Meski sudah pacaran selama lima tahun, Bening Cinta Anggraini belum juga mendapat kepastian pernikahannya. Kekasihnya selalu menolak padahal orang tua Bening terus-menerus mendesaknya. Tanpa diduga, sebuah lamaran datang padanya dari seorang pria mapan dengan title CEO. Dia adalah Galih Rendra Kresna yang juga paman dari kekasihnya! Lantas, apakah Bening berhasil melupakan masa lalu dan menjalin asmara dengan Galih?
View More"Kamu pasti kenal dengan Galih kan?" tanya Tiara --Mama Bening-- tiba-tiba.
Bening yang sedang mengerjakan pekerjaannya menoleh, "Galih? Om Galih? Bukannya Om Galih pamannya Genta, Ma?""Benar. Dia datang untuk melamar kamu," ucap Tiara.Bening mendelik, "Melamar? Tapi aku sudah punya Genta, Ma. Mama ini gimana?""Genta lagi, Genta lagi. Dia nggak bisa diharapkan, Bening. Lihat saja sampai sekarang dia belum muncul kan? Bukannya kamu sudah meminta dia untuk datang melamar? Sesulit itukah untuk melamar kamu?" cerca Tiara.Bukan hanya Tiara yang kebingungan dengan sikap Genta, tapi Bening juga sama. Padahal dia sudah siap untuk menikah. Usianya sudah dua puluh lima tahun dan selalu mendapat gunjingan orang karena belum menikah. Apalagi Genta sering datang ke rumahnya tapi tidak punya niatan untuk melamar. Mau dibawa hubungan mereka?"Aku akan bicara lagi pada Genta, Ma," putus Bening."Nggak! Mama nggak sabar menunggu pria yang nggak jelas begitu. Dia pasti nggak cinta sama kamu. Pokoknya, mama mau kamu menikah dengan Galih. Galih sudah mapan dan siap menikah. Kalau kamu melihatnya langsung pasti kamu akan setuju dengan mama," tukas Tiara.Bening tidak menjawab. Dia tidak suka dijodohkan dan tidak mau menikah tanpa cinta. Tapi ... apa mungkin Bening bisa bertahan lebih lama?°°°Ketika Bening keluar dari kantor, seseorang menghampiri. Wanita itu menengadah melihat sosok yang begitu tinggi di hadapannya. "Om Galih?"Pria bernama Galih itu tersenyum kikuk pada Bening, "Aku nggak sengaja lewat dan melihat kamu, Bening. Mau pulang bersama?""Terimakasih, Om, tapi aku bawa mobil.""Kalau begitu, biar aku saja yang ikut mobil kamu. Boleh?"Rasanya tidak sopan jika bilang tidak. Bening akhirnya mengangguk. "Aku ambil mobil dulu, Om.""Oke."Sepanjang perjalanan menuju tempat parkir, Bening berpikir keras. Apakah Galih berniat untuk mendekatinya? Tiba-tiba bertemu sepertinya tidak mungkin jika kebetulan. Apalagi pria itu datang untuk melamar Bening.Mobil Bening berhenti di depan Galih, wanita itu menekan klakson mobil sekali dan Galih langsung masuk. Galih memasang sabuk pengaman, lalu menoleh pada Bening, "Makan malam dulu mau?""Aku belum lapar, Om.""Tapi aku lapar, Bening. Mau menemaniku makan nggak?"Bening enggan untuk mengiyakan tapi sekali lagi dia tidak berani menolak. Dia mengetahui jika Galih bukan orang sembarangan apalagi mengenai bisnis. Dia pernah melihat Galih menjadi narasumber di sebuah acara kampus. Bening terpesona dengan kejelian Galih dalam melihat pasar bisnis. Tutur bicaranya juga sampai di kepala. Wajar jika Galih sukses dalam dunia bisnis."Ba-baiklah," gumam Bening akhirnya. Dia menanyakan kemana tujuan mereka dan Galih menyebutkan restoran bintang lima yang tentu saja pasti harga menu makanannya di atas satu juta rupiah.Bening tidak banyak bicara, dia hanya menjawab dengan singkat jika Galih bertanya. Hingga mereka sampai di restoran. Galih memberikan kesempatan pada Bening untuk memilih menu yang ringan seperti salad atau camilan lainnya.Bening bohong kalau dia bilang tidak lapar. Seharian dia sibuk, tuntutan pekerjaan yang tidak main-main seringkali membuat dia kelaparan. Apalagi dia harus makan buru-buru jika atasannya memintanya untuk menemani bertemu klien.Melihat menu yang menggoda, Bening ingin memesan. Tapi apa dia akan terlihat seperti pembohong kalau tiba-tiba makan?"Steaknya enak di sini, Bening. Apalagi kalau nggak terlalu matang. Saladnya juga enak. Saus saladnya beda dari tempat lain. Udangnya fresh semua apalagi udang saus Padang. Kalau makanan penutupnya paling banyak dipesan itu es krim waffle. Apalagi yang rasa coklat. Coklatnya premium. Eh, kenapa aku jadi mirip waiters ya?" jelas Galih mengomentari ucapannya sendiri. Dia tertawa renyah, lalu melirik Bening. Bening tidak bisa menyembunyikan keinginannya jadi dia berusaha menarik perhatian wanita itu."Malah lebih cocok Om dari pada waitersnya," komentar Bening. Dia akhirnya menunjuk beberapa makanan ketika waiters datang."Kamu sudah dengar soal kedatanganku?" tanya Galih mencairkan suasana.Bening mengangguk, "Soal lamaran?""Benar. Gimana? Kamu terima?""Om tahu aku punya kekasih kan?""Tentu. Kamu dan Genta sudah lima tahun pacaran tapi masih stag begitu saja. Aku juga tahu kalau Genta menolak melamar kamu. Aku bukannya ingin menyalahkan Genta, tapi Genta lebih mementingkan perasaan mamanya. Tante Fitri mendesak Genta untuk menggeluti bisnis lebih dulu dari pada menikah dengan kamu, Bening. Untuk apa kamu masih menunggunya? Bukannya kamu akan terlihat seperti mengemis cinta? Kalau kamu tanya padaku, apa aku menyukaimu hingga berani melamar? Jawabannya sudah pasti iya. Aku ... menyukaimu sejak Genta memperkenalkan kamu padaku waktu itu. Hanya saja aku nggak punya peluang tapi sekarang aku berani maju karena Genta nggak ada pergerakan sama sekali. Wanita butuh kepastian bukannya kesabaran. Kalau lima tahun saja Genta belum punya inisiatif untuk menikahi kamu, lalu kamu harus menunggu berapa tahun lagi? Sepuluh tahun?" jelas Galih. Ucapannya masuk akal.Bening benci mengakuinya. Tapi dia tidak bisa mengelak. Ditatapnya dalam pria yang tujuh tahun lebih tua darinya itu. Ucapannya sangat dewasa, cara memandang dunia juga berbeda. Kalau Genta? Entahlah, pria itu sepertinya hanya ingin bersenang-senang sendiri. Jadi? Bening sudah berani memutuskan.°°°Perencanaan pernikahan yang singkat, telah sepenuhnya selesai. Bening juga sudah melakukan fitting gaun pengantin bersama Galih di sebuah butik yang menjadi langganan orangtua Galih.Bening hanya mengangguk ketika Galih memilih gaun pengantinnya. Wanita itu pasrah pada keadaan. Lalu apa yang terjadi pada Genta? Pria itu masih sibuk menghubungi Bening tapi Bening menolak bicara.Hingga hari pernikahan, mereka dipertemukan dalam keadaan yang jauh berbeda. Genta mengetahui pernikahan Galih dari orangtuanya. Orangtuanya berusaha menyembunyikan kenyataan itu karena Genta sedang berusaha menjalankan perannya sebagai bos bisnis kecil. Mereka sebenarnya juga tidak setuju kalau Genta menikah cepat sebelum sukses."Aku nggak percaya kamu tega menikah dengan pamanku sendiri, Bening," gumam Genta.Bening berusaha mengacuhkan mata berkaca-kaca Genta. "Karena kamu yang nggak punya kepastian.""Jadi ini alasan kamu menghindariku?""Benar. Asal kamu tahu, Genta. Wanita butuh kepastian. Mau sampai kapan kamu menggantungkan hubungan kita? Kamu menyematkan cincin aja nggak, memberi kepastian melamar aja nggak. Lalu aku harus gimana? Menunggu kamu? Mau sampai umur berapa? Tiga puluh tahun? Aku nggak sanggup, Genta."Genta terhenyak. Bergantian menatap Galih, pria itu akhirnya pergi. Bening tidak bisa menahan air matanya yang luruh. Dia tidak tega melihat Genta tersakiti tapi dia sudah memiliki ikatan pernikahan dengan Galih.'Maafkan aku' batin Bening.°°°Acara resepsi selesai, Bening diboyong ke rumah Galih yang lokasinya lumayan jauh dari rumah orangtuanya. Galih membantu Bening untuk turun dari mobil karena gaun pengantin wanita itu terlalu lebar dan berat.Asisten rumah tangga yang hanya satu-satunya di rumah itu, menyapa Bening. "Saya Bik Sani, Nona. Saya yang akan menyiapkan segala keperluan anda."Bening terlalu lelah untuk membalas sapaan Bik Sani. Dia hanya tersenyum. Galih membawanya masuk lebih jauh lagi dan menaiki tangga menuju lantai dua. Galih menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu. Pada saat itulah Bening berpikir yang bukan-bukan. Bagaimana malam pertama mereka? Apakah mereka akan melakukannya sekarang?"Tenanglah, Bening. Saya tidak akan menyentuh kamu kecuali kamu siap," ucap Galih.°°°"Mas, tolong ambilkan popok untuk Daryl. Tumben hari ini sudah ganti tiga kali," ucap Bening sedikit berteriak pada Galih. Bening dan Daryl ada di ruang keluarga sementara Galih sedang sibuk di dapur untuk membuat salad sayur. Melihat postingan seseorang di media sosial membuat lidahnya bergoyang. "Beli kan bisa, Mas. Ngapain kamu repot-repot bikin?" tanya Bening siang tadi ketika suaminya meneleponnya."Nggak. Pokoknya aku mau homemade. Nanti pulang dari kantor aku langsung mampir ke supermarket untuk beli bahan-bahannya. Kamu mau nitip sesuatu? Buah-buahan di kulkas masih banyak?""Masih, Mas. Eh, tapi aku mau anggur ya. Belikan yang manis.""Makannya sambil lihat aku nanti juga manis, Sayang.""Ish, benar-benar.""Tunggu aku ya. Aku nggak lembur kok. Nanti kita makan malam sama-sama," ucap Galih dengan cerianya. "Siap, laksanakan!""Biar saya saja yang ambilkan popok, Tuan," sela asisten rumah tangga mereka. Galih mengiyakan, "Terimakasih, Mbak. Ternyata membuat salad sayur ngga
"Kalau ada yang bilang kado ini kurang mahal, berarti orang itu udah gi—nggak punya pemikiran untuk hemat," keluh Bening sembari menggelengkan kepalanya. Dia hampir saja salah bicara. Mana mungkin dia mengatakan suaminya gila? Yang ada dia diceramahi habis-habisan."Nggak apa-apa, Bening. Sekali-kali. Lagi pula Genta adalah keponakanku dan aku wajib memberikan kado istimewa."Bening mengangkat kunci yang diberi gantungan berbentuk salju itu ke depan wajahnya, "Ini kompleks perumahan atau apartemen, Mas?""Perumahan. Lokasinya nggak jauh dari rumah Tante Fitri jadi biar mereka bisa sering-sering main."Satu-satunya perumahan yang paling dekat dengan rumah Fitri adalah perumahan elite. Bening tahu berapa harganya karena dulu sekali dia pernah ditawari untuk membeli satu unit sebelum tempat itu dibangun. Niat hati Bening dan Genta ingin mengambil salah satu unit yang letaknya paling strategis karena dengan cara itu mereka bisa menabung bersama untuk mendapatkan rumah mereka sendiri. Sa
"Sinta. Suster Sinta," jawab Genta memperkenalkan sang calon istri. Galih terperanjat. Dia pernah mendengar nama itu di suatu moment. Tapi dimana? "Oh, saya ingat sekarang. Anda perawat di rumah sakit waktu itu kan?"Wanita bernama Sinta itu mengangguk sembari tersenyum. "Perkenalkan, saya Sinta, suster yang pernah merawat anda dan Mas Genta."Uluran tangan itu disambut oleh Galih dan Bening. "Duh, sudah manggil Mas," goda Bening. Dia berkedip manis pada Genta.Genta tampaknya salah tingkah. Dia tidak bisa berkata-kata. Hanya saja pandangannya condong ke arah Sinta sejak tadi. Pria itu menunjukkan perasaannya yang sesungguhnya. "Masuk, Sinta! Kita ngobrol bentar sebelum makan malam," ajak Karisma. Dia membawa calon keluarga besar mereka menuju ruangan yang dipenuhi banyak orang. Sinta melupakan sesuatu, dia kembali pada Bening sembari memberikan paper bag lumayan besar. "Untuk baby Daryl. Semoga jadi anak yang selalu dibanggakan oleh orang tuanya. Saya turut senang."Bening menyun
"Gimana kalau Lingga Daryl Putra Galih.""Bagus, Mas. Aku suka.""Nama panggilannya Daryl."°°°Munculnya bayi mungil tampan yang sudah dinantikan banyak orang, tak urung membuat suasana rumah menjadi lebih berwarna. Kediaman rumah Galih tidak pernah sepi karena setiap hari sang nenek pasti akan datang bergantian. Entah itu moment dimana Karisma membawakan seperangkat alat makan yang normalnya digunakan anak usia lima tahun. Belum lagi Tiara yang menggunakan kesempatan emas itu untuk mendandani sang cucu dengan pernak-pernik kerajaan.Bening harus merelakan sang anak dimanja oleh para neneknya. Wanita itu hanya punya kesempatan untuk menggendong sang bayi ketika beranjak tidur."Duh, Daryl sayang, kenapa sih kamu nggak mau tidur sama nenek. Biar mama kamu lebih santai," keluh Karisma. Seharian wanita paruh baya itu sibuk menggendong Daryl sampai mamanya geleng-geleng kepala."Mamanya sudah terlalu santai, Nenek Sayang," jawab Bening seolah Daryl yang menjawab. Dia membawa satu nampan
Dokter wanita itu tersenyum, "Benar, Bu. Usia kandungannya sudah tujuh minggu. Selamat ya, Ibu. Kalau ada keluhan apa-apa bicara pada saya, saya akan meresepkan obatnya."Bening speechless. Dia tidak bisa berkata-kata. Yang dia lakukan hanyalah mengusap perutnya yang bahkan tidak dia ketahui ada keberadaan seorang bayi di dalam sana. Dia merasa tidak pernah mual di pagi hari. Semuanya baik-baik saja. Apa dia tidak normal?"Apa nggak mual nggak apa-apa, Dok?" tanya Bening. "Morning sickness? Tidak masalah, Bu. Semua kehamilan memiliki keluhan sendiri-sendiri. Ada yang mual di pagi hari sampai trimester kedua, ada yang tidak mual sama sekali sampai trimester tiga. Nanti kita pantau dulu apakah ibu mengalami gejala kehamilan yang bagaimana. Ada yang mau ditanyakan lagi, Bu? Kalau tidak saya pamit ke ruang sebelah ya. Masih ada pasien lain yang belum saya tangani.""Apa dokter menghubungi suami saya?" tanya Bening cepat. Pasalnya dia tidak melihat ponselnya ada dimana. Apalagi tas yang d
"Bukan tiba-tiba, Pak. Saya sudah memikirkannya matang-matang. Saya ingin jadi ibu rumah tangga yang baik," ucap Bening dengan senyuman manisnya.Junar merespon dengan kening mengerut, "Kamu yakin?""Yakin, Pak. Saya sudah terlalu lama menjadi wanita karir. Saya mau istirahat dan menikmati hidup saya sebagai istri yang baik. Lagi pula suami saya kaya, Pak. Saya bisa minta uang sama suami saya," canda Bening. Dia sudah memikirkannya matang-matang sejak insiden yang terjadi pada Genta. Hidup itu jika dipikirkan hanyalah sebagai permainan. Kadang naik ke permukaan, kadang turun sampai ke dasar, kadang juga hilang tanpa bekas. Bening hanya tidak ingin melewatkan moment emas kebersamaannya dengan Galih. Junar tidak bisa berbuat banyak. Bening pasti sudah menimbang secara matang keputusannya. "Kamu tahu kan kalau kamu harus cari pengganti dulu sebelum kamu pergi?"Bening mengangguk, "Saya sudah pasang iklan, Pak.""Wah, ternyata kamu bersungguh-sungguh," komentar Junar dengan gelengan kep
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments