Menari Bersama Hujan

Menari Bersama Hujan

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-19
Oleh:  WahyuniOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
Belum ada penilaian
16Bab
10Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sejak kematian tunangannya, Donghai, Li Meihui memilih meninggalkan dunia balet yang dulu menjadi hidupnya. Setiap langkah tariannya kini terasa hampa, setiap kenangan hanya menambah luka. Hingga suatu hari, ia bertemu Kim Rain—seorang musisi yang melihat kesedihan dalam tarian yang tak lagi memiliki makna. Rain tidak pernah meminta Meihui untuk melupakan masa lalunya, tapi ia memainkan melodi yang secara perlahan membimbingnya untuk melangkah lagi. Di antara nada-nada yang tercipta, Meihui mulai menemukan dirinya kembali. Dan kali ini, ia menari bukan untuk mengenang seseorang yang telah pergi, tetapi karena ia ingin. Namun, bisakah musik dan tarian menyembuhkan hati yang telah lama terjebak dalam kesedihan? Ataukah Meihui akan menemukan alasan baru untuk terus menari bersama seseorang yang tak pernah ia duga?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Hujan di Jalan Kenangan

Suara hujan mengetuk lembut kaca jendela, menciptakan pola abstrak yang terus berubah seiring butiran air turun dan mengalir. Udara di dalam mobil terasa dingin, bercampur dengan aroma lembap hujan yang menyusup dari celah ventilasi. Li Meihui duduk diam, menatap ke luar dengan mata yang sayu, tapi pikirannya tak sepenuhnya berada di sana.

Di sampingnya, Han Donghai mengemudi dengan fokus, sesekali melirik gadis di sebelahnya dengan ekor mata. Biasanya, Meihui adalah sosok yang cerewet, selalu punya sesuatu untuk diceritakan—entah itu tentang pertunjukan balet, jenis teh baru yang ia coba, atau sekadar kejadian kecil yang menarik perhatiannya. Tapi hari ini, ia hanya diam.

Keheningan yang menggantung di antara mereka mulai terasa berat. Donghai akhirnya membuka suara, suaranya lembut namun penuh perhatian.

“Kau kenapa?”

Meihui menundukkan kepala, mengeratkan genggaman pada ujung sweaternya yang sedikit lembap. Suara hujan menjadi satu-satunya yang menemani mereka. Beberapa detik berlalu sebelum ia menghela napas panjang.

“Gege… aku tadi bicara dengan Baba tentang kita.”

Donghai mengerutkan kening.

“Tentang kita?”

Meihui mengangguk pelan. Ia menggigit bibirnya sejenak, seperti ragu untuk melanjutkan.

“Tentang pertunangan kita…”

Suara itu begitu pelan hingga hampir tenggelam dalam derasnya hujan. Donghai menunggu, tapi Meihui masih terdiam.

“Dan?”****” desaknya dengan nada sedikit cemas.

Akhirnya, Meihui menoleh dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Cahaya lampu jalan yang menerobos masuk ke dalam mobil memantulkan kesedihan di sorot matanya.

“Baba bilang… mungkin lebih baik kita berhenti sampai di sini saja.”

Mobil mendadak berhenti. Donghai menginjak rem secara spontan, menyebabkan tubuh mereka sedikit terdorong ke depan. Di luar, hujan mengguyur lebih deras, membasahi jalanan yang sudah licin.

Donghai menoleh cepat ke arah Meihui, matanya menyipit seolah memastikan ia tidak salah dengar.

“Apa?”

Meihui menunduk, enggan melihat reaksinya. Tangan mungilnya menggenggam sweater semakin erat, menyalurkan kegelisahan yang menggumpal di dadanya.

“Baba bilang… keluargamu dan keluargaku berbeda. Mereka ingin aku menikah dengan seseorang yang lebih…” ia terhenti, jemarinya saling meremas di pangkuannya.

“Kaya?” potong Donghai dengan suara pahit.

Meihui tidak menjawab, tapi keheningan yang diciptakannya sudah cukup menjadi jawaban.

Suasana di dalam mobil semakin menyesakkan. Di luar, wiper terus bekerja, menciptakan ritme monoton yang terasa semakin menyayat. Donghai mengembuskan napas panjang, menenangkan diri sebelum akhirnya berbicara.

“Kalau begitu, mari kita bicara dengan mereka. Aku bisa membuktikan kalau aku pantas untukmu, Meihui.”

Gadis itu menatapnya, ingin sekali percaya. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia tahu—ini bukan hanya soal pantas atau tidak. Ini tentang tradisi, tentang gengsi, tentang dunia yang terlalu kejam bagi kisah cinta mereka.

Dan tepat saat itu—lampu lalu lintas di persimpangan berubah merah.

Donghai terlambat menyadarinya.

Suara klakson panjang menusuk udara. Ban selip di aspal basah.

Lalu—

BRUKK!

Kilatan Cahaya, Suara Hantaman, dan Gelap

Meihui terbangun dengan napas tersengal. Pandangannya kabur, kelopak matanya terasa berat, dan dadanya nyeri luar biasa. Udara di dalam mobil terasa pengap, bercampur dengan bau logam dan bensin.

Hujan masih mengguyur deras di luar, menciptakan suara gemuruh yang samar di telinganya. Saat ia mencoba bergerak, rasa sakit menjalar dari lengan hingga bahunya.

“Donghai…” suaranya lirih, hampir tak terdengar.

Dengan susah payah, ia menoleh ke samping. Sosok Donghai masih terduduk di kursi kemudi, kepala tertunduk dengan darah mengalir di pelipisnya. Tangan kanannya masih menggenggam setir erat, tubuhnya nyaris tak bergerak.

Dada Meihui mencelos.

“Donghai! Gege, bangun!”

Ia mengguncang lengan pria itu dengan sisa tenaganya.

Sebuah batuk pelan terdengar, diikuti suara erangan lemah. Meihui menghela napas lega ketika Donghai perlahan mengangkat kepalanya. Mata gelapnya berkabut, seperti sedang berusaha memahami apa yang terjadi.

“Kita… kecelakaan?” suaranya serak.

Meihui mengangguk cepat, air mata menggenang di pelupuk matanya. “Gege, kita harus keluar dari sini.”

Donghai mencoba bergerak, tapi begitu ia melepas sabuk pengamannya, rasa sakit menjalar dari dadanya. Ia meringis.

“Kau terluka?” Meihui bertanya cemas.

Donghai menoleh dan mencoba tersenyum. “Tidak parah…”

Meihui tahu ia berbohong. Napasnya terdengar berat, wajahnya semakin pucat.

Di luar, hujan terus mengguyur. Kabut mulai menyelimuti jalanan. Mobil mereka terdorong ke pinggir, menabrak pagar besi.

Meihui meraba ponselnya di saku jaket, tangan gemetar saat mencoba menyalakannya. Namun, layar retak dan tak merespons.

“Aku akan keluar mencari bantuan.” Ia berusaha membuka pintu, tapi tak bisa—terjepit akibat benturan.

Donghai lebih dulu bergerak, membuka pintunya sendiri dengan susah payah. Udara dingin langsung menyelinap masuk. Dengan sisa tenaga, ia beringsut keluar, lalu berbalik untuk membantu Meihui. Tangannya yang gemetar meraih sabuk pengaman gadis itu dan melepasnya perlahan.

“Ayo.”

Meihui menggenggam tangannya erat. Bersama, mereka keluar dari mobil yang kini ringsek.

Dan tepat saat itu, suara sirene menggema di tengah hujan.

Sebuah Genggaman yang Terasa Seperti Perpisahan.

Ambulans berhenti, dan para petugas medis bergegas mendekati mereka.

“Bisa berdiri?” tanya salah satu paramedis pada Meihui.

Ia mengangguk, tapi tubuhnya limbung. Refleks, Donghai meraih tangannya.

“Kami harus membawa kalian ke rumah sakit,” ujar seorang petugas.

Saat Donghai melewati Meihui untuk masuk ke ambulans, tangannya meremas jemarinya sebentar—hangat, tapi ada sesuatu dalam genggaman itu yang terasa seperti… perpisahan.

Hati Meihui mencelos.

Jangan…

Namun, hujan terus turun deras, menyamarkan segala kekhawatirannya.

Ambulans melaju, membawa mereka pergi dari jalanan yang menyimpan terlalu banyak kenangan.

Kenangan yang, Meihui sadari, mungkin tidak akan pernah sama lagi.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
16 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status