LOGINdua puluh tahun. Waktu di dalam Lembah Awan Berkabut mengalir seperti air sungai yang tenang, tak terasa namun meninggalkan perubahan yang mendalam. Ling Yue yang dulunya adalaj seorang bocah kurus yang gemetar karena dingin, kini telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang tinggi dan tegap. Wajahnya telah kehilangan jejak kekanak-kanakan, digantikan oleh ketenangan dan kepercayaan diri yang lahir dari kekuatan yang ia genggam. Aura seorang kultivator tahap Ascendant—sebuah pencapaian yang hanya bisa diimpikan oleh para master di dunia luar—menguar lembut dari tubuhnya, terkendali dengan sempurna.
Ling Er juga telah mekar. Gadis kecil yang dulu hanya bisa bersembunyi di belakang punggung kakaknya kini telah menjadi seorang gadis yang anggun dan bersemangat. Di bawah bimbingan Wang Yue yang sesekali memberinya petunjuk, dan dengan energi spiritual murni dari lembah, ia telah berhasil mencapai tahap Core Formation. Rambut hitamnya yang panjang sering kali ia ikat dengan pita sutra saat ia berlatih teknik pedang air yang lembut di tepi kolam, gerakannya seindah tarian bangau. Pagi itu, suasana terasa damai. Ling Yue sedang mengawasi latihan Ling Er, senyum bangga terukir di wajahnya yang tampan. “Gerakanmu sedikit kaku di bagian akhir, Xiao Er,” komentarnya dengan lembut. “Ingat apa yang dikatakan Tuan. Jangan melawan aliran Qi, ikuti saja.” Ling Er cemberut, menyarungkan kembali pedang kayunya. “Mudah bagimu untuk bicara, Kakak. Kamu bisa merasakan setiap helai rumput bernapas. Aku bahkan masih kesulitan merasakan aliran air di bawah kakiku sendiri.” “Kau akan sampai di sana,” hibur Ling Yue, mengacak-acak rambut adiknya. “Kau hanya perlu…” Ucapannya terhenti. Kehangatan dan kedamaian di sekitar mereka tiba-tiba surut, digantikan oleh hawa dingin yang familiar. Keduanya menoleh serempak. Wang Yue telah muncul dari dalam gua, jubah putihnya berkibar pelan meskipun tidak ada angin. Wajahnya tetap tanpa ekspresi seperti dua puluh tahun yang lalu, tetapi tatapannya kini tertuju sepenuhnya pada Ling Yue. “Waktunya telah tiba,” kata Wang Yue singkat, suaranya seperti biasa, datar namun bergema. “Ikut aku.” Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan berjalan menuju bagian lembah yang jarang mereka kunjungi, sebuah jalan setapak yang menanjak curam menuju puncak tebing di sisi barat. Ling Yue bertukar pandang penuh kekhawatiran dengan Ling Er sebelum mengikutinya. Ling Er, dengan cemas, ikut menyusul di belakang mereka. Jalan itu berakhir di sebuah tempat yang aneh dan sunyi. Sebuah dataran tinggi yang tandus di puncak tebing, di mana tidak ada satu pun pohon atau bahkan rumput liar yang tumbuh. Udaranya terasa tipis dan berat pada saat yang bersamaan. Di hadapan mereka, menganga sebuah jurang yang begitu dalam dan gelap hingga dasarnya tak terlihat, seolah-olah itu adalah luka menganga di permukaan bumi. Tempat itu terasa salah. Ling Yue, dengan indra spiritualnya sebagai seorang Ascendant, bisa merasakan bahwa energi di sekitar jurang ini tidak normal. Qi tidak mengalir; ia ditarik, dihisap ke dalam kegelapan di bawah dengan kekuatan yang tak terlihat. Wang Yue berhenti di tepi jurang, tatapannya menembus kegelapan di bawah. “Kamu telah menguasai Langkah Pertama dengan sempurna, Ling Yue. Kamu telah mencapai puncak dunia fana. Tapi itu tidak cukup.” Ia menoleh pada muridnya. “Untuk benar-benar bisa melindungi apa yang berharga bagimu, kamu harus melampaui batas fana. Kamu harus menapaki Langkah Kedua.” Ia menunjuk ke kedalaman yang gelap itu. “Dan ujian pertamamu ada di bawah sana.” Kemudian, ia mengucapkan perintah yang paling tidak masuk akal yang pernah Ling Yue dengar. “Kamu harus melompat ke dalam.” Kata-kata itu menggantung di udara yang tipis, terasa lebih dingin daripada angin puncak gunung mana pun. Melompat? Ling Yue menatap jurang itu, lalu kembali menatap gurunya, mencari jejak lelucon di wajahnya yang sedingin es. Tidak ada. Instingnya, yang telah diasah oleh pelatihan brutal selama dua puluh tahun, berteriak. Kekuatan Ascendant-nya menjeritkan bahaya. Jurang ini bukan hanya jurang fisik. Itu adalah kekosongan, sebuah kehampaan yang secara aktif melahap energi kehidupan di sekitarnya. “Tuan, apa ini?” tanyanya, suaranya sedikit bergetar. “Jurang ini… sepertinya menelan Qi. Aku bisa merasakannya menarik kekuatanku.” “Pengamatan yang bagus,” jawab Wang Yue tanpa emosi. “Ini adalah gerbang menuju Langkah Kedua. Ini adalah tahap di mana kamu harus menghancurkan dirimu untuk membangun kembali. Kamu harus melepaskan segalanya yang kamu tahu—tubuhmu, kekuatanmu, ingatanmu, bahkan identitasmu sebagai Ling Yue. Kamu harus membiarkan Yin, esensi murni dari kehampaan, merasukimu dan melarutkanmu. Hanya dengan menjadi ketiadaan, kamu bisa memahami esensi dari keberadaan.” Penjelasan itu hanya membuat rasa takut Ling Yue semakin menjadi. Melepaskan segalanya? Itu sama saja dengan bunuh diri.“Kakak!” Tiba-tiba Ling Er berlari maju, mencengkeram lengan Ling Yue dengan sangat erat, wajahnya pucat pasi. “Jangan lakukan itu! Aku, aku tidak suka ini! Apakah ini berbahaya, Tuan?” tanyanya, menatap Wang Yue dengan tatapan menantang yang berani. Wang Yue melirik Ling Er. Gadis kecil yang dulu ia anggap sebagai gangguan kini telah tumbuh menjadi seorang kultivator muda cantik yang berani menanyainya secara langsung demi kakaknya. Ada kilatan apresiasi yang sangat samar di matanya sebelum kembali menjadi dingin. “Setiap langkah kultivasi yang nyata itu semuanya berbahaya, gadis kecil,” jawabnya, suaranya tetap datar. “Jauh lebih berbahaya daripada menghadapi seribu monster. Bahaya terbesar bukanlah jurang itu sendiri, tetapi hatinya sendiri.” Ia kembali menatap Ling Yue. “Jika dia ragu sedikit saja saat berada di dalam sana, jika dia mencoba berpegang pada egonya, Yin akan langsung melahap jiwanya tanpa sisa. Ia akan j
dua puluh tahun. Waktu di dalam Lembah Awan Berkabut mengalir seperti air sungai yang tenang, tak terasa namun meninggalkan perubahan yang mendalam. Ling Yue yang dulunya adalaj seorang bocah kurus yang gemetar karena dingin, kini telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang tinggi dan tegap. Wajahnya telah kehilangan jejak kekanak-kanakan, digantikan oleh ketenangan dan kepercayaan diri yang lahir dari kekuatan yang ia genggam. Aura seorang kultivator tahap Ascendant—sebuah pencapaian yang hanya bisa diimpikan oleh para master di dunia luar—menguar lembut dari tubuhnya, terkendali dengan sempurna. Ling Er juga telah mekar. Gadis kecil yang dulu hanya bisa bersembunyi di belakang punggung kakaknya kini telah menjadi seorang gadis yang anggun dan bersemangat. Di bawah bimbingan Wang Yue yang sesekali memberinya petunjuk, dan dengan energi spiritual murni dari lembah, ia telah berhasil mencapai tahap Core Formation. Rambut hitamnya yang panjang sering kali ia ikat dengan pita sutra saat i
Seolah dipanggil oleh kata-kata Wang Yue, beberapa bulan kemudian, langit di atas Lembah Awan Berkabut berubah. Awan hitam yang pekat berkumpul dengan kecepatan yang tidak wajar, mengubah siang hari menjadi senja yang mencekam. Angin mulai menderu seperti raungan binatang buas, dan kilat menyambar di antara awan, bukan dengan kilatan putih, tetapi dengan kilatan ungu yang aneh. Ling Er berlari ketakutan ke dalam pelukan Ling Yue. “Kakak, aku takut! Badainya aneh!” Ling Yue sendiri merasakannya. Ini bukan badai biasa. Udara dipenuhi oleh energi spiritual yang liar, kacau, dan merusak. Wang Yue muncul dari meditasinya dan berdiri di mulut gua, menatap langit dengan ekspresi tenang. “Ini bukan badai biasa,” kata Wang Yue. “Ini adalah Pergolakan Spiritual. Gejolak energi alam yang terkadang terjadi di tempat dengan Qi yang padat. Ini berbahaya, tetapi juga merupakan sebuah kesempatan.” Ia menoleh pada Ling Yue, matanya berkilat dengan intensitas yang membuat Ling Yue merinding
Setelah Ling Yue berhasil menemukan “kompas”-nya, seolah-olah sebuah bendungan di dalam dirinya telah runtuh. Energi spiritual yang tadinya terasa asing dan sulit dijangkau, kini mengalir ke arahnya seperti sungai yang menemukan muaranya. Kemajuan yang ia buat tidak lagi bertahap; itu adalah sebuah lompatan kuantum yang menakjubkan. Dalam satu bulan, di bawah bimbingan Wang Yue yang tanpa henti, ia berhasil menyempurnakan tahap Qi Condensation. Dantiannya yang tadinya hanya pusaran hangat kini telah memadat menjadi sebuah inti Qi yang stabil dan bercahaya. Wang Yue tidak memberinya waktu untuk berpuas diri. Latihan fisik yang brutal dimulai, mendorong tubuh fana Ling Yue hingga ke batas kemampuannya, memaksanya untuk menyerap energi spiritual untuk memperbaiki otot-ototnya yang robek dan tulangnya yang terasa remuk. Tiga bulan kemudian, ia menembus ke tahap Foundation Establishment. Perubahan itu terasa nyata. Ia tidak lagi merasa selemah dulu; tubuhnya ringan, indranya lebih ta
Metodenya memang kejam. Ia bisa saja menggunakan Qi-nya untuk secara paksa membuka meridian Ling Yue dan membiarkannya merasakan aliran energi. Itu akan lebih cepat, lebih mudah. Tapi itu akan menjadi jalan pintas yang berbahaya. Jalan kultivasi dipenuhi dengan iblis batin. Jika Ling Yue tidak bisa menaklukkan iblis pertamanya—keraguan dirinya sendiri—maka ia tidak akan pernah bertahan dari ujian-ujian yang lebih besar di masa depan. Tekanan melahirkan berlian. Jika ia patah hanya karena ini, maka ia memang tidak layak untuk diajari. Pandangannya beralih ke sudut gua, di mana gadis kecil itu, Ling Er, sedang duduk diam, mengamati kakaknya dengan mata penuh kekhawatiran. Wang Yue memastikan gadis itu mendapatkan makanan yang layak setiap hari, yang ia letakkan diam-diam saat kedua anak itu tertidur. Itu adalah tindakan praktis; ia tidak ingin gadis itu mati kelaparan dan menjadi gangguan lain. Namun, melihat kesetiaan dan cinta tanpa syarat di mata gadis kecil itu memicu sesuatu yan
Fajar pertama setelah sumpah itu diucapkan terasa berbeda. Udara di dalam gua tidak lagi hanya terasa hangat dan aman bagi Ling Yue; kini udara itu dipenuhi oleh antisipasi yang berat dan sedikit rasa takut. Ia bangun bahkan sebelum Ling Er, hatinya berdebar-debar karena semangat dan kegelisahan. Hari ini adalah hari pertamanya menapaki jalan untuk menjadi kuat. Hari ini, ia akan mulai belajar. Ia menemukan Wang Yue sudah duduk di atas Lempeng Giok Es Abadi, matanya terpejam, auranya setenang dan sedalam danau beku di puncak gunung. Ling Yue mendekat dengan hormat dan menunggu dalam diam. Ia tidak menunggu lama. Tepat saat secercah cahaya matahari pertama menembus tirai air terjun, menciptakan pelangi samar di mulut gua, Wang Yue membuka matanya. “Duduk,” kata Wang Yue, suaranya datar, memecah keheningan pagi. Ia menunjuk ke sebuah batu datar di seberang kolam. “Pejamkan matamu.” Ling Yue segera menurut, jantungnya berpacu. Ia duduk bersila, meluruskan punggungnya, dan memeja







