “Setiap kali kita menyerang, dia tumbuh semakin kuat!” “Teruskan!” Lin Yue berteriak, pedangnya menyala putih keperakan. “Jangan beri dia waktu mengisi kembali kekuatannya!” Rong Xue menurunkan dinding es baru, tapi rantai Ravan menghancurkannya dalam sekali tebas. Es itu meledak menjadi serpihan tajam yang melukai wajahnya. Han Li mencoba menahan rantai berikutnya dengan tombaknya, namun kekuatan benturannya membuat tulangnya retak. Ia terpental jauh, menabrak pohon besar. “Han Li!” teriak Su Feiyan, berlari menolongnya, tapi Ravan sudah menembakkan semburan Qi hitam yang membuat

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status