Dari jauh, aku terus-menerus memerhatikan Rania yang kata Mama seperti bawaan bayi. Tapi mana mungkin, soalnya perut Rania terlihat kempes.”Mana ada perut yang kempes ada bayi di dalamnya," bisikku pada Mama. "Bisa saja memang baru beberapa minggu, kan?" ucap Mama mantap.Kali ini aku setuju dengan yang Mama katakan. Benar, bisa saja dia sedang mengandung anakku. Tapi kan kita sudah tidak ada hubungan apapun, karena kita juga sudah beberapa bulan tidak berhubungan.Tapi Mama tidak tahu, dia pikir hubunganku dengan Rania sama seperti rumah tangga orang lain. Padahal tidak.Sebelum Rania pergi, kita memang sudah tidak tidur di satu tempat tidur. Jadi mana mungkin Rania hamil. Ditambah lagi dengan perut yang begitu rata, aku rasa mustahil.Berhubung Pak Dirga masih belum kelihatan, segera aku berjalan cepat ke arah Rania yang duduk sendirian.Sepertinya dia butuh teman."Dilarang melangkah lagi!"Suara bariton Pak Dirga terdengar menggelegar ketika aku hendak melangkah ke arah Rania. H
PoV Rania"Bayi ini sangat mirip dengan Papanya, sungguh bagaikan pinang dibelah dua," ucap Bibi Nesya. Adik dari papanya Mas Dirga yang sudah meninggal. Tentu saja di tahu sejarah aku hamil sampai melahirkan.Jadi dia sengaja menyinggung tentang Mas Riko di depanku.Brakkk ... Mas Dirga membuka pintu dengan keras hingga membuat kita terkejut.Seakan faham kalau Mas Dirga sedang marah, Bibi Nesya pamit keluar. "Suruh dia untuk tutup mulut!" tegasnya sambil tetap menatap Rizky. Bayi mungil yang baru beberapa beberapa minggu aku lahirkan."Aku sudah berusaha sekuat mungkin, Mas. Tapi tetap saja tidak bisa menghentikan mulutnya untuk berkata demikian." Aku hanya bisa menghela napas berat.Bagaimana caranya agar aku bisa membungkam mulut Bibi Nesya agar tidak terdengar orang lain? Karena baik aku ataupun Mas Dirga, sama-sama tidak ingin hal ini terdengar keluar.Rizky tetap anakku, begitu pun Mas Dirga. Dia menganggap anakku adalah anaknya juga. Meskipun aku belum bisa untuk menerimanya
Rasa percayaku kepada Rania seakan runtuh ketika mendengar perkataan Mas Surya. Tapi apa benar bayi itu adalah anakku? Bukan aku tidak mau mengakuinya atau belum siap untuk punya anak, tapi semua ini memang terjadi secara tiba-tiba.Apalagi aku dan Rania sudah lama tidak menjalin hubungan."Aku yakin kalau kau masih ragu. Tapi jika tidak percaya silahkan tanyakan langsung kepada orang yang bersangkutan," jelas Mas Surya.Dapat kutemukan dari tatapannya ada rasa kecewa. Tentu saja.Bagaimana mungkin dia menerima dengan mudahnya ketik wanita yang dicintainya ternyata sedang mengandung anakku. Eh, maksudnya mempunyai anak denganku.Aku memang orang yang beruntung.Hanya saja hatiku berkata itu semua tidak mungkin. Jadi masih harus melakukan beberapa hal untuk mengetahui siapa ayah anak itu.Termasuk melakukan tes DNA.Sudah kuputuskan, aku akan melakukan tes itu. Tapi tidak sekarang, karena aku tidak mau bertindak gegabah.Karena tidak mungkin mereka tanpa persiapan. Semuanya pasti suda
Awalnya aku benar-benar tidak habis pikir dengan cara Mas Surya membawa orang-orangnya dan akan menghancurkan bangunan dengan alat penghancur.Apalagi ketika ketua itu bicara kalau hanya bisa dihancurkan setelah membuka pola di pintu utama. Karena banyak benda dan kabel yang berbahaya kalau menghancurkan paksa tanpa membuka pola.Aku benar-benar tidak menyangka kalau bangunan ini dibuat dengan benda-benda yang sangat mustahil kalau menurutku. Untuk apa ruangan di rumah ini dipasang barang-barang yang begitu tak lajim dan membahayakan.Toh tidak ada orang lain hanya ada keluarga saja.Mas Surya sempat tertegun ketika harus membuka polanya dulu. Bahkan aku melihat kalau keningnya mengerut.Keterkejutan ini bertambah ketikaMas Surya berhasil membuat pola dan membuat bunyi otomatis keluar.'Pintu sudah berhasil di buka.'Setelah beberapa detik, pintu pun terbuka lebar.Meskipun masih ada sandi, sesuai yang dikatakan oleh orangnya Mas Surya, kalau semuanya sudah aman, dan bisa dihancurkan.
Aku terkejut setengah mati dengan tindakan yang Bu Retno lakukan ini. Embel-embel 'Mama' pun juga hilang. Rasanya hati nurani ini menolak untuk berkata yang baik-baik padanya.Tapi berbeda dengan Mas Surya, dia sangat terlihat tenang. "Kembalikan anakku!" teriak Rania dengan mata yang sembab. Entah dari kapan dia menangis, karena penampilannya saja sudah terlihat berantakan."Aku tunggu keputusannya, terserah Tante pilih yang mana. Tapi seharusnya tahu kan jalan terbaik mana yang harus ditempuh?" tanya Dirga dengan dengan tatapan yang sama tenang dari Mas Surya.Sungguh di luar dugaan, kalau ternyata Pak Dirga adalah kakak sepupu kita."Tidak! Aku tidak akan membiarkan kalian mendapatkan kebahagiaan di atas lukaku!" teriak Bu Retno yang menatap kami satu persatu dengan tatapan tajamnya."Atas dasar apa orang lain mempunyai anak laki-laki, sementara aku hanya punya perempuan?" lanjutnya yang terdengar sangat kecewa."Itu semua adalah takdir, aku pun hanya punya Rania. Bukankah dia wan
PoV Rania"Rizky mana, Ma?" tanyaku pada Mama yang sedang membaca sebuah majalah populer."Oh, tadi dibawa Bibi Nesya. Katanya kangen. Padahal baru beberapa hari ya, Ran," ucapnya hanya menoleh sekilas padaku.Deg ... kenapa Bibi Nesya ingin membawa Rizky?Pikiranku mendadak kacau, perasan ini sangat menyakitkan. Bukan aku berpikiran yang negatif terhadap keluarga suami.Bukan.Tapi ini menyangkut keselamatan.Entah kenapa aku selalu ragu kalau Bibi Nesya meminta Rizky. Bahkan dikali pertama saja dia sudah mengecewakan kita.Sekarang apa lagi."Tenanglah, katanya tidak akan lama," ucap Mama lagi tanpa rasa khawatir sedikit pun.Naluri seorang ibu mengatakan kalau ini bukan pertanda hal yang baik-baik saja. Apalagi dia tahu kalau Rizky adalah anak Mas Riko. Bahkan masih menjalin hubungan baik dengan Bu Retno.Sungguh tidak habis pikir dengan pikirannya. Jelas-jelas Bu Retno-lah penyebab di balik kematian beberapa anggota keluarganya."Assalamu'alaikum."Suara salam Mas Durga dan Papa m
Aku terus saja menatap Zein dengan tatapan membunuh. Memang sudah lama aku kesal padanya, apalagi ketika dengan beraninya dia memintaku untuk menjadi seorang istri.Dasar.Padahal jelas-jelas mamanya tidak akan setuju jika aku jadi menantunya. Karena keluarga besar Zein selalu menganggapku sebagai putri kesayangan mereka.Tatapanku semakin tajam ketika Mama dan Papa semakin antusias mendengarkan perkataannya yang sama sekali tidak masuk diakal. Nyesel dulu aku selalu menceritakan tentang diriku yang konyol hanya untuk mendapatkan perhatian Mas Dirga.Dulu aku memang sekonyol itu, sih. Tapi kan sekarang intinya sudah enggak dan Mas Dirga sudah menjadi milikku."Bahkan Rania itu berkali-kali mengancam perempuan yang pernah dekat dengan Mas Dirga," ucapnya dengan dibarengi gelak tawa.Ingin rasanya aku mencabik bibirnya itu sekarang juga.Siapa suruh punya mulut itu pandai berbicara keburukan orang. Ih, bikin kesal saja.Aku tiba-tiba berdiri dari duduk dan menghampirinya. "Cukup! Aku
PoV Rania"Kenapa, Mas?" tanyaku tanpa rasa bersalah. Memang laki-laki itu begini, ya. Ketika dikejar, malah menjauh. Eh, pas ditinggalkan malah mendekat.Ribet, deh.Kucoba untuk mengatur napas yang naik turun. Jangan sampai Mas Dirga tahu kalau aku hanya sekadar melakukan tes. Bisa bahaya."Aku tak suka kamu mendekati istri kakak sepupumu, Riko," ucapnya dengan nada tetap tenang.Masa iya dia masih terlihat adem ayem melihat istri dan anaknya dekat sama mantan suami. Bukankah harusnya kepanasan, ya? Gak tahu lah.Tapi kuyakin di dalam lubuk hatinya yang dalam pasti cemburu."Aku belum mengakui kalau kau adalah kakak sepupuku!" Mas Riko menatap suamiku sengit.Tapi aku tidak keberatan, Mas Dirga memang berhak mendapatkannya. Tadi dia sudah sok manis di depan Anggi."Bodo amat!""Kamu kok gak tanya kenapa Mas gak kerja?" tanya Mas Riko yang bersemangat untuk mendekat."Cukup! Aku suaminya, dia juga gak tanya kenapa aku gak kerja. Ngapain harus tanya anak tengil kayak kamu!" geram Mas