“Wuri, Wur, Wuri,” panggil Ifan, tangannya memutar handle pintu yang sudah tertutup. “Wur, buka pintunya. Pembicaraan kita belum selesai. Wuri!”Ceklek!Di kamar sebelah, tepatnye di kamar milik Taka. Pintunya terbuka dari dalam, dibuka cukup lebar. Cowok berambut pirang itu mendudukkan pantat di ambang pintu dengan satu kaki yang ada di luar. Satu tangannya menghidupkan korek dan membakar rokok yang terselip di bibir. Sempat melirik Ifan sebentar dan setelahnya memilih menatap ponsel dan mulai main game.Ifan mendengus melihat Taka di tempat yang mungkin hanya berjarak satu meter dengannya. Mau teriak manggil istrinya atau mau ngomongin masalah mereka, Ifan jadi nggak enak.“Wuri, besok pagi aku ke sini lagi,” putus Ifan, lalu melangkah melewati Taka yang terlihat tak terganggu.“Yeah! Kalah kan lo!”Ifan menoleh saat mendengar ledekan itu, hanya bisa menahan rasa kesalnya karna Taka terlihat fokus memainkan game. Ya, mungkin lagi ngeledekin lawan main gamenya, kan?Ifan melanjutkan
Pukul 6.10am Wuri menatap pantulannya di kaca persegi panjang yang memang menempel di tembok samping pintu. Lalu tangannya sibuk mengikar rambutnya di belakang dengan rapi. Mengambil parfum yang harganya murah, belinya pun milih pas ada diskon. Wuri keluar kamar setelah parfum itu dia semprotkan ke baju seragamnya. “Mbak, pinjem hape bentar. Mau bales chat temen, penting banget, tapi kuotak gue habis. Gue juga nggak ada pulsa.” Baru aja satu kaki melangkah keluar kamar, Wuri sudah disambut dengan curhatan Taka. Dengan berat hati dia membuka tas dan menyerahkan barang tipis itu. Membiarkan saja Taka mengusap-usap layar ponselnya, dia memilih menutup pintu dan menguncinya. “Ntar pulang jam berapa, mbak?” tanya Taka, mengembalikan ponsel Wuri. Wuri menerima ponselnya, menggelengkan kepala karna dia juga nggak tau akan pulang jam berapa. Tanpa kata dia beranjak, ngeloyor menuju tangga dan menuruni anak tangga. Ddrrt …. Wuri menatap ponsel di dalam genggaman, ada chat yang masuk. Jar
Wuri mengambil ponsel setelah bel tanda waktu kerja selesai berbunyi. begitu mengaktifkan ponselnya, beberapa notifikasi chat langsung berbondong masuk. dia diam sejenak, memerhatikan layar yang berkedip dan terus bergetar. Setelah ponselnya diam, Wuri mulai membuka aplikasi chat dan membaca chat dari paling atas.[Wur, pulang ya, sayang][aku kangen kamu, Wur][nanti malam aku jemput ya, Wur][aku udah terlalu terbiasa ada kamu. Kalau kamu nggak ada, hidupku nggak sempurna. Pliis, pulang, Wur][aku janji nggak akan lagi mengulangi kesalahanku dan nggak akan lagi bikin kesalahan yang lain]Wuri mendesah dan menjatuhkan punggung ke sandaran belakang. Memilih keluar dari chat roomnya dengan suami. Dia langsung masuk ke chat di bawahnya. ‘Selingkuhan Ganteng’Belum baca chatnya, tapi baca nama kontaknya udah ketawa duluan.[mbak, temenin beli teve sama kipas angin.][cepet pulang, gue udah nungguin]Tanpa sadar Wuri tertawa kecil membaca chat dari Taka. Cuma baca chatnya, tapi dibayangan
Motor matik Wuri berhenti di depan toko elektronik, tepat di samping motor Taka. Wuri melepas helm, mengikuti langkah kaki Taka yang masuk dan melihat barang-barang yang ada di teras toko.“Mbak, paling awet yang merk apa ya,” ucapnya, meminta pendapat dengan melirik ke arah Wuri.Wuri mendekat, menatap beberapa merk kipas angin yang berjajar di bagian depan toko. “Kalau yang awet sih aku paling suka merk miyiki ini. Cuma … mending yang murah aja deh, biar pengeluaran juga nggak bengkak. Eh, merk Noko juga bagus lho. Yang penting kan, bisa muter.”Taka menganggukkan kepala. “Pikiran lo mirip kek pikiran gue.”Wuri melirik Taka, hanya mendengus saja dan melihat-lihat barang yang lain.“Aku kalau milih cewek juga gitu lho, mbak. Mau janda atau gadis, yang penting bisa setia sampai tua.” Dia melangkah mundur dengan kekehan serta satu kedipan menggoda Wuri.Biasa aja sih sebenernya, apa lagi tau kalau emang Taka orangnya usil, jahil dan tengil. Tapi tiap saat digangguin, digombali begini,
Wuri menyetandarkan motor di parkiran kost-kost’an. Dia melepaskan helm, menarik kunci motor dan buru-buru turun. Di belakang sana, terlihat sangat nyata mobil suaminya yang mengikuti.“Wur,” sapa mbak Rika yang kebetulan duduk di ambang pintu.Wuri menoleh, menatap Taka yang ada di balkon sana sedang mengecek barang-barang dari toko elektronik tadi. “Mbak, boleh numpang ngumpet di kamarmu sebentar?” ijinnya.Kening Rika berlipat, dia mengangguk samar. Menyingkirkan kaki dan memberi jalan untuk Wuri masuk ke kamarnya. Begitu Wuri ada di dalam kamar, dia menaruh helm milik Taka di lantau dan mendudukkan pantat di kasur lantai. Wuri menutup wajah dengan kedua telapak tangan, dia menyembunyikan tangis di sana, sampai bahunya bergetar.Berusaha untuk biasa saja dan tidak merasakan sakit hati? Sungguh Wuri nggak bisa. Walau rasa cintanya ke Ifan telah berubah menjadi benci, tapi rasa sakit hatinya tetap ada dan terasa seperti terkena taburan garam.“Astagfirullah ….” Ucapnya lirih dengan s
Ifan menghentikan mobil di halaman rumah. Nggak langsung turun, tapi dia sibuk mengusap-usap layar ponsel, membuka tiap aplikasi media sosial. Sangat khawatir kalau Wuri benar-benar nekat memposting vidio yang tadi. Iya sih, vidionya emang nggak ada yang nggak pantas, tapi kata-kata yang tadi keluar dari bibir Wuri yang bikin dia kesel banget. Mana ada wajahnya juga, kan? Cckk, emang keterlaluan si Wuri. Masa’ suami sendiri mau dipermalukan?[Wur, jangan posting vidio itu. Itu nggak ada untungnya buat kamu. Aku sekarang punya tanggung jawab sama Wina, kalau sampai vidio itu menyebar, pekerjaanku yang jadi taruhannya. Lalu akan bagaimana aku menghidupi Wina kelak? Pliis, berfikir dulu sebelum bertindah. Oke?] send Wuri.Ifan menatap chat yang baru saja dia kirim, centang satu abu-abu. Nomor Wuri belum aktif. Ifan mengusap wajah dengan sentaan kasar, frustasi rasanya. Dia menjatuhkan punggung ke sandaran kursi, kedua matanya memejam mengingat semua yang sudah terjadi. Awalnya begitu bah
Wuri mendengus membaca chat dari nomor Ifan. Memang chat-nya sudah semalam sih, tapi sejak semalam juga Wuri menon-aktifkan hape. Dia sedang merasa benar-benar patah, nggak mau diganggu.Ddrtt … ddrtt ….Mungkin Ifan sudah memantau chat roomnya dengan Wuri, makanya begitu chat itu sudah centang dua biru, panggilan telponnya langsung masuk.Males angkat sebenernya, tapi semua memang perlu dibicarakan, kan?“Wuri ….” Suara lelaki itu terdengar begitu Wuri menggeser tombol. Sentaan nafasnya pun sampai juga ditelinga Wuri. “Wur, udah seminggu kamu nggak pulang. Kamu benar-benar tidak mau memberiku kesempatan?”Wuri diam, memilih memasukkan makanan ke mulut dan me-loudspeaker panggilan itu.“Aku khilaf, Wur. Kemarin, Saras itu. Dia nggak ada hubungan apa-apa sama aku. Dia itu pacarnya Wahyu. Kemarin Wahyu nganterin dia pulang, pas masih di jalan Wahyu dapat telpon penting dari rumah, makanya aku yang disuruh jemput Saras dan anterin dia pulang. Jangan salah sangka, Wur. Aku sampai kapan pu
Ifan menyeringai menatap Taka, lalu beralih menatap Wuri yang sekarang sudah berdiri. “Aku sengaja datang ke sini karna ingin ajak kamu muter-muter di jalan. Terus beli sarapan pagi seperti dulu yang sering kita lakukan. Sama sekali nggak kepikiran malah akan dapat kejutan seperti ini.”Taka terkekeh kecil. “Cuma liat bininya ngobrol sama laki lain aja udah bisa nuduh yang enggak-enggak. Terus, gimana perasaan bini pas liat suami lagi naik odong-odong di rumah sendiri?” balas Taka dengan satu alis yang terangkat.“Brengsek!” umpat Ifan dengan rahang yang mengeras. Dia menatap Wuri tajam. “Kamu mengumbar aib suamimu dengan orang lain, Wur? Istri macam apa kamu ini, hn?!”Termasuk beruntung sih, karna kalau hari libur begini, penghuni kost biasanya udah out dari kemarin sore. Pada pulang ke rumah orang tuanya. Jadi di kost Cuma ada beberapa panghuni saja.Taka mendorong tubuh Ifan saat Ifan hampir menuding ke wajah Wuri. “Dia nggak pernah cerita ke saya, tapi saya dengar sendiri tanpa b