"Ruyan, kau harus pergi ke Kekaisaran Tianlong." Itu adalah kalimat yang selalu dinantikan oleh Ruyan selama ini. Ruyan sudah menantikan hari di mana dia bisa terbebas dari istana yang kejam ini.
“Apakah saya boleh tahu apa alasannya, Ayah?” tanya Ruyan pada ayahnya sekaligus raja dari Kerajaan Yunxi.
“Aku akan memberikan dirimu pada Kaisar Tianlong sebagai sandera untuk menghindari konflik dengan mereka,” kata Xi Yuefeng, sang raja.
Ruyan sudah menduga hal ini akan terjadi. Dia sudah tahu bahwa dia pasti akan dibuang oleh ayahnya sendiri suatu hari nanti. Tapi, Ruyan sama sekali tidak merasa sedih akan hal tersebut. Ruyan justru merasa sangat bahagia saat dia tahu bahwa dia akhirnya terbebas dari orang tuanya.
“Sandera? Apakah Anda menjual saya?” tanya Ruyan sambil menyembunyikan senyuman di wajahnya.
“Kau tidak memiliki hak untuk protes. Setidaknya buat dirimu berguna untuk kami. Kerjaanmu hanya mengurung diri di kamar selama ini. Dasar putri tidak berguna. Besok, kau akan mengenakan gaun pengantin dan Kaisar Tianlong akan menjemputmu,” kata Yuefeng.
“Gaun pengantin? Apa saya akan menjadi selir Kaisar?” tanya Ruyan.
“Aku tidak peduli apa yang akan Kaisar itu lakukan padamu. Yang terpenting kau besok harus memakai gaun pengantin saat kau dijemput,” kata Yefeng.
“Baiklah, Ayah,” kata Ruyan.
“Bagus, setidaknya kau menurut kali ini. Jangan sampai kau membuat masalah. Kalau kau membuat masalah, aku akan menyingkirkan pengasuh kesayanganmu itu,” kata Yuefeng.
Ruyan biasanya kesal jika ayahnya mengancamnya dengan pengasuhnya yang sudah pensiun itu. Tapi kali ini dia sama sekali tidak kesal karena dia akhirnya bisa pergi dari tempat ini walaupun dia harus menjadi selir kaisar. Ruyan tidak peduli apakah kaisar itu sudah tua atau belum. Yang ada di pikirannya saat ini adalah terbebas dari jeratan orang tuanya.
“Saya tidak akan membuat masalah, Ayah,” kata Ruyan.
“Tidak biasanya kau menurut seperti ini. Apakah ada sesuatu yang merasukimu?” tanya Yuefeng.
“Saya hanya ingin menjadi anak yang berbakti, Ayah,” kata Ruyan.
“Baguslah kalau kau sudah bertobat. Jangan sampai kau membuat kami malu atau melakukan sesuatu yang dapat membuat Kaisar berubah pikiran,” kata Yuefeng.
“Baiklah, ayah,” kata Ruyan.
“Kalau kau melakukan sesuatu yang bodoh yang bisa merusak perjanjian ini, bukan hanya pengasuhmu yang akan aku habisi tapi kau juga,” ancam Yuefeng lagi.
“Tenang saja, Ayah. Saya tidak akan mengecewakan Anda kali ini,” kata Ruyan.
“Kembalilah ke kamarmu,” kata Yuefeng.
“Semoga Yang Mulia diberkahi ketenangan jiwa,” kata Ruyan sambil membungkuk pada ayahnya.
Ruyan berbalik lalu berjalan kembali ke kamarnya. Sampailah dia di dalam kamarnya, kamar yang sangat sempit dan tua. Di sinilah Ruyan tinggal. Dinding kamar ini sudah lapuk, dan bahkan jendela dan pintunya sudah mulai tidak berfungsi.
Ruyan adalah seorang putri kerajaan. Namun, bagaimana dia bisa berakhir di tempat seperti ini? Tentu saja karena ulah sang ratu.
Dulu, Yuefeng sangat menyayangi Ruyan saat ibu kandungnya masih hidup. Namun, saat ibu Ruyan meninggal akibat ulah salah satu selir ayahnya, ayahnya jadi terpengaruh oleh selir tersebut. Ayahnya kini terus menganggap bahwa Ruyan adalah anak yang tidak berguna.
Bahkan ayahnya juga menutup matanya saat melihat Ruyan ditindas oleh selir itu, yang kini sudah naik takhta menjadi ratu. Terkadang ayahnya juga ikut menindasnya padahal dia sama sekali tidak melakukan suatu kesalahan.
Ruyan menyimpan dendam pada ayahnya dan wanita yang disebut ratu itu. Bagaimana tidak? Wanita itu jelas-jelas menghilangkan nyawa ibu kandungnya dan ayahnya seolah menutup mata akan kematian ibu Ruyan. Ayahnya tidak mengusut tuntas kasus kematian ibunya dan malah langsung mengangkat wanita itu menjadi ratu.
Karena merasa tidak dianggap, Ruyan sangat jarang menampakkan diri pada mereka. Sekalinya Ruyan menampakkan diri pada mereka, mereka pasti tidak segan untuk menampar atau memukul Ruyan walaupun dia tidak melakukan apa-apa.
Ruyan sering kabur dari istana karena dia tidak tahan untuk terus berada di istana. Dia memerlukan suasana yang lebih baik di luar sana. Namun, Ruyan tidak bisa benar-benar pergi dari istana selamanya. Dia harus menunjukkan wajahnya setiap akhir pekan untuk kumpul keluarga. Kalau sampai dia tidak menunjukkan wajahnya, ayahnya pasti akan melakukan sesuatu pada pengasuhnya yang sudah pensiun itu. Ruyan tidak bisa benar-benar bebas karena ayahnya menyandera pengasuhnya.
Ruyan mengganti pakaiannya dan menyamar sebagai gadis biasa untuk keluar dari istana ini. Dia sudah terbiasa melakukan hal ini selama bertahun-tahun dan tidak ada seorang pun yang menyadarinya. Bahkan para pelayan yang selalu mengantarkan makanan padanya juga tidak curiga bahwa dia menghilang dari istana. Yang orang-orang tahu, Ruyan hanya mengurung dirinya di kamar.
Ruyan keluar dari area istana melalui jalan rahasia yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Dia berjalan ke arah kota untuk pergi menuju ke kedai yang sering dia kunjungi akhir-akhir ini.
“Mao, aku sudah menunggumu dari tadi,” kata Lihan, pemilik kedai ini.
Mao adalah nama samaran Ruyan. Ruyan tidak bisa menggunakan nama aslinya ketika dia sedang menyamar sebagai gadis biasa di luar istana.
Ruyan menatap wajah si pemilik kedai dengan berbinar-binar. Ruyan sudah menyukai pria itu sejak pertemuan pertama mereka. Sayangnya, Ruyan adalah seorang putri yang pastinya akan dijual pada pemimpin negara lain. Jadi, Ruyan hanya bisa memendam perasaannya saja. Namun, Ruyan sama sekali tidak tahu bahwa Lihan sebenarnya adalah kaisar yang akan menjemputnya besok.
Lihan sebenarnya sudah tahu bahwa Mao yang dia kenal adalah Putri Xi Ruyan. Lihan sudah memata-matainya selama beberapa bulan ini jadi dia tahu seluk beluk Ruyan.
“Kau terlihat sangat senang hari ini,” kata Lihan.
“Ya, tentu saja. Akhirnya aku bisa terbebas dari orang tuaku,” kata Ruyan.
“Bagaimana bisa?” tanya Lihan.
“Aku akan dijual,” jawab Ruyan.
“Dijual?”
“Aku akan diberikan pada pria asing,” kata Ruyan.
“Apa maksudmu menjadi budak?” tanya Lihan dengan nada bercanda.
“Tidak. Bukan budak. Aku disuruh untuk memakai gaun pengantin besok lalu pria asing itu akan menjemputku. Lalu akhirnya aku bebas,” kata Ruyan.
“Bilang saja kau akan dinikahkan. Kalau kau bilang kau akan dijual, itu memiliki kesan kau akan dijual sebagai budak,” kata Lihan.
“Sama saja,” kata Ruyan tidak peduli.
“Sepertinya kau sangat senang ya? Bagaimana kalau pria asing yang akan menjemputmu itu ternyata pria tua mesum yang suka menggoda gadis muda?” tanya Lihan.
“Itu bisa dipikir nanti. Yang terpenting aku bisa terbebas dari neraka itu,” kata Ruyan sambil tertawa.
“Astaga, kau ini memang perempuan yang aneh. Biasanya perempuan lain tidak mau dinikahkan seperti itu,” kata Lihan.
“Kalau bisa keluar dari neraka itu, kenapa tidak?” kata Ruyan.
“Ya, kau benar juga,” kata Lihan.
***
Hari ini Ruyan mendapatkan tamu yang tidak terduga di kediamannya. Tamu itu adalah Yuyan. Ruyan bertanya-tanya apa maksud kedatangan Yuyan ke tempat ini. "Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau sudah dibebaskan?" tanya Ruyan."Sebenarnya aku kabur ...," kata Ruyan sambil memalingkan wajahnya dari Ruyan. Ruyan menatap Yuyan dengan wajah yang datar. "Apa kau belum puas terkena hukuman kemarin?" tanya Ruyan dengan nada sedikit mengancam. Yuyan langsung cemberut lalu berlutut di hadapan Ruyan. "Saya hanya ingin berterima kasih. Tolong jangan hukum saya," kata Yuyan dengan memelas. "Oh? Ternyata kau bisa berbicara dengan lebih sopan," sindir Ruyan. "Tentu saja saya bisa," kata Yuyan. Ruyan menghela napas lalu duduk di tempat duduk terdekat. Sementara itu, Yuyan masih berlutut di atas lantai. "Mau sampai kapan kau seperti itu? Duduklah," kata Ruyan. "Terima kasih Selir Xi," kata Yuyan kegirangan. Yuyan segera duduk di sebelah Ruyan. Yuyan sengaja duduk sangat dekat dengan Ruyan hing
Permaisuri mengirimkan dua peti hadiah berukuran besar pada Ruyan. Hadiah itu diberikan pada Ruyan sebagai tanda terima kasih. Ruyan merasa ini semua terlalu berlebihan. Ruyan membuka salah satu peti yang dikirimkan oleh permaisuri. Ternyata isinya adalah perhiasan. Ruyan membuka peti satunya lagi dan ternyata isinya adalah pakaian. Ruyan mengambil salah satu pakaian yang ada di peti itu lalu melihatnya. Ini adalah pakaian dengan ikatan di dada. Itu artinya, ini adalah pakaian yang bisa Ruyan gunakan selama masa kehamilan. Ruyan berpikir bahwa ternyata permaisuri cukup pengertian. "Oh, dari mana barang-barang itu?" tanya Shengli yang baru saja masuk ke dalam kamar Ruyan. Ruyan berbalik lalu membungkuk pada Shengli. "Salam pada Yang Mulia Kaisar," kata Ruyan. "Kau belum menjawab pertanyaanku," kata Shengli. "Ini adalah pemberian Yang Mulia Permaisuri," kata Ruyan. "Ah, sepertinya dia sedang menyindirku," kata Sheng
Ruyan terbangun dari tidur cantiknya karena Ruyan merasa bahwa ada seseorang yang mencolek pipinya. Ruyan membuka matanya dan mencari tahu siapakah itu. Ternyata orang yang membangunkannya adalah Wenyuan. "Apa yang kau lakukan di sini, Pangeran?" tanya Ruyan. "Ayah menyuruh saya untuk datang ke sini dan membangunkan Anda," kata Wenyuan. Ruyan tertawa kecil sambil membayangkan Shengli menyuruh Wenyuan untuk datang ke sini. "Kau tidak perlu berbicara dengan formal padaku," kata Ruyan. Ruyan duduk dari posisi berbaringnya. Setelah itu, Ruyan memberi isyarat pada Wenyuan untuk duduk di sebelahnya di atas tempat tidur. "Apa Yang Mulia Kaisar menitipkan pesan untukku?" tanya Ruyan."Ayah bilang, Selir Xi harus lihat Ibuku," kata Wenyuan. "Sekarang?" tanya Ruyan. Wenyuan mengangguk menanggapi pertanyaan Ruyan. "Baiklah, aku akan ganti baju dulu," kata Ruyan. Ruyan segera memanggil Mei untuk membantunya
"Ada apa dengan Permaisuri?" tanya Shengli pada tabib yang memeriksa permaisuri. Permaisuri terbaring di atas tempat tidurnya dengan wajah yang terlihat pucat. "Yang Mulia Kaisar, Yang Mulia Permaisuri hanya terkena demam biasa. Sepertinya Yang Mulia Permaisuri terlalu memaksakan diri untuk tetap bekerja hingga akhirnya pingsan," kata sang tabib."Apa Permaisuri akan baik-baik saja?" tanya Shengli. "Yang Mulia Permaisuri akan baik-baik saja setelah beristirahat. Saya akan membuatkan obat penurun demam," kata sang tabib. "Baiklah, pergilah," kata Shengli. Tabib itu membungkuk pada Shengli lalu segera bergegas untuk pergi. Setelah itu, Shengli memberi isyarat pada semua orang di kamar ini untuk keluar. Ruyan dan yang lainnya membungkuk pada Shengli lalu keluar meninggalkan Shengli dan Wanyin berdua di kamar ini. Begitu Ruyan baru saja melangkahkan kakinya keluar dari kamar Wanyin, ada sesosok anak kecil yang menabraknya. Ruyan
Saat ini masih tengah hari. Namun Ruyan sedang tertidur pulas di dalam kamarnya. Akhir-akhir ini Ruyan memang sering tidur tanpa mengenal waktu. Shengli datang ke kediaman Ruyan di Paviliun Embun Pagi. Begitu melihat kedatangan Shengli, Mei langsung menyambutnya."Salam pada Yang Mulia Kaisar," kata Mei sambil membungkuk. "Di mana Selir Xi?" tanya Shengli. "Selir Xi sedang tertidur di dalam kamar," kata Mei. "Tidur? Di tengah hari seperti ini?" kata Shengli tidak percaya. "Iya, Yang Mulia. Akhir-akhir ini Selir Xi banyak tidur," kata Mei. Shengli mengangkat satu alisnya. Shengli penasaran kenapa Ruyan jadi banyak tidur seperti itu. Rasa penasaran Shengli berubah menjadi rasa khawatir. Apakah Ruyan sedang sakit?Shengli bergegas masuk ke dalam kamar Ruyan. Matanya langsung tertuju pada Ruyan yang tertidur lelap di atas tempat tidurnya. Shengli duduk di atas tempat tidur Ruyan lalu menggoyangkan bahu Ruyan perlahan untuk membangunkannya. "Ruyan, bangunlah," kata Shengli. Ruyan m
Hari ini, tiba-tiba Ruyan mendapatkan tamu yang tidak terduga. Orang itu adalah Selir Tingkat Tiga Meng Qinghe. Ruyan sangat bertanya-tanya kenapa Qinghe datang mengunjunginya.Qinghe membungkuk pada Ruyan dan berkata, "Salam pada Selir Xi.""Bangunlah," kata Ruyan.Qinghe pun kembali berdiri dengan tegak. Ruyan memberi isyarat pada Qinghe untuk duduk hadapannya."Ada perlu apa datang kemari Selir Meng?" tanya Ruyan penasaran."Saya hanya ingin berbincang santai dengan Anda, Selir Xi," kata Qinghe."Oh baiklah," kata Ruyan sambil mengangkat satu alisnya.Qinghe memberi isyarat pada pelayanannya untuk mendekat. Qinghe membuka keranjang yang dibawa pelayannya lalu mengambil isi dari keranjang itu. Ternyata isi dari keranjang itu adalah sepiring kue. Qinghe menyajikan piring itu di atas meja."Selir Meng, apa maksudnya ini?" tanya Ruyan."Saya hanya membawakan camilan untuk An