Share

Gairah Jam Lembur

Author: Lembayung
last update Last Updated: 2025-10-05 15:40:47

Ciuman itu menjadi semakin rakus, membakar sisa kesadaran Nara. Gairah Alex terasa liar dan tak terkontrol, sebuah kontras nyata dengan ketenangan di kantor. Ia mendorong Nara dengan lembut, memaksanya bersandar di meja makan, menghimpitnya dengan tubuhnya.

Nara membiarkan gairah Alex menguasai, tangannya meraba bahu dan punggung Alex yang kini terasa keras dan tegang. Ia menyadari betapa intim sensasi yang ditimbulkan oleh penampilan Alex yang santai ini hanya kaus tipis yang membiarkan Nara merasakan panas tubuhnya secara langsung.

Tangan Alex yang memeluk pinggang Nara kini bergerak liar dan menuntut. Satu tangannya bergeser ke atas, menyelip di bawah gaun navy Nara. Jari-jari Alex yang hangat menyentuh punggung telanjang Nara, memberikan sentuhan yang terlalu intim untuk pertemuan kerja.

Saat ciuman mereka semakin dalam, tangan Alex yang satunya menjelajahi sisi tubuh Nara, bergerak dari pinggang, melintasi tulang rusuk, hingga mencapai area terlarang. Ia tidak menyentuh secara langsung, tetapi jari-jarinya menekan dan meraba tepi luar payudara Nara melalui bahan gaun yang tipis.

Nara terkesiap, desahan tertahan lolos di tengah ciuman mereka.

"Kamu harus menghentikan ini," desah Nara, suaranya nyaris tak terdengar, berusaha menarik napas.

Alex mengabaikannya. Ia menarik bibirnya sedikit, hanya untuk berbicara langsung di telinga Nara, suaranya serak dan dominan. "Aku sudah memberimu kesempatan untuk pergi. Sekarang," jeda singkatnya terasa seperti ancaman, "aturannya adalah aturanku."

Ia kembali mencium Nara, lebih dalam dan menuntut, seolah memprotes setiap kata yang baru diucapkan Nara. Tangan yang meraba tepi luar payudara Nara kini bergerak sedikit, memberikan tekanan yang tepat di tempat terlarang itu.

"Aku tahu kamu menginginkannya, Nara. Jangan berbohong," bisik Alex, suaranya penuh kemenangan, merasakan tubuh Nara menggeliat tak terkendali di bawah sentuhannya.

Sentuhan itu adalah pengakuan penuh: Alex tidak hanya menginginkan Nara secara emosional, tetapi juga secara fisik.

Nara tersentak. Desahan tertahan lolos dari bibirnya saat Alex merespons dengan tekanan lembut namun pasti. Itu adalah sentuhan yang terlalu jauh, terlalu berbahaya, dan terlalu jujur.

Tiba-tiba, Alex menarik diri. Ia melakukannya dengan kasar, seolah memutus aliran listrik. Napasnya terengah-engah, wajahnya dekat dengan wajah Nara, tetapi matanya kini menunjukkan rasa bersalah yang beradu dengan nafsu tak terpuaskan.

"Berhenti," perintah Alex, suaranya parau, bukan ditujukan pada Nara, melainkan pada dirinya sendiri. "Kita tidak akan melakukannya, Nara. Tidak di sini."

Nara terhuyung, tubuhnya lemah.

"Kenapa?" tanya Nara, suaranya nyaris tak terdengar.

Alex bersandar, berusaha menstabilkan napasnya. Ia memandang Nara, matanya menelanjangi sisa gairah yang ia tinggalkan di sana.

"Karena itu akan mengakhiri kontrak kita," jawab Alex, nadanya kini berat dan penuh arti. "Jika kita melangkah lebih jauh dari ini... itu akan menjadi keterikatan yang tidak bisa dihentikan. Dan aku tidak akan membiarkanmu melakukan keputusan itu saat kamu sedang terpengaruh olehku."

Itu adalah kalimat paling egois dan sekaligus paling jujur yang pernah diucapkan Alex. Ia mengakui kekuatannya dan betapa berbahayanya ia bagi Nara.

Alex melangkah mundur dua langkah, menciptakan jarak yang tiba-tiba terasa begitu besar. Ia merapikan kausnya, berusaha menarik kembali topeng dingin CEO-nya.

"Selesaikan dokumen Eterna. Setelah itu, kamu pergi," kata Alex.

Nara, dengan tangan yang masih gemetar, kembali duduk. Fokusnya kabur.

Ketika dokumen Eterna selesai ditinjau dan ditandatangani, Nara berdiri untuk pergi.

"Sabtu depan," kata Alex, suaranya tenang. Ia sedang berdiri di balik jendela. "Kita akan membahas laporan kuartal pertama. Di tempat ini."

Nara menatap punggung Alex yang lebar, seorang pria yang mengendalikan perusahaan bernilai miliaran, tetapi tidak mampu mengendalikan obsesinya sendiri.

"Saya akan siapkan kopi dingin, Pak," balas Nara, menyegel kontrak rahasia mereka.

"Tidak, Nara," Alex berbalik, senyumnya kini kembali menyiratkan dominasi. "Sabtu depan, bawa kopi panas. Untuk dua orang. Karena setelah kita selesai bekerja, kita akan mencoba untuk melanggar aturan yang sama, di tempat yang berbeda."

Minggu-minggu berikutnya di Aldebaran Corp terasa seperti operasi ganda. Secara profesional, Alex dan Nara tidak pernah seefisien ini. Mereka bekerja dalam sinkronisasi sempurna.

Namun, di balik fasad profesional itu, ada kontrak rahasia yang semakin mengakar.

Setiap hari Jumat, Alex akan meninggalkan sebuah catatan kecil di bawah cangkir kopi Nara. Catatan itu hanya berisi satu kata, terkadang satu waktu.

Contoh: "23.00." atau "Office Suite B."

Ini adalah kode untuk pertemuan rahasia mereka. Mereka tidak lagi bergantung pada apartemen Alex. Mereka mengambil risiko yang lebih besar: menggunakan sudut-sudut tersembunyi di kantor setelah semua karyawan pulang.

Nara mulai memperhatikan jadwal pembersih dan petugas keamanan malam. Ia telah berubah menjadi ahli dalam intrik tersembunyi.

Sore itu, hari Kamis, di tengah rapat manajer senior, Nara secara tidak sengaja menjatuhkan pena Alex. Ia membungkuk untuk mengambilnya.

Alex, yang sedang berbicara, berhenti sejenak. Ketika Nara menegakkan tubuh, ia menemukan sebuah gulungan kertas kecil tersembunyi di dalam pena logam itu. Alex telah menyelipkan pesan di sana dalam waktu kurang dari lima detik.

Rapat bubar pukul 18.00. Nara menunggu hingga semua orang pergi, kemudian ia masuk ke toilet pribadinya. Ia membuka gulungan kertas itu.

Tertulis: "Pantry Lounge Lantai 4. Sekarang."

Perintah yang mendadak. Nara merasakan lonjakan adrenaline yang sudah menjadi kebiasaan baru.

Pantry Lounge Lantai 4 adalah tempat yang sempurna. Ruangan itu jarang digunakan oleh eksekutif senior.

Nara mengambil tasnya, meninggalkan pesan di meja Vira bahwa ia sedang menuju gudang logistik. Ia turun satu lantai menggunakan tangga darurat selalu hindari lift.

Ketika ia membuka pintu Pantry Lounge, ruangan itu gelap.

Alex sudah ada di sana.

Nara berjalan mendekat. Ia tidak lagi mencoba bersikap profesional; ia hanya ingin menghancurkan jarak.

"Pantry, Pak Alex? Risiko ini terlalu tinggi," bisik Nara.

"Aku tahu," jawab Alex, suaranya parau, melangkah maju. "Tapi aku tidak bisa menunggu sampai besok, Nara. Aku membutuhkan ini lebih dari yang aku butuhkan untuk akuisisi Eterna."

Alex meraih bahu Nara, tangannya menjepit kemeja Nara dengan kuat. Ia menarik Nara mendekat, dan bibir mereka bertemu dalam ciuman yang mendesak, penuh gairah tersembunyi dan rasa syukur.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Kode Dibalik Kata

    Hari yang biasanya dipenuhi antusiasme menjelang akhir pekan, tetapi di lantai eksekutif Aldebaran Corp, yang terasa hanyalah ketegangan yang merayap di udara.Ia tidak menatap Nara ia tidak berbicara dengannya secara langsung kecuali melalui interkom. Nara mengamati Alex dari mejanya: sikapnya lebih kaku, gerakannya lebih terukur, seolah ia sedang berjuang keras untuk menahan dorongan yang ia lepaskan tadi malam.Nara sendiri merasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Setiap kali Vira atau rekan kerja lain masuk ke area mereka, ia merasa panik. Ia takut ada sisa aroma, ada kerutan di blusnya, atau bahkan sisa jejak pada dasi Alex yang ia perbaiki.Pukul 11.00, Alex memanggil Nara ke ruangannya untuk pembahasan mendalam mengenai laporan Eterna. Mereka duduk di meja yang sama, tempat di mana mereka melanggar aturan dua malam lalu."Laporan ini," kata Alex, menunjuk ke sebuah paragraf mengenai cash flow. "Perlu penekanan ekstra di sini. Aku tidak ingin dewan direksi salah mengartikan

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Pengakuan di Pantry

    Chapter Ciuman di pantry itu berbeda dari sebelumnya. Tidak ada kecanggungan seperti yang pertama, dan tidak ada kehati-hatian seperti saat mereka berada di apartemen. Ciuman ini terburu-buru, dipenuhi adrenalin dan bahaya.Alex mendorong Nara perlahan hingga ia tersudut di antara meja marmer dan dinding. Pintu pantry itu memang terkunci otomatis, tetapi suara klik sekecil apapun dari luar bisa menghancurkan segalanya.Gairah membuat mereka bergerak cepat. Alex menjauhkan kepalanya sebentar, napasnya memburu di leher Nara. Tangan besarnya meraba bagian belakang leher Nara, menariknya ke dalam pelukan yang menekan. Nara bisa merasakan detak jantung Alex yang menggila, jauh lebih kencang daripada detak jantungnya sendiri."Aku gila," bisik Alex, suaranya parau, bukan pertanyaan, melainkan pengakuan. "Aku tidak bisa fokus. Setiap rapat, aku hanya memikirkan kapan aku bisa melakukan ini lagi."Nara tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya mencengkeram kemeja Alex di bahunya, menariknya k

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Gairah Jam Lembur

    Ciuman itu menjadi semakin rakus, membakar sisa kesadaran Nara. Gairah Alex terasa liar dan tak terkontrol, sebuah kontras nyata dengan ketenangan di kantor. Ia mendorong Nara dengan lembut, memaksanya bersandar di meja makan, menghimpitnya dengan tubuhnya.Nara membiarkan gairah Alex menguasai, tangannya meraba bahu dan punggung Alex yang kini terasa keras dan tegang. Ia menyadari betapa intim sensasi yang ditimbulkan oleh penampilan Alex yang santai ini hanya kaus tipis yang membiarkan Nara merasakan panas tubuhnya secara langsung.Tangan Alex yang memeluk pinggang Nara kini bergerak liar dan menuntut. Satu tangannya bergeser ke atas, menyelip di bawah gaun navy Nara. Jari-jari Alex yang hangat menyentuh punggung telanjang Nara, memberikan sentuhan yang terlalu intim untuk pertemuan kerja.Saat ciuman mereka semakin dalam, tangan Alex yang satunya menjelajahi sisi tubuh Nara, bergerak dari pinggang, melintasi tulang rusuk, hingga mencapai area terlarang. Ia tidak menyentuh secara la

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Dilema dan Gaun yang Terlarang

    Nara mencengkeram kemeja linen Alex, punggungnya berbenturan dengan dinding Pantry Lounge Lantai 4 yang dingin. Ciuman mereka rakus, mendesak, dan penuh risiko. Aroma kopi basi dan ambisi bercampur dengan gairah terlarang yang mereka ledakkan di tempat tersembunyi itu."Aku membutuhkan ini lebih dari yang aku butuhkan untuk akuisisi Eterna," bisik Alex,Suaranya parau, sebelum kembali menciumnya dengan kekuatan seorang pria yang kecanduan kontrol. Nara tahu: ini adalah kontrak rahasia mereka, dan dia sudah terjerat jauh.Waktu bergerak lambat dari hari Rabu hingga Sabtu pagi. Nara menghabiskan malam-malamnya dalam kondisi setengah sadar, diisi oleh tumpukan dokumen Eterna dan bayangan tangan Alex yang merayap di bawah blusnya. Ia merasa bersalah, tetapi gairah yang ditimbulkan oleh rasa bersalah itu terasa jauh lebih kuat.Ia adalah wanita dewasa, kompeten, dan sangat tahu risiko yang ia ambil. Hubungan terlarang dengan Alex, bos sekaligus sumber kekuasaan, bisa menghancurkan reputasi

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Pengakuan dan Rahasia

    Pagi berikutnya, Nara tiba lebih awal. Ia merasa seperti kriminal yang baru saja meninggalkan lokasi kejahatan. Seluruh tubuhnya tegang, menunggu isyarat pertama dari Alex Kael.Ia menyiapkan Americano di meja Alex. Dingin. Itu adalah perintah yang tidak logis, melanggar kebiasaan Alex, tetapi ia mematuhinya. Perintah itu adalah pengakuan dan kode rahasia mereka.Ketika Alex masuk pukul 07.50, ia tampak lebih kaku. Ada garis gelap di bawah matanya, tanda kurang tidur. Ia bahkan tidak membalas sapaan Nara, hanya mengangguk dingin dan berjalan lurus ke ruang kerjanya. Pintu kaca buram tertutup, kembali menjadi pembatas.Nara menarik napas lega. Kontrol kembali.Namun, beberapa menit kemudian, bel interkom berbunyi."Masuk," suara Alex terdengar datar.Nara masuk, membawa tablet jadwal. Matanya secara naluriah mencari cangkir kopi dingin itu. Cangkirnya kosong. Alex sudah menghabiskannya.Alex duduk di kursinya, membaca laporan. Ia tidak mendongak."Saya ingin kamu membatalkan rapat deng

  • Obsesi Setelah Rapat Malam   Konsekuensi dan Obsesi

    Saat Alex kembali mencium bibirnya, tangannya mulai bergerak dari punggung bawah Nara. Gerakannya sengaja melambat, seperti penyiksaan yang manis. Jari-jarinya meluncur di sepanjang tulang rusuk Nara, meraba setiap lekukan yang tersembunyi di balik blus sutra.Blus Nara terasa terlalu tipis sekarang. Alex memperdalam sentuhannya, jarinya menjalar ke sisi dada Nara, memberi tekanan lembut yang mengirimkan gelombang kejut. Nara terkesiap, ciuman mereka terlepas sesaat.Sentuhan itu membuat Nara sadar penuh akan pelanggaran yang mereka lakukan. Mereka di ruang direksi, lantai eksekutif. Karyawan lain hanya berjarak satu lift. Setiap sentuhan adalah risiko hancurnya karier."Alex, kita..." Suara Nara tercekat, napasnya putus-putus. Ia memanggil Alex dengan nama, bukan gelar sebuah pelanggaran yang lebih besar.Alex menghentikan sentuhannya di sisi dada Nara, tetapi tidak melepaskan. Tangan besarnya menangkup lembut di sisi rusuk Nara. Ia menatap mata Nara yang kini dipenuhi campuran gair

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status