Share

Bab 10

Author: Viona
Di Istana Langit Emas, Lyra merapikan ranjang kaisar dan keluar dari ruangan. Tepat saat dia hendak pergi, dia dihentikan oleh Damian yang tersenyum lebar.

"Lyra, apa kamu nggak tunggu Yang Mulia kembali?" Damian berkata sambil tersenyum, "Yang Mulia tadi siang nggak melihatmu, dia sempat marah karena bukan kamu yang merapikan ranjangnya. Dia bahkan nggak tidur siang. Jadi kalau kamu pergi dari istana, bagaimana Yang Mulia nanti?"

Dia mengira Lyra akan tersipu dan merasa bangga karena disukai oleh Kaisar.

Sebenarnya, Lyra justru sedang ketakutan dan ingin segera pergi.

Damian tidak menyerah, dan terus merayunya, "Menurutku, kamu seharusnya jangan keluar istana, tinggal saja di sini untuk temani Yang Mulia. Meskipun Yang Mulia terlihat diam, tapi sebenarnya Yang Mulia nggak bisa jauh darimu walau sebentar."

"Jangan bicara lagi, Tuan Damian!" Raka segera berlari menghampiri dan memegang lengannya. "Pilihan Lyra untuk keluar istana dan berkumpul lagi dengan keluarganya itu sudah benar. Kenapa kamu terus membujuknya untuk tetap tinggal? Orang sepertimu yang sudah dikebiri, walau mau keluar, juga nggak akan bisa!"

"Lepaskan, dasar bocah tengik! Untuk apa kau peluk-peluk aku? Aku memang sudah dikebiri, tapi kau juga sama, 'kan?"

Damian menepisnya beberapa kali, tetapi tetap tidak bisa melepaskannya. Saat dia melihat Lyra pergi, dengan marah dia menendang pantat Raka.

Istana Teratai termasuk dalam Enam Istana Timur. Lyra mengira Kaisar akan kembali dari Istana Teratai melalui Gerbang Langit Emas atau Gerbang Matahari Timur. Jadi agar tidak berpapasan dengannya, dia berjalan menyusuri koridor ke arah barat dan berencana keluar dari Gerbang Surgawi Barat.

Tanpa diduga, dia memang bisa keluar, tetapi begitu keluar dari sana, dia malah bertemu langsung dengan iring-iringan Kaisar.

Lyra langsung terkejut dan segera mundur ke dinding, berlutut untuk memberi jalan.

Kaisar sedang tidak menerima tamu hari ini. Jadi dia mengenakan jubah bercorak naga berwarna hijau tua, ditutupi dengan mantel bulu rubah hitam polos. Dia duduk di kursi tandu yang diangkat tinggi, dan menatap dingin ke arah wanita yang berlutut di salju di dekat dinding.

Para kasim yang membawa tandu langsung mengerti maksud Kaisar, tetapi karena Kaisar diam saja, mereka tidak tahu apakah harus berhenti atau terus bergerak maju.

"Kepala Kasim Toni, kita harus gimana?" Kasim yang menggotong tandu bertanya dengan suara pelan.

Toni juga merasa bingung.

Kaisar meninggalkan putri kecilnya dan bergegas kembali, bahkan mengambil jalan memutar yang panjang melalui Gerbang Surgawi Barat. Dia jelas-jelas ingin mencegat seseorang.

Sekarang mereka sudah bertemu dengan orang itu, tapi dia malah tidak mengatakan sepatah kata pun.

Apa sebenarnya yang dia inginkan?

Saat dia berpikir, Damian muncul dari dalam. Melihat Kaisar datang, dia segera menyambutnya dengan senyum lebar, "Yang Mulia, Anda sudah kembali? Lyra sedang mencari Yang Mulia!"

Jantung Lyra berdebar kencang, dan tangannya tanpa sadar menegang, mencengkeram dua genggam salju.

Rasa dingin yang menusuk menyebar dari telapak tangannya ke seluruh tubuh, tetapi tidak sebanding dengan tatapan Kaisar yang membuatnya gemetar.

Toni tidak menyangka Damian akan mengatakan hal seperti itu, dan diam-diam mengutuk orang itu beberapa kali di dalam hatinya.

Damian sedang menjilat dan mencoba untuk panjat status, bahkan orang bisu yang malang pun tidak luput dari sasarannya.

Dia benar-benar bukan manusia.

Dalam keheningan, Kaisar memberi isyarat dengan tangannya kepada kasim yang membawa tandu untuk menurunkannya. Dia lalu berjalan mendekati Lyra, dan berkata dengan dingin, "Ada apa mencariku?"

Lyra mengangkat kepala dan menatapnya dalam cahaya senja di tengah salju putih.

Dia memang seorang Kaisar yang agung dan berkuasa. Tapi dari sudut ini, dia lebih terlihat seperti gunung yang tinggi dan curam, memberi tekanan luar biasa padanya.

Tatapan mereka bertemu. Lyra sontak menundukkan tatapan matanya dan hendak menggelengkan kepala untuk menyangkal perkataan Damian, tetapi Damian sudah berbicara lebih dulu.

"Yang Mulia, Lyra bilang dia akan meninggalkan istana lusa. Besok adalah hari terakhirnya, jadi dia sudah nggak bertugas lagi di Istana Langit Emas. Makanya dia ingin bersujud kepada Yang Mulia malam ini untuk berpamitan."

Lyra menatap Damian dengan heran, tidak mengerti mengapa dia berbicara omong kosong seperti itu.

Wajah Kaisar langsung berubah dingin, dan dia berkata dengan suara yang dalam, "Kenapa nggak bertugas pada hari terakhir?"

Damian berkata, "Menurut kebiasaan, hari terakhir akan digunakan untuk berkemas."

"Kebiasaan?" Kaisar menyipitkan matanya, tatapannya tidak pernah lepas dari Lyra, "Kenapa aku nggak tahu kalau ada kebiasaan seperti itu di istana? Segala sesuatu harus ada awal dan akhir, kita tetap harus melakukan yang terbaik pada hari terakhir."

Begitu Lyra mendengar hal itu, wajah mungilnya yang sudah pucat karena kedinginan, sontak jadi makin pucat saat ini, dan tubuhnya yang kurus bergoyang lunglai.

Ternyata, itu yang dimaksud Damian.

Dia tahu Kaisar tidak pernah menanyakan hal-hal sepele ini, jadi dia secara khusus menyebutkannya di depan Kaisar sehingga dia dapat terus bekerja di Istana Langit Emas besok.

Mengapa dia melakukan ini?

Selama lima tahun ini, dia tidak pernah menyinggung perasaannya. Jadi mengapa dia ingin menjegalnya di saat-saat terakhir?

Toni juga sangat marah, dan ingin menyumpal mulut Damian dengan kotoran anjing agar dia tidak bisa berbicara omong kosong lagi.

Sepertinya itu adalah salahnya, mungkin Damian menganggap serius ejekan Toni tadi, dan ingin menggunakan Lyra untuk buat Kaisar senang demi menggantikannya sebagai Kepala Kasim.

Toni menatap Lyra dengan penuh rasa bersalah dan melangkah maju untuk menenangkannya, "Yang Mulia, Anda mungkin belum tahu bahwa sehari sebelum para dayang meninggalkan istana, mereka bukan hanya harus berkemas, tetapi juga harus melakukan serah terima tugas, mengurus prosedur, dan mengembalikan pakaian resmi istana. Setelah itu, mereka hanya boleh mengenakan pakaian mereka sendiri yang nggak pantas digunakan untuk melayani Yang Mulia."

Kaisar mengangkat alisnya, matanya masih menatap Lyra.

Pelayan istana tidak diperbolehkan berdandan atau memakai warna-warna cerah. Mereka biasanya mengenakan warna hijau tua di musim semi dan musim panas, dan ungu kecokelatan di musim gugur dan musim dingin.

Selama lima tahun, pakaian istana yang sudah usang itu seperti telah melekat di tubuhnya. Dia tidak pernah melihatnya mengenakan pakaian lain.

"Aku nggak mau dengar alasan-alasan ini. Bahkan kalaupun kamu harus pakai pakaian pribadi, kamu tetap harus melayaniku dengan baik di hari terakhir." Dia berkata dengan dingin, dan melangkah cepat masuk ke Gerbang Surgawi Barat dengan tangan di belakang.

Dia pergi begitu saja. Lyra seharusnya merasa beruntung karena Kaisar tidak mengganggunya, tetapi ketika dia memikirkan hari esok, dia menjadi sangat tertekan.

Sementara Toni menunjuk Damian dua kali dengan perasaan marah, dan pergi mengikuti Kaisar.

Tapi Damian tidak menanggapinya dengan serius. Dia hanya tersenyum pada Lyra dan berkata, "Lyra, kamu dengar sendiri kan? Yang Mulia memintamu pakai pakaianmu sendiri besok. Pada hari terakhir besok, kamu tetap harus melayani Yang Mulia dengan baik. Ini yang disebut ada awal ada akhir."

Lyra bangkit berdiri, menggenggam bola salju di tangannya, lalu melemparkannya dengan keras ke wajahnya, dan pergi tanpa suara.

Damian yang terkena salju pun mengerang kesakitan. Wajahnya terluka, dia pun menyeka wajahnya, menatap punggung Lyra yang berjalan menjauh dan bergumam, "Dasar nggak tahu terima kasih. Aku lakukan ini untuk kebaikanmu sendiri. Kalau nanti kamu sudah jadi selir, kamu pasti akan berterima kasih atas niat baikku."

Selama Lyra berada di istana lima tahun ini, dia jarang marah karena apa pun. Tapi malam ini, Damian benar-benar sudah membuatnya marah.

Dia kembali ke kamarnya, membuka lemari pakaian sederhana di dinding. Lemari itu sudah dibereskan, dan hanya tersisa satu set pakaian berwarna merah muda dengan pinggiran bulu rubah putih dan bermotif sulaman kupu-kupu dan bunga yang masih tergantung di sana.

Pakaian yang dikenakannya saat memasuki istana lima tahun lalu sudah tidak bisa dipakai lagi, dan tidak ada seorang pun di keluarganya yang mengiriminya pakaian baru. Sementara ini adalah pakaian yang diam-diam dikirim oleh Roni beberapa hari yang lalu. Dia bilang, Lyra harus memakainya saat meninggalkan istana.

Model pakaian ini adalah gaya terbaru. Dia belum pernah memakainya. Dia berpikir untuk memakainya pada hari dia meninggalkan istana, agar terlihat segar saat bertemu orang itu, dan memulai hidup baru bersamanya.

Tetapi sekarang, dia malah harus memakainya untuk orang lain terlebih dahulu.

Semakin dia memikirkannya, semakin sedih perasaannya. Dia berdiri di depan lemari pakaian, tanpa sadar air mata mengalir di wajahnya.

Dia telah bertahan hidup selama lima tahun ini tanpa bahaya, tetapi mengapa rasanya begitu sulit di saat-saat terakhir?

Hati Kaisar sungguh sulit ditebak. Apa yang akan terjadi besok?

Dia tidak berani membayangkannya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 475

    Lyra lanjut berkata, "Setelah beberapa saat, ayah dan saudara mereka mungkin akan membenturkan kepala ke tiang dan berjasa sesuatu, lalu mereka akan dipromosikan lagi ke posisi saat ini. Apa yang perlu ditakutkan?"Kirana tiba-tiba mengerti. Mendengar Lyra bercerita tentang pejabat yang membenturkan kepala ke pilar atau semacamnya, dia merasa geli sekaligus tak berdaya. "Hamba masih ada yang nggak mengerti. Bukannya Yang Mulia sudah makan salah satu permen itu? Apa Selir Minda nggak takut mencelakai Kaisar?""Gadis bodoh," Damian mengambil alih. "Mana mungkin semua permen di kantong itu diberi racun? Bisa jadi cuma itu yang bermasalah, dan sudah diberi tanda khusus. Kalau nggak, Putri Andita juga bisa ikut terluka?""Begitu ya."Semakin Kirana bertanya, semakin khawatir dirinya. Dia tidak lagi peduli dengan cara Damian memanggilnya tadi. "Kalau Selir Minda beneran punya niat jahat begitu, dia sangat mengerikan ya.""Seorang ibu yang tega menggunakan putrinya sendiri sebagai bagian dari

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 474

    Sebenarnya Lyra ragu dengan permen itu. Tetapi setelah mendengar pertanyaan Selir Rinda, dia tidak langsung menjawab. Sebaliknya, Lyra bertanya, "Apa Nyonya curiga sesuatu? Putri Andita itu nyawa Selir Minda. Mana mungkin dia rela mempertaruhkan nyawa putrinya sendiri?"Selir Rinda tertawa lagi, "Kau lupa ya. Demi mengeluarkanmu dari istana, dia bahkan tega membuat putrinya kelaparan seharian!"Ekspresi Lyra sedikit berubah, dia mengepalkan cangkir tehnya, lalu berkata, "Tapi Selir Minda makan sendiri permen itu. Kalau ada masalah, mana mungkin dia berani memakannya?""Memangnya dia bisa nggak memakannya?" Selir Rinda tersenyum. "Kalau nggak, dia harus memberikannya pada Yang Mulia. Walaupun Yang Mulia menolak, dia nggak akan berani membuangnya begitu saja. Satu-satunya cara paling aman, ya dia makan sendiri."Lyra tiba-tiba tersadar, "Nyonya, Anda benar. Tapi karena dia berani memakannya sendiri, kalaupun ada masalah, itu pasti nggak berbahaya, kan?"Selir Rinda berkata dengan sungguh

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 473

    Apa maksud Lyra dengan anak Kaisar?Apakah anak itu hanya miliknya?Lyra sudah setuju untuk melahirkan anak itu, jadi mengapa hatinya masih begitu keras?Anak itu sudah berada di dalam perutnya begitu lama, tetapi kenapa belum membangkitkan sedikit pun naluri keibuan dalam dirinya?Padahal Kaisar begitu khawatir kalau Lyra akan mendapat perlakuan buruk, jadi dia bergegas datang untuk membelanya.Namun, Lyra bahkan tidak mengucapkan sepatah kata pun terima kasih, malah mengusirnya dengan ucapannya itu.Sungguh menyebalkan!Kaisar begitu marah hingga dadanya terasa sakit, tetapi dia tidak ingin berdebat dengannya. Dia lalu berdiri, menggendong Putri Andita, dan berjalan keluar. "Andita sayang, ayah akan antar kamu pulang ya."Selir Minda bergegas mengikuti.Selir Yuna yang untungnya tidak ikut di hukum, juga bergegas mengikuti.Yang lain tidak berani berlama-lama, dan buru-buru membungkuk kepada Lyra untuk pamit. Tak lama kemudian, hanya Selir Rinda dan Selir Maura yang tersisa di aula.

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 472

    Bagaimana mungkin Selir Yuna tidak tahu kalau Kaisar sedang melindungi Damian?Dia tahu, tetapi apa yang bisa dia lakukan menghadapi Kaisar yang sudah memutuskan seperti itu?Selama Kaisar tidak balik menghukumnya, dia akan merasa puas.Melihatnya terdiam, Kaisar menoleh ke arah Damian yang berlutut di lantai. Dia berkata, "Baguslah kau setia pada Nyonyamu, tapi kau juga harus tahu batasanmu. Kau perlu memperbaiki beberapa kebiasaan burukmu dan berhenti bicara sembarangan. Setiap selir di istana juga majikanmu. Kalau kau menyinggung salah satu dari mereka, kau akan dihukum berat. Mengerti?"Semua orang berpikir, Kaisar selama ini tidak pernah memberi ceramah kepada pelayan. Dia akan langsung menyingkirkan siapa pun yang tidak disukainya, tetapi ketika menyangkut orang-orang yang dekat dengan Lyra, dia memiliki kesabaran yang tak terbatas. Damian mengerti bahwa Kaisar hanya memaafkannya demi Lyra, jadi dia segera bersujud dengan penuh rasa terima kasih."Hamba berterima kasih atas keba

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 471

    Mata Selir Yuna terbelalak lebar. Dia berkata, "Aku ini pimpinan enam istana. Selama masih menjadi bagian dari istana para selir, semuanya berada di bawah kendaliku.""Bajingan ini sudah memalsukan dekrit Kaisar, kejahatannya nggak bisa termaafkan. Buat apa kau membela seorang pelayan yang cuma membuatmu repot saja?""Tentu saja perlu." Lyra menatapnya tajam, tanpa kompromi. "Kalau hamba nggak bisa melindunginya hari ini, hamba nggak akan bisa melindungi diri sendiri besok.""Lagian, hanya Yang Mulia yang tahu apakah dia sudah memalsukan dekrit atau nggak. Kalau memang ragu, Anda harus bertanya dulu pada Yang Mulia sebelum membuat keputusan akhir.""Memukuli seseorang sampai mati cuma karena satu pernyataan sama sekali nggak menghormati nyawa manusia."Mereka berdua menolak untuk menyerah, dan suasana menjadi tegang.Damian yang dilindungi oleh Lyra, merasakan gatal di hidungnya, dan air mata menggenang di pelupuk mata sipitnya.Setelah bertahun-tahun di istana, menanggung segala suka

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 470

    Semua orang terdiam.Selir Rinda tersenyum dan menenangkan suasana, dia berkata, "Kalau itu rahasia, siapa yang mau membaginya sama orang lain? Sudah, jangan menyusahkan Selir Lyra."Selir Kartika berkata, "Selir Rinda sopan banget. Tapi, kami juga nggak bermaksud menyusahkan Selir Lyra kok. Kami cuma mau tahu rahasia apa yang bisa membuat Yang Mulia sampai begitu.""Yang Mulia sampai mengabaikan kita, bahkan yang bikin bingung, beliau nggak tergerak oleh kecantikan eksotis Selir Maura."Selir Maura yang sedari tadi diam, langsung berubah dingin dan menjawab dengan blak-blakan, "Kenapa kau jadi bawa-bawa namaku? Aku nggak secandu kayak kalian, sampai nggak bisa hidup tanpa pria."Kalimat itu membuat suasana menjadi dingin, dan semua orang terdiam, tak bisa berkata-kata. Lyra baru saja hendak pamit meninggalkan para tamu karena merasa lelah, namun Selir Minda tiba-tiba masuk sambil menggendong Putri Andita. "Kalian sudah datang pagi-pagi sekali. Andita kepanasan jadi nggak mau keluar,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status