Share

Rahasia

Kesibukan Jakarta membuatnya lebih memberikan kekuatan. Karena ia harus berpacu dengan semua pekerjaan yang tiada henti. Hal itu membuatnya sedikit melupakan kekecewaan yang ia alami .

Ia kecewa karena Baskoro telah melupakannya, Ia kecewa karena dahulu Baskoro menuruti saja selembar kertas yang menyatakan mereka bercerai.

Seharusnya Baskoro tidak harus benar-benar menceraikannya karena itu hanya palsu belaka. Ini sungguh membuatnya kecewa karena ternyata sekarang dia hanya mantan baginya.

Sayangnya Intan belum sempat menunjukkan kartu yang tersembunyi itu. Bastian adalah kartu yang belum ia buka di hadapan Baskoro. Tapi karena pernikahannya itu, Intan tidak siap membuat kekacauan.

Intan mengecek berkas-berkas pembangunan jalan yang ada di ruas jalan Merah putih. Karena proyek tahap pertama telah selesai dilakukan. Sejauh ini pekerjaan itu  ditangani Multi Projects Maintenance, sebuah sub kontraktor yang dipercaya Wijaya Group. Intan merasa harus meninjau proyek itu karena bahan baku yang digunakan adalah produk adhesive yang kurang bagus. Ia tidak ingin untuk proyek kedua mereka menggunakan bahan itu lagi. Intan meminta sekertarisnya menyiapkan pakaian untuk ke lapangan dan juga peta pembangunan serta beberapa berkas bahan bakunya.

Proyek itu tidak terlalu jauh dari gedung Wijaya Group, tetapi tidak bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Dengan rambut terikat dan topi yang melindunginya dari terik, Intan berjalan bersama beberapa pegawai perusahaannya dan melihat hasil pekerjaan MPM itu. 

" Saya ingin bertemu penanggung jawabnya Pak!"Intan bertanya kepada salah seorang pegawai MPM. Pegawai itu tergopoh menunjukkan jalan menuju kantor proyek .

"Silahkan Ibu, beliau ada disana." Jelasnya sambil memberi isyarat tangan ke suatu arah. Intan mengikuti saran bapak tadi menuju seorang pria yang sedang disibukkan dengan beberapa lembar kertas dimeja kerjanya. Tapi intan sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Itu sungguh sosok seorang pria yang mengintimidasi dirinya tempo hari.

Hampir saja Ia berlari dan ingin meninggalkan tempat itu.

Tapi siapakah dia ?

Apa yang terjadi kalau ia lari karena seorang pria? Itu tak mungkin Ia lalukan. Tenanglah Intan!!

Intan bergidik. Kakinya terseok karena batu yang ia injak cukup besar. Ah... membuatnya semakin ciut. Tapi aku harus tenang. Tak ada sesuatu pun antara dirinya dengan pria itu.

"Selamat siang, kami dari pusat Pak!" Sekertaris Intan menyapa pria itu.

Setengah terkejut dengan kedatangan mereka Baskoro berdiri menyalami mereka. Pada saat itulah tangan Baskoro menyalami Intan dan membuatnya terperangah sesaat setelah beradu pandang.

Dengan keramahan yang dibuat-buat Baskoro mempersilahkan rombongan Intan untuk duduk di aula tamu. Aula itu hanya berukuran dua kali tiga meter persegi. Kursi plastik mengitari sebuah meja rendah. Sepertinya ruangan itu dipakai untuk rapat lapangan.

Mau tak mau Intan harus duduk lebih dekat dengan Baskoro. 

"Mohon maaf, saya akan melihat elemen yang digunakan untuk membuat adukan injeksi beton ini!" Intan menjaga sikapnya sedemikian rupa seakan tak ada sesuatu pun diantara dia dan pria dihadapannya.

Intan tidak tahu pasti apakah sikap itu benar. Tapi sebagai pimpinan, Intan tak harus terlihat membawa masalah pribadi bukan? Siapa yang tahu diantara mereka ada sesuatu?

Baskoro mengambil beberapa bundel data yang diperlukan dan meletakkannya di hadapan Intan. Intan sibuk dengan meneliti aplikasi bahan itu. Sementara Baskoro sesekali melirik wanita di hadapannya itu.

Beberapa hari yang lalu, wanita ini menangis dan menghiba seakan matanya terbuat dari kran air. Dan sekarang dia bahkan lebih berwibawa dari seekor singa. Memang wanita ini sangat pandai bersandiwara. Jantung Baskoro seakan meletup letup tak bisa diprediksi, dia terus melambung.

"Kinerja yang sangat buruk!" suara CEO Wijaya Group menggema di ruangan sempit itu. Intan mencoret beberapa bagian yang dirasa perlu.

"Meskipun proyek ini tidak terlalu besar, setidaknya Anda berkomitmen untuk memakai bahan baku yang standar. Dan ini adalah aplikasi yang saya sarankan!" Intan sedikit membanting berkas itu di hadapan Baskoro. Tentu saja apa yang membuatnya melambung tadi terhempas sekaligus.

"Tolong setelah memperbaikinya serahkan langsung ke kantor pusat untuk surat rekomendasi. Dan jangan lupa untuk menyerahkannya sendiri!"

Intan mengakhiri pertemuan mereka dan pergi bersama rombongannya.

Sesaat Baskoro melihat coretan Intan sambil menunggu mereka semua keluar ruangan. Baskoro berdiri dan menendangi kursi kursi plastik itu.

"Brraakk!"

"Dasar Singa betina!" Baskoro sangat murka. Bagaimana tidak, Intan sengaja mempermalukan dirinya dihadapan para pegawainya yang ada diruang rapat itu.

Belum puas kakinya menghantam kursi, dia membuang berkas berkas-berkas di atas meja hingga berserakan.

Sementara Intan telah keluar bersama karyawannya, lalu iapun duduk didalam mobil sambil tersenyum-senyum sendiri.

"Kali ini aku akan membuatmu datang menemuiku, kamu akan tahu apa yang sebenarnya terjadi."  Intan membatin.

Pertemuan yang tak pernah Intan sangka-sangkaa bahkan datang tanpa diminta? Bukankah itu takdir?

####

Baskoro menemui Intan dikantornya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kemarin. Sedikit gugup memang. Tapi dia sudah mempersiapkan diri sepenuhnya untuk bersikap wajar.

Gedung 25 lantai itu tidaklah terlalu menjulang. Tapi untuk ukuran kantor property dan bukan hotel tentu itu sangat luar biasa. Usaha kontruksi Wijaya Group memang tergolong sukses dan selalu memegang tender-tender besar di Jakarta.

Seorang customer servis membawanya kelantai tiga. Sepertinya sudah ada catatan untuk nya karena sangat mudah baginya untuk menemui pimpinan mereka.

Baskoro mengetuk pintu.

"Masuk!" Terdengar suara dari dalam. Baskoro melangkah kedalam dengan tentang.

"Silahkan duduk!" Baskoro menuruti perintah wanita itu dan duduk dihadapannya.

Dengan segera Baskoro menyerahkan berkas yang kemarin diminta Intan. Dan Intan melihat berkas itu satu persatu.

Selagi Intan memeriksa berkas miliknya Baskoro mengitari ruangan yang artistik itu. Ruangan yang cukup bagus dan estetis. Lukisan lukisan dengan tema konstruksi menghiasi ruangan itu. Beberapa pot tanaman hias tertata di sisi dinding kaca. Tapi ada pemandangan yang membuatnya penasaran yaitu sebuah bingkai foto yang berisikan beberapa foto.

Foto itu dengan pemandangan latar belakang pohon Pinus yang bersalju, jelas tidak mungkin diambil di Indonesia. Kemungkinan besar di ambil di Australia. Beberapa Foto menampilkan Intan bersama seorang anak kecil berusia sekitar empat atau lima tahun sedang berpose sangat bahagia.

Karena penasaran Baskoro melangkah mendekati foto tersebut. Semakin lama melihatnya Baskoro seakan melihat dirinya semasa kecilnya. Manik mata coklat gelap dengan rambut ikal itu sangat mirip dengan dirinya. Meskipun ia juga tertarik dengan pose-pose Intan, tapi senyum bocah itu lebih menyita perhatiannya.

"Siapa bocah ini?" Baskoro bergumam. Dengan keheningan diruang itu tentu saja suara itu cukup nyaring. Intan hanya melirik.

"Maaf Bapak Baskoro, berkas sudah selesai saya periksa dan rekomendasi pengambilan bahan di gudang sudah saya tanda tangani. Silahkan bapak ambil dan maaf saya akan segera ada rapat pagi ini..." 

"Bahkan mengusirku?" Baskoro berbicara pada dirinya sendiri. Ia seakan salah tingkah.. 

"Apa peduliku?!" omelnya.

Intan melihat gelagat Baskoro yang ingin tahu. Baskoro melihat Bastian. Dia telah melihat darah dagingnya tanpa ia sadari? Intan tersenyum.

Tidak! Mana mungkin Intan berani memajang foto Bastian di gedung itu? Bastian adalah rahasia terbesar dalam hidupnya. Semata-mata karena ia ingin Baskoro melihatnya. Dan Intan berhasil. Baskoro bahkan bertanya siapa bocah lucu itu. Intan termenung, apa lagi yang harus ia lakukan kalau Baskoro ternyata tak perduli dengan Foto itu ?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status