Sudah sekitar dua minggu sejak Ruyan berselisih dengan Yuyan. Hingga saat ini Yuyan terus mencoba untuk memprovokasi Ruyan. Namun, Ruyan mengabaikan Yuyan.
Saat ini hari sudah malam. Ruyan sudah bersiap untuk tidur di kamarnya. Namun, Yuyan datang ke paviliunnya lagi. Yuyan sudah menyiapkan cara baru untuk memprovokasi Ruyan malam ini.
Yuyan berada di halaman Paviliun Embun Pagi bersama dengan beberapa pelayannya. Dia membuat suara berisik dengan memukul benda-benda yang bisa membuat suara berisik dan berteriak-teriak tidak jelas.
Niat Yuyan adalah membuat Ruyan memanggil penjaga untuk mengusir dirinya. Setelah hal itu terjadi, Yuyan akan melaporkan pada permaisuri bahwa dia diusir dengan sangat kasar oleh Ruyan. Tentu saja, dia akan memutar balikkan fakta dalam kejadian ini saat melapor pada permaisuri.
"Yang Mulia, bukankah sebaiknya kita memanggil penjaga saja?" saran Mei. Mei sudah tidak tahan dengan kelakuan Yuyan selama beberapa hari terakhir ini.
"Aku tidak bisa mendengarmu, Mei," kata Ruyan.
"Saya bilang, bukankah sebaiknya kita memanggil penjaga saja?" kata Mei dengan suara yang lebih keras.
"Tidak. Dia akan lelah sendiri," kata Ruyan.
"Tapi suara itu sangat mengganggu," kata Mei.
"Aku tahu. Mari kita lihat seberapa lama dia bertahan kali ini," kata Ruyan.
Ruyan berusaha menghindari kontak langsung maupun tidak langsung dengan Yuyan. Ruyan Yakin masalahnya pasti akan semakin berkepanjangan ke mana-mana jika Ruyan meladeni Yuyan.
Beberapa saat kemudian, suara berisik itu tidak terdengar lagi. Yuyan sudah merasa lelah. Yuyan juga kesal karena Ruyan sama sekali tidak menanggapinya.
Merasa diabaikan, Yuyan menerobos masuk begitu saja ke dalam kamar Ruyan. Mei hendak menegur tindakan namun Ruyan memberi isyarat pada Mei untuk tetap diam. Sementara itu, Ruyan berpura-pura tidak menyadari keberadaan Yuyan.
"Berhentilah mengabaikan aku," protes Yuyan.
"Mei, sepertinya pendengaranku terganggu karena suara bising tadi. Apakah kau mengatakan sesuatu?" kata Ruyan.
"Saya tidak mengatakan apa-apa, Yang Mulia," kata Mei.
"Berhenti menghentikan aku!" teriak Yuyan sambil membanting salah satu vas yang ada di dekatnya. Tentu saja vas itu pecah berkeping-keping di lantai.
Ruyan menghela napas panjang sejenak. Akhirnya, Ruyan menoleh ke arah Yuyan.
"Berhentilah bersikap kekanak-kanakan, Yuyan. Memangnya berapa usiamu?" tanya Ruyan dengan kesal.
"Delapan belas," jawab Yuyan.
"Oh, pantas saja kau masih kekanak-kanakan seperti itu. Ternyata kau lebih muda dari pada aku. Aku akan heran jika ternyata usiamu lebih tua dari pada aku namun sikapmu masih kekanak-kanakan seperti itu," kata Ruyan.
"Memangnya berapa usiamu?" tanya Yuyan.
"Dua puluh. Kenapa? Apa kau masih ingin aku berlutut padamu? Peringkatmu jelas berada di bawahku. Usiamu bahkan lebih muda dari pada aku. Tidak ada alasan kenapa aku harus berlutut dan hormat padamu," kata Ruyan dengan santai.
"Diam! Aku lebih senior di sini! Aku sudah menjadi selir Yang Mulia Kaisar selama enam tahun," teriak Yuyan.
"Astaga .... Kalau misal aku benar-benar berlutut padamu, lalu apa? Apa sebenarnya yang ingin kau dapatkan? Setelah kau puas lalu apa?" tanya Ruyan.
"Aku ...." Yuyan sendiri juga bingung. Dia hanya ingin merasa menang dari selir baru ini. Dia juga tidak tahu dia akan melakukan apa setelah dia puas.
Ruyan menghela napas panjang lagi. Dia berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan mendekati Yuyan.
Ruyan menepuk bahu Yuyan dan berkata, "Bersikaplah sedikit dewasa. Apa kau tahu bahwa kelakuanmu itu bisa merepotkan banyak orang?"
"Aku tidak butuh nasihat dari orang asing sepertimu!" teriak Yuyan sambil mendorong tubuh Ruyan dengan kuat. Ruyan hampir terjatuh ke belakang namun Mei menangkap Ruyan dengan sigap.
"He Yuyan," panggil Shengli sambil berjalan masuk ke dalam kamar Ruyan. Semua orang di sana langsung membungkuk pada Shengli begitu mereka menyadari keberadaan Shengli.
"Kekacauan macam apa ini?" tanya Shengli saat melihat ada pecahan vas yang berceceran di lantai.
"Yang Mulia ini ...." Yuyan bingung harus berkata apa. Terlebih lagi dia benar-benar takut untuk dihukum secara langsung oleh sang kaisar.
"Yang Mulia, Selir He hanya sedikit emosional saat ini," kata Ruyan. Ruyan benar-benar tidak ingin memperpanjang masalah ini untuk sekarang. Terlebih lagi ini sudah larut malam.
"Aku yakin kau membuat ulah lagi. Kembalilah ke kamarmu. Kita akan berbicara besok," kata Shengli pada Yuyan. Yuyan langsung berlari keluar dari tempat ini. Akhirnya Ruyan bernapas lega setelah Yuyan pergi.
Mei memanggil pelayan lainnya untuk membersihkan pecahan vas yang berceceran di lantai. Setelah pecahan vas itu selesai dibersihkan, Mei dan para pelayan lain keluar dari kamar Ruyan, meninggalkan Ruyan dan Shengli di dalam berdua saja.
"Saya tidak tahu Anda sudah kembali, Yang Mulia," kata Ruyan sambil melepaskan jubah Shengli.
Shengli duduk di atas tempat tidur dan berkata, "Aku sudah pergi dalam waktu yang lama. Jadi aku harus segera kembali sebelum ada pemberontakan dari dalam."
Ruyan menuangkan arak di sebuah cangkir kecil lalu memberikan cangkir itu pada Shengli. Shengli mengambil cangkir itu lalu meminumnya.
"Duduklah, ada yang ingin aku bicarakan padamu," kata Shengli. Ruyan langsung duduk di sebelah Shengli dan menunggu Shengli untuk berbicara.
"Ayahmu sudah melanggar perjanjian. Dia sudah menyuruh bawahnya menyusup ke wilayahku secara terang-terangan dan menyabotase beberapa tambang di wilayahku," kata Shengli.
Ruyan sudah tidak terkejut dengan tindakan ayahnya. Ruyan yakin ayahnya tidak benar-benar ingin berdamai dengan Shengli.
Apa sebenarnya isi perjanjiannya? Isi perjanjiannya adalah ayah Ruyan, Yuefeng, berjanji tidak akan mencuri hasil tambang dari Kekaisaran Tianlong lagi untuk menghindari perang. Sebagai jaminannya, Yuefeng, memberikan putrinya, Ruyan, pada Shengli. Shengli bisa mengeksekusi Ruyan jika Yuefeng melanggar perjanjian.
"Kau tahu apa artinya bukan?" tanya Shengli.
"Saya siap menerima keputusan, Anda, Yang Mulia," kata Ruyan dengan pasrah. Dia sangat sadar bahwa dia bisa dieksekusi kapan saja.
"Apa kau yakin? Bukankah kau ingin membalas dendam pada mereka?" tanya Shengli.
"Apabila saya bisa diberi lebih banyak waktu untuk hidup, saya pasti akan membalaskan dendam saya pada mereka," kata Ruyan.
"Kalau begitu, aku akan membiarkanmu hidup untuk saat ini," kata Shengli. Shengli memiliki firasat bahwa Ruyan pasti akan berguna di masa depan. Jadi untuk saat ini dia akan membiarkan Ruyan hidup.
"Xi Ruyan sangat berterimakasih pada Yang Mulia Kaisar atas kesempatan yang diberikan," kata Ruyan sambil bersujud.
"Bangunlah," kata Shengli sambil menarik Ruyan untuk duduk ke atas pangkuannya.
"Lalu tentang Yuyan, apa yang dia lakukan padamu?" tanya Shengli.
"Hanya terjadi sebuah kesalahpahaman saat kami pertama kali bertemu. Namun, Selir He sama sekali tidak mau melepaskan masalah itu begitu saja," kata Ruyan.
"Dia masih saja kekanak-kanakan," kata Shengli sambil menghela napas panjang.
"Saya setuju. Selir He benar-benar mengganggu saya sejak saya sampai di sini," kata Ruyan.
"Aku akan mengurusnya besok," kata Shengli.
***
Hari ini Ruyan mendapatkan tamu yang tidak terduga di kediamannya. Tamu itu adalah Yuyan. Ruyan bertanya-tanya apa maksud kedatangan Yuyan ke tempat ini. "Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau sudah dibebaskan?" tanya Ruyan."Sebenarnya aku kabur ...," kata Ruyan sambil memalingkan wajahnya dari Ruyan. Ruyan menatap Yuyan dengan wajah yang datar. "Apa kau belum puas terkena hukuman kemarin?" tanya Ruyan dengan nada sedikit mengancam. Yuyan langsung cemberut lalu berlutut di hadapan Ruyan. "Saya hanya ingin berterima kasih. Tolong jangan hukum saya," kata Yuyan dengan memelas. "Oh? Ternyata kau bisa berbicara dengan lebih sopan," sindir Ruyan. "Tentu saja saya bisa," kata Yuyan. Ruyan menghela napas lalu duduk di tempat duduk terdekat. Sementara itu, Yuyan masih berlutut di atas lantai. "Mau sampai kapan kau seperti itu? Duduklah," kata Ruyan. "Terima kasih Selir Xi," kata Yuyan kegirangan. Yuyan segera duduk di sebelah Ruyan. Yuyan sengaja duduk sangat dekat dengan Ruyan hing
Permaisuri mengirimkan dua peti hadiah berukuran besar pada Ruyan. Hadiah itu diberikan pada Ruyan sebagai tanda terima kasih. Ruyan merasa ini semua terlalu berlebihan. Ruyan membuka salah satu peti yang dikirimkan oleh permaisuri. Ternyata isinya adalah perhiasan. Ruyan membuka peti satunya lagi dan ternyata isinya adalah pakaian. Ruyan mengambil salah satu pakaian yang ada di peti itu lalu melihatnya. Ini adalah pakaian dengan ikatan di dada. Itu artinya, ini adalah pakaian yang bisa Ruyan gunakan selama masa kehamilan. Ruyan berpikir bahwa ternyata permaisuri cukup pengertian. "Oh, dari mana barang-barang itu?" tanya Shengli yang baru saja masuk ke dalam kamar Ruyan. Ruyan berbalik lalu membungkuk pada Shengli. "Salam pada Yang Mulia Kaisar," kata Ruyan. "Kau belum menjawab pertanyaanku," kata Shengli. "Ini adalah pemberian Yang Mulia Permaisuri," kata Ruyan. "Ah, sepertinya dia sedang menyindirku," kata Sheng
Ruyan terbangun dari tidur cantiknya karena Ruyan merasa bahwa ada seseorang yang mencolek pipinya. Ruyan membuka matanya dan mencari tahu siapakah itu. Ternyata orang yang membangunkannya adalah Wenyuan. "Apa yang kau lakukan di sini, Pangeran?" tanya Ruyan. "Ayah menyuruh saya untuk datang ke sini dan membangunkan Anda," kata Wenyuan. Ruyan tertawa kecil sambil membayangkan Shengli menyuruh Wenyuan untuk datang ke sini. "Kau tidak perlu berbicara dengan formal padaku," kata Ruyan. Ruyan duduk dari posisi berbaringnya. Setelah itu, Ruyan memberi isyarat pada Wenyuan untuk duduk di sebelahnya di atas tempat tidur. "Apa Yang Mulia Kaisar menitipkan pesan untukku?" tanya Ruyan."Ayah bilang, Selir Xi harus lihat Ibuku," kata Wenyuan. "Sekarang?" tanya Ruyan. Wenyuan mengangguk menanggapi pertanyaan Ruyan. "Baiklah, aku akan ganti baju dulu," kata Ruyan. Ruyan segera memanggil Mei untuk membantunya
"Ada apa dengan Permaisuri?" tanya Shengli pada tabib yang memeriksa permaisuri. Permaisuri terbaring di atas tempat tidurnya dengan wajah yang terlihat pucat. "Yang Mulia Kaisar, Yang Mulia Permaisuri hanya terkena demam biasa. Sepertinya Yang Mulia Permaisuri terlalu memaksakan diri untuk tetap bekerja hingga akhirnya pingsan," kata sang tabib."Apa Permaisuri akan baik-baik saja?" tanya Shengli. "Yang Mulia Permaisuri akan baik-baik saja setelah beristirahat. Saya akan membuatkan obat penurun demam," kata sang tabib. "Baiklah, pergilah," kata Shengli. Tabib itu membungkuk pada Shengli lalu segera bergegas untuk pergi. Setelah itu, Shengli memberi isyarat pada semua orang di kamar ini untuk keluar. Ruyan dan yang lainnya membungkuk pada Shengli lalu keluar meninggalkan Shengli dan Wanyin berdua di kamar ini. Begitu Ruyan baru saja melangkahkan kakinya keluar dari kamar Wanyin, ada sesosok anak kecil yang menabraknya. Ruyan
Saat ini masih tengah hari. Namun Ruyan sedang tertidur pulas di dalam kamarnya. Akhir-akhir ini Ruyan memang sering tidur tanpa mengenal waktu. Shengli datang ke kediaman Ruyan di Paviliun Embun Pagi. Begitu melihat kedatangan Shengli, Mei langsung menyambutnya."Salam pada Yang Mulia Kaisar," kata Mei sambil membungkuk. "Di mana Selir Xi?" tanya Shengli. "Selir Xi sedang tertidur di dalam kamar," kata Mei. "Tidur? Di tengah hari seperti ini?" kata Shengli tidak percaya. "Iya, Yang Mulia. Akhir-akhir ini Selir Xi banyak tidur," kata Mei. Shengli mengangkat satu alisnya. Shengli penasaran kenapa Ruyan jadi banyak tidur seperti itu. Rasa penasaran Shengli berubah menjadi rasa khawatir. Apakah Ruyan sedang sakit?Shengli bergegas masuk ke dalam kamar Ruyan. Matanya langsung tertuju pada Ruyan yang tertidur lelap di atas tempat tidurnya. Shengli duduk di atas tempat tidur Ruyan lalu menggoyangkan bahu Ruyan perlahan untuk membangunkannya. "Ruyan, bangunlah," kata Shengli. Ruyan m
Hari ini, tiba-tiba Ruyan mendapatkan tamu yang tidak terduga. Orang itu adalah Selir Tingkat Tiga Meng Qinghe. Ruyan sangat bertanya-tanya kenapa Qinghe datang mengunjunginya.Qinghe membungkuk pada Ruyan dan berkata, "Salam pada Selir Xi.""Bangunlah," kata Ruyan.Qinghe pun kembali berdiri dengan tegak. Ruyan memberi isyarat pada Qinghe untuk duduk hadapannya."Ada perlu apa datang kemari Selir Meng?" tanya Ruyan penasaran."Saya hanya ingin berbincang santai dengan Anda, Selir Xi," kata Qinghe."Oh baiklah," kata Ruyan sambil mengangkat satu alisnya.Qinghe memberi isyarat pada pelayanannya untuk mendekat. Qinghe membuka keranjang yang dibawa pelayannya lalu mengambil isi dari keranjang itu. Ternyata isi dari keranjang itu adalah sepiring kue. Qinghe menyajikan piring itu di atas meja."Selir Meng, apa maksudnya ini?" tanya Ruyan."Saya hanya membawakan camilan untuk An