LOGINPernikahan ini bukan kesepakatan tapi hukuman! Ketika keluarga Calleste mengkhianati Damian Velasco, bos mafia paling berbahaya di Italia, mereka seharusnya membayar dengan darah. Tapi alih-alih memberikan nyawa, mereka menawarkan sesuatu yang lebih rendah—seorang anak haram yang selama ini mereka abaikan. Aurora Calleste tidak pernah menginginkan kehidupan ini. Dirinya hanyalah bayangan dalam keluarga yang lebih memilih menyingkirkannya. Seharusnya kakak tirinya yang menikahi Damian, tapi karena keserakahan dan pengkhianatan keluarga, Aurora dipaksa menjadi tumbal. Damian Velasco dikenal sebagai pria tanpa belas kasihan. Dingin, tajam, dan penuh bahaya. Rumor mengatakan dia adalah monster yang menghabisi musuhnya tanpa ragu. Namun, saat Aurora berdiri di hadapannya, pria itu tidak seperti yang ia bayangkan. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?? ikuti kisahnya...
View MorePagi itu datang terlalu cepat. Sinar matahari menyusup masuk melalui sela-sela tirai kamar Aurora, memaksa matanya membuka meski tubuhnya masih enggan bergerak.Ia bangkit perlahan dari ranjang, perasaan gelisah masih menyelimuti dada. Ingatan tentang darah di baju Damian semalam masih segar di benaknya. Tapi lebih dari itu, ekspresi pria itu—tenang, dingin, dan sedikit... terhibur—yang terus menghantuinya.Aurora menyentuh perutnya, mencoba meneguhkan tekad.Hari ini ia harus mulai menggali informasi. Ia harus tahu siapa Damian Velasco sebenarnya, dan apa yang sedang ia hadapi.Setelah mandi dan mengenakan gaun sederhana dari lemari mewah itu, Aurora berjalan keluar kamar. Seorang pelayan muda yang tampak gugup menyambutnya di lorong."Señorita... Tuan Velasco ingin Anda sarapan bersamanya di taman," ucapnya pelan.Aurora mengerutkan kening. Sarapan... bersamanya?Ia nyaris bertanya apakah ini semacam jebakan. Tapi ia hanya mengangguk dan mengikuti pelayan itu.Taman belakang rumah D
Aurora tidak mengatakan apa-apa lagi. Kata-kata Damian masih menggema di kepalanya, menciptakan kekacauan yang sulit ia kendalikan. Keluarganya menjual informasi. Mereka mengingkari perjanjian. Mereka mengorbankannya demi menyelamatkan diri mereka sendiri. Aurora merasa mual. Tanpa menoleh ke arah Damian lagi, ia berbalik dan berjalan menuju kamar. Ia tidak peduli apakah Damian mengawasinya atau tidak. Ia tidak ingin berdebat, tidak ingin menantangnya lebih jauh untuk malam ini. Pikirannya terlalu penuh. Begitu memasuki kamar yang telah ditentukan sebagai ruang pribadinya, Aurora menutup pintu dan menyandarkan tubuhnya pada kayu yang dingin. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan debaran jantungnya. Ruangan itu luas dan mewah, jauh dari apa yang pernah ia miliki sebelumnya. Jendela besar menghadap taman dengan air mancur klasik di tengahnya, dindingnya dihiasi ukiran dan lukisan mahal. Ranjang empat tiang dengan seprai sutra berwarna emas mendominasi ruangan, s
Damian sepertinya sadar akan tatapan Aurora. Ia tersenyum kecil. “Kau tampak penasaran.” Aurora tidak menampiknya. “Aku hanya bertanya-tanya… seberapa dalam dunia yang sedang aku masuki.” Damian menghentikan langkahnya, menatap Aurora dengan tatapan yang lebih serius. “Dunia ini tidak seperti yang kau bayangkan.” Aurora membalas tatapannya. “Lalu bagaimana?” Damian tidak menjawab langsung. Ia malah melangkah mendekat, mendekatkan wajahnya ke arah Aurora hingga jarak di antara mereka semakin menipis. Aurora menahan napas. Pria ini memang berbahaya—bukan hanya karena statusnya sebagai mafia, tetapi juga karena sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuat Aurora ingin melawan, tetapi di sisi lain juga menantang instingnya sendiri. Senyuman Damian melebar. “Kau akan mengetahuinya sendiri.” Aurora mengepalkan tangannya. “Aku tidak takut padamu, Damian.” Damian menatapnya lama, lalu mengangkat satu alis dengan ekspresi penuh hiburan. “Oh ya?” Tiba-tiba, sebuah suara tembakan
Tanpa berkata apa pun, Damian berjalan ke meja, menuangkan anggur ke dalam gelas, lalu menyesapnya perlahan. Pandangannya bertemu dengan milik Aurora melalui cermin. “Kau tidak tidur?” tanyanya, suaranya terdengar santai tetapi tetap mengintimidasi. Aurora membalikkan badan, menatapnya langsung. “Aku tidak lelah.” Damian menaikkan alis. “Kau tidak lelah setelah seharian menikah dengan pria yang bahkan tidak kau kenal?” Aurora tersenyum tipis, tetapi senyumnya penuh ketegangan. “Aku sudah terbiasa dengan kejutan dalam hidup. Ini bukan yang terburuk.” Damian memperhatikan ekspresinya. Ada sesuatu dalam diri wanita ini yang membuatnya berbeda. Ia tidak menangis, tidak memohon, tidak juga terlihat terlalu ketakutan. Ada keberanian dalam sorot matanya, meskipun jelas ada ketakutan yang coba ia sembunyikan. Menarik. “Kau tidak seperti yang kubayangkan,” ucap Damian akhirnya. Aurora menyilangkan tangan di depan dada. “Memangnya kau membayangkan aku seperti apa? Wanita lemah y






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.