Mencintai Pewaris Tampan

Mencintai Pewaris Tampan

last updateLast Updated : 2023-08-08
By:  Agoes Tie Nae 2Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
3 ratings. 3 reviews
9Chapters
1.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Rauna, perawan ting-ting 35 tahun. Wanita yang sudah menolak banyak pinangan pria. Baik kaya maupun miskin, baik muda maupun tua, baik sekampung maupun kampung sebelah. Semua itu karena kekasih tercinta menikahi kakaknya sendiri. Bayangkan pernikahan yang sudah diatur sedemikian rupa, batal di hari pertunangan. Semua itu karena sang kakak sedang mengandung anak dari sang kekasih Rauna. Wanita perawan tua itu biasa dipanggil Una. Setelah itu hidup Una berubah, ayah dan ibunya satu per satu dipanggil Allah. Una yang sebatang kara, memilih bekerja menjaga toko di samping makam keramat. Di sanalah Una menemukan Bandi, cowok aneh yang tak lain tak bukan demit penunggu makam keramat. Pada Bandi, Una merasakan kembali debaran yang pernah dirasakan kala bersama Irgi, kekasihnya yang kini menjadi kakak ipar. Bandi yang melakukan pelarian karena tak ingin dijodohkan, berpetualang dengan Una hingga keduanya saling mencintai. Dapatkah cinta keduanya bersatu? Apa alasan di balik sang kakak yang terus-menerus meminta Una segera menikah?

View More

Chapter 1

1.Awal Pertemuan

"Rauna, umur udah tua tapi kali ini kau tolak lagi lamaran anak juragan empang kampung sebelah.  Pusing tahu kepala mbak! Maumu apa, sih? Mau sampai kapan kamu begini? Kapan mbak bisa tidur nyenyak, jika pinta terakhir almarhum ibu belum juga bisa mbak lakukan. Nikah dong Una ...."

Mbakku, Rina. Selalu memaksaku menikah dan menjodohkanku dengan banyak pria pilihannya.

Aku mengerti, aku paham! Jika itu merupakan pinta almarhum Ibu yang terakhir pada Mbak Ina, tapi aku sampai sekarang belum menemukan pria yang sesuai kata hati.

"Mbak, bisa kasih Una waktu buat nafas gak, sih! Nanti juga Una nikah kok Mbak, dan pastinya gak akan ngerepotin Mbak. Una mohon, lelaki hari ini merupakan lelaki terakhir yang Mbak kenalkan pada Una. Jodoh itu rahasia Tuhan, Mbak! Jangan paksa kehendak Mbak pada Una!" tegasku kala itu.

Mbak Rina atau Mbak Ina, panggilannya.

Menatapku nyalang.

"Yo wes, terserah kamu aja Una! Toh keras kepala, watak kepala batu sudah mendarah daging! Aku sebagai mbak-mu, setidaknya sudah berusaha memberi jalan untukmu. Jika bagimu tak ada kecocokan dan ingin menunggu hingga jadi perawan tua sampai satu abad juga, mbak udah ga mau tahu lagi." Mbak Ina pergi sembari menarik lengan suaminya, Mas Irgi yang menatapku sendu.

Ya, lelaki itu adalah alasan aku tak jua menikah sampai sekarang.

Mas Irgi, kekasihku semasa kuliah dan kami sudah merencanakan pernikahan kala itu.

Kala itu, Mbak Ina kembali dari Taiwan.

Tanpa kuketahui keduanya menjalin hubungan di belakangku.

Tiada angin tiada hujan, Mbak Ina mengaku hamil anak Mas Irgi pada Ayah dan Ibu serta aku.

Aku bahkan luruh ke tanah saat mendengar semua itu dan mereka pun mengakui telah menjalin hubungan.

Beberapa hari setelah pengakuan Mbak Ina, Ayah menutup mata untuk selamanya, karena serangan jantung mendadak.

Pernikahan Mbak Ina dan Mas Irgi tetap berlangsung walau hanya sederhana.

Semenjak itu, aku menutup hati untuk kaum adam, aku takut tersakiti kembali.

Bahkan Mbak Ina pun tak diizinkan oleh Ibu untuk tinggal di rumah kami, di mana dulu dia lahir dan besar bersamaku, adiknya.

Mas Irgi, memboyong Mbak Ina tinggal di kampungnya dan mereka mempunyai usaha bengkel mobil dan motor yang maju pesat hingga kini.

Semenjak itu aku tinggal berdua bersama Ibu, setiap seminggu sekali Mbak Ina selalu pulang dan menghabiskan waktu di rumah, walau Mas Irgi tak pernah ikut. Mas Irgi hanya mengantar dan menjemput Mbak Ina saja.

Hingga saat-saat terakhir Ibu, Mbak Ina dipanggil Ibu ke kamar. Ibu ingin bicara berdua dengannya.

Airmataku tak henti menetes saat kutahu pinta Ibu pada Mbak Ina adalah aku memiliki pasangan hidup dan meminta Mbak Ina terus ada untukku hingga aku menikah nanti.

Nyatanya, sampai kini usiaku sudah menginjak 35 tahun.

Ibu telah pergi hampir sepuluh tahun, tapi aku tak jua menikah.

Mbak Ina pun tak jua memiliki keturunan, entah apa masalahnya. Aku pun tak tahu.

Aku yang seorang diri di rumah, mendapat tawaran kerja menjaga toko milik Paman di ujung kampung, tepatnya sebelum makam jaman dulu, yang kini menjadi hutan bambu yang begitu seram.

Toko itu buka 24 jam, jika siang di jaga oleh karyawan lain. Maka malam adalah giliran jagaku.

Entah mengapa aku sama sekali tak merasa takut ataupun risih, secara aku memiliki keterampilan ilmu bela diri.

Sudah menjadi rahasia umum di kampung, sehingga tak ada para preman yang berani menggangguku, itulah alasan Paman meminta aku bekerja di tokonya.

Toko yang ramai bila para peronda berjaga tak jauh dari toko dan tempat belanja darurat para anak kost dan juga pemotor yang lewat.

Dari sinilah kisahku, menemukan cintaku.

Lelaki yang membuatku kembali merasa debaran di dada.

Sehingga tanpa kusadari, aku mulai membuka hati.

"Kang Mas Bandi," gumamku saat itu.

_____________________________

Malam ini malam satu suro, Ani … karyawan paman yang berjaga di siang hari menolak menjaga toko di hari ini.

Mau tak mau, aku menunggu toko semenjak siang. Pada acara penyambutan satu suro ini, toko Paman selalu menyediakan kembang tujuh rupa.

Semua itu tak dapat dipungkiri, karena area makam dekat toko selalu ramai didatangi para warga, tentu dengan segala ritual yang aku sendiri tak tahu jelasnya.

Menjelang Isya, ada parade warga yang menggunakan baju jaman dulu dan itu menghiburku yang berjaga seorang diri.

Semakin malam, maka makam terdengar ramai riuh. Itu karena pengunjung makam yang terus berdatangan hingga tengah malam.

“Nduk, beli air mineralnya satu sama kembangnya sekantong, ya.” Seorang bapak gendut bertelanjang dada dan penuh tanah badannya menghampiriku serta menyodorkan uang berwarna merah, di mana lambang presiden pertama kita tersenyum manis di sana.

“Siap, Pak! Tunggu sebentar, ya!" Aku lalu beranjak ke dalam toko dan dengan cekatan mengambil air mineral serta kembang juga uang kembaliannya.

“Ini, Pak!" Aku tersenyum sembari memberikan barang belanjaan Bapak itu.

“O, ga usah kembaliannya buat Ndok saja. Pesan guru saya, tuh! Yang lagi duduk di atas makam keramat,” tunjuk sang Bapak. “ Kembaliannya buat Ndok saja, dan nanti kalau ada lelaki tampan singgah ke sini tolong dia ya, jangan sampai ke tangkep. Ingat, ya!” seru Bapak tua itu.

Aku hanya mengangguk saja, daripada ribet. Toh, para pemuja seperti Bapak ini sudah menjadi makanan bualan para dukun di sini. Satu tujuannya, pasti kejayaan.

Tak lama, Bapak- Bapak tua itu pamit pulang, karena motornya di parkiran toko. Uang parkir pun seikhlasnya, Paman tak pernah memasang harga.

Sekitar pukul dua malam, angin tiba-tiba bertiup kencang, aku yang duduk di luar toko, akhirnya masuk ke dalam dan memakai selimut duduk di kursi yang ada di meja kasir.

Tiba-tiba mataku mengantuk sekali, dan sayup-sayup kudengar suara lelaki berdehem di depan toko.

“Mau beli apa?” tanyaku.

Aku pun ke luar menemui calon pembeli itu, keningku mengernyit … saat kulihat lelaki itu mengenakan pakaian kerajaan jaman dulu lengkap dengan ikat kepala serta hiasan di telinganya.

Kalung berwarna emas dan berukuran besar itu sungguh membuat dirinya benar-benar layaknya pangeran jaman kerajaan dulu.

“Kok ga ganti baju sih, Mas? Wong arak-arakannya juga sudah selesai dari jam delapan tadi, kan?”celetukku.

Lelaki itu malah terlihat bingung dan melihat ke arah pakaiannya sendiri.

“Apa ada yang salah dari pakaian saya?” tanyanya sopan sekali.

Aku malah cekikikan melihat raut wajahnya seolah tak paham dengan perkataanku.

“Yo wes, ra popo! Mas ini mau beli apa? Jangan bilang mau beli kembang, ya!”

candaku.

Aku masih saja tertawa, entah mengapa setiap kali melihat wajah tampan yang seolah lugu itu menggelitik hatiku.

“Nah itu, Sampeyan tahu yang saya butuhkan!” ujarnya.

“Lah, kok benar. Apa aku bakal jadi cenayang setelah ini. Hahaha!” tukasku, kali ini aku tertawa hingga terpingkal-pingkal.

“Saya serius.” Lelaki itu menarik tanganku dan menyerahkan dua keping lempeng seperti emas.

“Weh, opo iki?” tanyaku tak percaya.

“Emas, itu untuk kembangnya. Cepat berikan, sajenku tadi ga sempat kumakan, keburu dikejar para pengawal kerajaan,” ungkap lelaki itu.

“Aneh, lapar kok makan bunga! Makan nasi tho, Mas. Ga mungkin kenyang, ga juga bikin harum mulut,” protesku, tapi tetap saja pembeli adalah raja dan aku mengambil sekantong kembang untuknya.

Lelaki itu benar-benar memakan kembang itu hingga habis, aku mematung menyaksikannya. Bodohnya aku, tak ada dalam pikiranku terlintas sedikit pun  jika lelaki ini adalah demit dari makam yang di keramatkan para peziarah.

“Mas, Mas! Apa enaknya sih makan bunga? Mau makan nasi ga, mumpung saya bawa nasi banyak ini?”tawarku padanya.

Lelaki itu menggelengkan kepala sembari menjawab, “Tidak, terima kasih!”

Tak lama, terdengar suara ramai riuh dan beberapa orang yang gaduh seperti anak sekolah tawuran.

“Cepat, kita harus mengejarnya! Jika tidak, Prabu akan menghukum kita, cari keberadaan Pangeran Bandi.”

Lelaki itu menarik aku ke dalam toko dan meminta menutup toko, aku yang panik, segera menarik rolling door toko rapat-rapat.

Lelaki itu lalu memeluk tubuhku erat, tubuhnya gemetar hebat.

Aku hanya dapat menatap wajahnya lekat. Belum lagi pelukannya erat, membuat di antara kami tak ada jarak sama sekali.

“Maaf,” ujarnya.

Sejurus kemudian, lelaki itu yang aku sendiri tak tahu namanya, mencium dan memagut bibirku. Hampir-hampir aku tak dapat bernafas.

Samar terdengar di luar, seseorang berkata,”Tadi Pangeran sempat di sini. Harum kembang yang disantap dan semilir aroma tubuh Pangeran juga belum jauh. Mungkin saja beberapa langkah di depan, cepat! Kejar Pangeran jika kalian mau selamat!”

Mataku menatap nyalang padanya, berani- beraninya dia mengambil kesempatan untuk mencuri ciuman pertamaku.

Mas Irgi yang bertahun-tahun menjalin kasih denganku saja, tak pernah berani menyentuh bibirku.

“Maafkan aku, semua ini aku lakukan karena dengan berbaur aroma tubuhmu, mereka takkana dapat menemukanku. Terima kasih, aku akan mengingat semua jasamu padaku.” Lelaki itu menatapku lekat dan menyeka bibirku yang basah karena perbuatannya.

“Kau sudah mengambil ciuman pertamaku, tanggung jawab!” sungutku.

"Baiklah,  aku akan bertanggung jawab. Nah, bagaimana caranya? Sedang sekarang saja aku sedang dikejar para pengawal istana. Begini saja. Bantu aku bersembunyi, aku akan bertanggung jawab dan menjadi apa pun sesuai perintahmu, sekarang kau adalah tuanku dan aku adalah budakmu." Lelaki itu mundur beberapa langkah dan bersimpuh di depanku.

"Mulai sekarang Pangeran Bandi adalah hamba, siapa nama Panjenengan ?" tanya lelaki bernama Bandi tersebut.

Aku hanya dapat menepuk jidat.

"Oalah, opo iki? Mumet, mumet!”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Els Arrow
bagus ceritanya. bahasanya santai, jadi enak di baca. semangat thir
2023-08-07 19:10:52
1
user avatar
Pelita Abadi
Perawan ting² Suka aku suka...
2023-08-07 18:07:11
1
user avatar
Midi Fx
Masyallah... Bintang Kejora ini mah
2023-08-07 16:52:41
3
9 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status