Share

Mas Gagah 2

~LAMARAN MAS GAGAH YANG TIBA-TIBA,MEMBUNGKAM MULUT IBU TIRIKU (2)~

#KETIKA_MAS_GAGAH_TIBA 2

"Aku ke sini bukan mau melamarmu, Wulan. Aku mau melamar Mbakmu. Andini Larasati."

Kalimat itu berhasil menghentikan gerak tanganku di piring. Aku mengernyit dan memasang pendengaran lebih jelas. Apa aku tidak salah dengar?

“Andin, dengar yang tadi dikatakan Nata. Dia bukan mau melamar adikmu, dia mau melamarmu.” Mbak Yuli yang ikut bantu memasak berbisik.

“Iya, Mbak. Aku dengar.”

“Kamu tahu kalau dia datang ke sini untuk melamarmu?”

“Tidak. Kemarin ibu bilangnya mau melamar Wulandari.”

“Sepertinya ada yang salah paham. Ayo menguping lebih dekat!”

Aku dan Mbak Yuli mendekati pintu. Mengintip dan menguping.

Di ruang tamu, banyak orang berkumpul, mereka terlihat saling lirik keheranan.

"Maksudmu apa, Nata?" tanya ibunya Nata.

"Aku ke sini mau melamar Andini, Bu. Bukan Wulandari."

"Apa?"

"Maaf sepertinya ada kesalahpahaman." Bapaknya Nata mengendalikan kondisi yang jadi serba salah.

Jantungku berdebar lebih cepat. Aku pasang telinga lekat-lekat. Melihat gerak bibir pria gagah yang berpakaian batik itu.

"Ibu bilang Nak Nata ke sini mau melamar Wulandari, kok sekarang jadi Andini. Memang bagaimana ceritanya?" tanya bapakku.

"Kemarin dia tanya-tanya tentang anakmu, Pak Galuh. Aku pikir Wulandari, katanya sudah janji mau menikahi."

"Anaknya Pak Galuh itu Andini, kan. Bukan Wulandari?" Nata yang duduk tegak itu mengernyit.

"Dua-duanya juga anak saya, Nak Nata."

“Iya, tapi maksud saya darah dagingnya Pak Galuh. Kalau saya berniat menikahi Wulandari kan bukan Pak Galuh yang jadi walinya. Lagi pula yang jadi Kakak itu Andini. Ibu nih mikirnya kejauhan.”

Kondisi malah semakin tidak jelas. "Maksudnya bagaimana? Coba ceritakan lebih jelas, Nata!" pinta ayah Nata.

Pria gagah itu memperbaiki duduk. Lalu menceritakan semuanya dengan rinci. Sepulang dari kota, dia bilang ke ibunya kalau ingin melamar anak Pak Galuh, mungkin maksudnya aku. Bu Hamidah langsung menyambut antusias dan menyambungkan rencana itu pada ibu tiriku. Ibu tiriku pun sangat bahagia. Bu Sum dan Bu Hamidah yang merempungkan semuanya. Namun, Bu Hamidah salah paham, dikiranya Wulan padahal aku.

"Aduh, malah jadi salah paham. Lagi pula kok kamu mau sama Andini, wong cantikan Wulandari. Sama-sama kerja di kota. Sama-sama sarjana."

"Wong saya sukanya sama Andini, gimana toh ibu ini."

"Ibu lebih setuju sama Wulandari, Nata."

"Ibu saja yang nikah sama Wulandari."

"Sudah lah, Wulandari saja. Andini hanya kuli pasar."

"Mboten, Bu. Aku dulu pernah janji sama Andini mau menikahinya."

Ibu dan anak itu malah berdebat. Seolah tidak menyadari kehadiran calon besan yang menatap bingung pada perdebatan mereka. Bu Sum dan Wulandari sampai ternganga tanpa berkedip. Aku juga sama.

"Jadi maumu apa, Nata?" tanya bapaknya Nata.

"Ya aku ke sini mau melamar Andini. Andini Larasati."

Mereka semua terdiam. Saling lirik keheranan.

"Andini ada, Pak Galuh?"

"A-ada. Tapi...."

"Tapi dia sudah dilamar orang lain. Kamu salah sangka kalau menganggap dia masih sendiri." Bu Sum yang tadi bicara ramah kini terdengar sangat ketus.

Aku meremas pakaian bagian dada. Dahi mengernyit tegang. Kenapa jawabannya begitu? Dilamar? Dilamar siapa? Padahal tadi dia yang bilang aku tidak laku. Aku menatap bapak. Berharap dia membelaku kali ini.

“Sudah dilamar? Oleh siapa?”

“Ada saja. Memangnya kamu harus tahu.”

“Bu…” Bapak memegang lengan Bu Sumarni.

“Diam saja kamu, Pak. Jangan banyak bicara! Yang sendiri di sini tinggal Wulandari. Kalau memang tujuanmu ke sini bukan untuk melamar Wulan, Monggo pergi saja!" Bu Sum melempar pandang judes. Terlihat kecewa pada keluarga Nata.

“Maaf Bu Sum. Nata sebaiknya kita bicara dulu!” Bu Hamidah mengajak Nata menjauh dari kerumunan. Mereka ke depan terlihat berjalan ke samping rumah. Aku segera ke pintu belakang untuk mencari tahu apa yang dibicarakan Nata dan ibunya.

Belum sempat menguping, lenganku ditarik oleh Bu Sum.

“Kamu mau mempermalukan Wulan!” Cengkeraman tangan Bu Sum terasa menancap kulit. Aku sampai meringis.

“Mempermalukan apa, Bu?”

Takut didengar orang lain, kami bicara pelan.

“Kamu pacaran sama Nata, hah! Tau dia ke sini mau melamarmu?”

“Enggak, Bu. Aku gak tahu.”

“Bohong, kamu!”

“Kamu jahat, Mbak.” Wulandari datang dan mendorong pundakku.

“Apa, Wulan?”

“Kamu mempermalukanku. Kamu merebut calon suamiku.”

“Aku tahu saja enggak, Wulan.”

“Bohong, Kamu!” Wulan berurai air mata. Dia mengusap air matanya dan memeluk ibunya. “Aku malu, Ma. Aku gak ikhlas kalau Mbak Andin nikah sama Mas Nata.” Wulan tersedu di dada ibunya.

“Heh, Andini!” Bu Sum kembali mencengkeram lenganku. “Kamu diam di sini dan jangan keluar. Kalau terpaksa keluar bilang sudah menerima lamaran orang lain!”

“Kenapa aku harus nurut? Bukannya tadi ibu yang bilang kalau aku tidak bisa dibanggakan. Sekolah tidak berprestasi, tidak punya kerjaan bagus. Enggak laku sama cowok cuma laku sama tukang ojek. Sekarang kalau ada laki-laki kaya mau melamarku kenapa harus kutolak. Bukanya ini bisa jadi pembuktianku untuk ibu? Bukannya ini sesuai kemauan ibu?”

Lenganku dicengkeram semakin keras. Kuku-kukunya terasa menancap. “Diam kamu!” Bu Sumarni melotot. “Nata hanya layak untuk Wulan, tidak layak untukmu.”

“Layak enggaknya biarkan Nata yang tentukan.”

“Lihat, Bu. Mbak Andin melawan. Aku gak rela kalau Mas Nata nikah sama Mbak Andin. Aku terlanjur jatuh cinta sama dia, Bu. Aku sudah terlanjur berharap dia jadi suamiku.”

“Lihat! Tega kamu menyakiti adikmu?”

Aku menepis tangan Bu Sum. “Sekarang biarkan aku menentukan hidupku sendiri, Bu.”

“Kurang ajar kamu, ya. Diam di sini!” Bu Sum dan Wulandari pergi. Lalu kembali dengan membawa bapak.

Aku menatap bapak dengan sorot permohonan. Berharap dia mementingkan kebahagiaanku kali ini.

“Lihat dia, Pak. Tak mau mendengarkan perkataanku. Wulan terlanjur jatuh cinta sama Nata. Tapi dia tetap mau menerima lamaran Nata.” Lapor ibu tiri.

“Ngalah ya, Andin!”

“Apa, Pak? Bapak bahkan gak nanya apa yang membahagiakan untukku. Yang anak bapak itu Wulan atau aku?”

“Wulan itu adikmu, Andin. Dia saudaramu. Ngalah ya. Bapak bisa carikan kamu jodoh yang lain.”

“Bukan masalah ngalahnya, Pak. Aku udah ngalah dari dulu. Minimalnya bapak itu tanya dong perasaan aku dan kemauan aku. Bukan main perintah begitu saja. Penting gak sih sebenernya aku buat bapak? Kenapa bapak selalu mementingkan kemauan Wulan. Aku yang darah daging bapak. Aku gak punya siapa-siapa lagi selain bapak.”

“Ih, ini anak. Semakin tidak tahu diri kamu. Seharusnya bersyukur kamu sudah kuakui seperti anak sendiri. Lihat tuh, Pak. Begini anakmu. Dia tidak pernah menganggap Wulan saudara. Padahal Wulan sudah mengakuinya sebagai kakak. Aku juga mengakuimu sebagai anak. Kamu diminta berkorban begitu saja masa tidak mau.”

“Bersyukur, Andin. Ada ibu yang mengakuimu, sekarang kamu dengar perintah bapak kalau masih mau diakui sebagai anak. Mengalah pada Wulan. Tolak lamaran Nata.” Bapak memasang wajah lebih serius. Lantas dia pergi dan diikuti istri dan anak tirinya.

Aku mengusap air mata. Patah hati paling parah yang pernah kurasakan adalah kehilangannya seorang bapak.

Dulu, bapakku sangat perhatian dan penuh kasih sayang. Saat ibu masih ada, dia selalu memanjakanku. Bahkan saat beliau menduda, kami hidup berdua dengan amat rukun. Kami saling mengisi diantara kekosongan tanpa adanya seorang ibu.

Sekarang, cinta ayah sudah direnggut seutuhnya oleh wanita lain. Tidak ada lagi sedikit pun tersisa untukku. Aku duduk di lantai dengan air mata yang terus berurai.

Beberapa menit berlalu, aku dipanggil untuk bergabung ke ruang tamu. Aku membersihkan air mata dan masuk pada perkumpulan dengan menunduk. Selain karena masih mengendalikan perasaan, aku juga malu karena memakai pakaian jelek dan tanpa riasan.

“Andini, ini ada Nak Adhinata datang untuk melamarmu,” jelas Bapak.

“Aku dulu pernah berjanji akan menikahimu kalau sudah berhasil, kan, ingat...? Bu Sumarni bilang kamu sudah ada yang melamar, benar?”

Bersambung….

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Putry Ismayanti
yaa allah kasihan
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
ayah kandung,ibu tiri dan saudara tiri sangat jahat..pacar anak tiri juga mau direbut
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status