LOGINWilliam melihat api yang menyambar dengan cepat di pintu masuk gudang. Lyra, berdiri di luar, menjerit padanya. Dalam sepersekian detik, dia menyadari kengerian dan kejeniusan di balik tindakan Lyra.
Lyra telah menciptakan dinding api yang mencegah Peter mendekatinya dan pistol yang Lyra pegang. Dia tidak bisa menembus api itu, tetapi Peter juga tidak bisa mengejar. Lyra telah membeli waktu William dengan harga yang sangat mahal.
Peter meraung marah, terkejut karena ditikam Lyra dengan api. Dia terhuyung mundur, menjauh dari luka tikaman pecahan kaca yang ia sebabkan di lengan William, dan kini menjauh dari panas api yang menjulang.
“Kau gila!” teriak Peter, suaranya dipenuhi frustrasi dan rasa sakit yang menusuk.
William tidak menyia-nyiakan waktu. Dia tahu Peter pasti memiliki rute pelarian tersembunyi. William menendang tumpukan peti di belakangnya, menyingkap pintu baja kecil. Dia melihat Peter mengarahkannya.
“
Suara langkah kaki William yang menginjak beton di tangga semakin keras. Bayangannya jatuh ke dalam laboratorium tua yang terang benderang, tepat saat Lyra memutar cepat, menatap tubuh Dr. Simon Vance yang kini tergeletak terkulai di kursi dengan tabung reagen pecah di dekatnya. Darah mulai merembes dari luka di kepala pria tua itu.William melompat turun dari anak tangga terakhir. Pistol di tangan kanannya diarahkan lurus ke depan. Matanya yang tajam menyapu seisi ruangan: peralatan usang, papan tulis, dan di tengahnya, Dr. Vance yang terluka parah. Lyra berdiri diam, tangan kirinya memegang flash drivekecil yang berkilauan di bawah cahaya redup, tangan kanannya masih memegang tabung reagen yang berat.Kebisuan sesaat itu lebih memekakkan telinga daripada sirene darurat Arthur di atas.“Lyra,” suara William terdengar serak dan tajam, dipenuhi pertanyaan dan kecurigaan yang membeku. “Apa… yang kau lakukan?”Lyra
Sistem Proyek Perisaiyang diaktifkan Arthur Hawkins bukan hanya pagar listrik, melainkan jaringan kawat tegangan tinggi yang diatur sedemikian rupa sehingga William benar-benar terjebak di area kecil di belakang rumah kaca.Percikan biru mematikan menyambar di sekelilingnya, memotong rute pelarian. Di depannya, pintu baja tebal yang menutup jalur ke bawah tanah memancarkan panas yang hampir membakar.William menarik napas dalam, memaksakan dirinya untuk tenang. Amarahnya terhadap Arthur adalah bahan bakar, tetapi kepanikan adalah kematian.“Max, jelaskan Proyek Perisaisecara rinci, sekarang!” perintah William melalui headset, suaranya tenang meskipun situasi kritis.“Tuan, data yang baru saya tarik menunjukkan itu adalah sistem pertahanan bio-elektronik warisan dari Proyek Vance. Ini bukan sekadar kawat listrik. Ini disinkronkan dengan deteksi panas.”Suara Max terdengar gemetar.“Jika Anda menyentuhny
Panggilan Arthur Hawkins terputus, meninggalkan keheningan yang dingin dan mematikan. William menatap ponselnya, tangannya mencengkeram erat. Dia berada di mobilnya, tersembunyi di balik semak-semak dekat klinik tua, merasakan dinginnya pistol kosong yang baru saja ia lihat di ruang arsip. Perusahaan atau Lyra?Pilihan itu bukan hanya ultimatum, itu adalah pengakuan paling mendalam dari Arthur bahwa ia tahu William kini memiliki kelemahan yang nyata.William menurunkan pistol berisi amunisi penuh. Urat di lehernya menegang, tetapi matanya tetap dingin dan tajam. Grup Hawkins adalah takdirnya, warisan yang harus ia rebut untuk membalaskan dendam Ibunya yang terbunuh.Namun, Lyra adalah jangkar barunya, alasan barunya untuk hidup, dan satu-satunya orang yang memahaminya di tingkat yang paling aneh.William tahu Arthur telah menemukan kelemahan barunya, dan sekarang menggunakannya.“Aku tidak akan pernah membiarkan kau merampas apa pun dariku la
Lyra melaju kencang di jalanan pinggiran kota yang sepi, mengikuti koordinat terakhir yang tercatat dari arsip Dr. Simon Vance. Sebuah klinik rehabilitasi tua yang terpencil dan tidak lagi beroperasi di luar yurisdiksi kota utama.Udara di dalam mobil mewah William terasa dingin dan pengap, kontras dengan adrenalin yang memompa di nadinya. Lyra tahu dia telah melanggar perintah William dan sistem, tetapi peringatan Elisabahwa obsesi William untuk memperbaiki takdir yang sudah terjadibisa menghancurkan dirinya, terdengar terlalu nyata untuk diabaikan.Setiap belokan yang Lyra ambil terasa seperti pengkhianatan. William memberinya kepercayaan, meskipun terbatas, dan sebagai balasannya, ia malah melarikan diri, menggunakan mobilnya, dan mengejar petunjuk yang ia peroleh secara ilegal.Namun, Lyra bersumpah bahwa ini adalah demi William. Dia harus memotong akar kejahatan Arthur tanpa memaksa William merobek jiwanya sendiri.Lyra menghela napas. Di
Pagi itu datang dengan keheningan yang menyesakkan di suite William. Meskipun mereka berbagi ciuman yang melepaskan ketegangan malam itu, jarak antara William dan Lyra justru terasa semakin besar.Ciuman itu adalah pengakuan emosional yang tak terhindarkan, tetapi kata-kata terakhir William tentang ketidakpercayaannya terhadap kata-kata Lyra, menjadi tembok tak terlihat yang memisahkan mereka.William sudah kembali ke mode eksekutif. Lyra melihatnya berbicara melalui headset dengan Max di balkon, mengatur penyelidikan rahasia terhadap Peter dan, yang paling menyakitkan bagi William, terhadap ayahnyasendiri, Arthur Hawkins.Lyra duduk di sofa, memegang secangkir kopi yang dingin. Suara William yang memerintahkan Max untuk menyisir semua transaksi keuangan Arthur selama sepuluh tahun terakhir, termasuk yang terkait dengan asuransi kecelakaan mendiang ibunya, membuat hati Lyra mencelos.William berada di ambang jurang kehancuran moral dan emosional, da
Setibanya di suite William, Max segera memanggil dokter pribadi yang sangat rahasia untuk merawat luka William. Dokter mengonfirmasi bahwa luka tusukan di lengan pria itu cukup dalam tetapi tidak fatal, dan dia hanya membutuhkan jahitan serta istirahat total.Lyra menunggu di ruang tengah, mondar-mandar dengan gelisah. Dia merasa tak berdaya, dia bisa menyelamatkan William dari api, tetapi tidak bisa menyelamatkannya dari kebenaran yang kejam.Dia mendengar suara pintu tertutup. William keluar dari kamar, mengenakan bathrobe hitam, rambutnya basah, wajahnya masih pucat dan lengan kirinya terbalut perban tebal. Ekspresi matanya keras, jarak emosional yang Lyra rasakan di mobil kini terasa sepuluh kali lipat.William berjalan ke sofa, namun tidak duduk. Dia berdiri, menatap Lyra dari kejauhan, matanya memancarkan kecurigaan yang dingin.“Duduk, Lyra,” perintah William, suaranya tenang, mengendalikan setiap emosi yang ia rasakan.Lyra dudu







