Share

BAB 6 Hentikan Will

“Will, aku bawakan makan siang untukmu,” seru Olivia dari balik pintu ruangan seraya mengangkat sebuah tas kecil berisi makan siang dengan antusias. 

Wajah William yang sebelumnya terlipat karena lelah membaca dokumen-dokumen pekerjaan di atas meja seketika berseri saat beradu pandang dengan istrinya itu. 

William pun bangkit dari kursinya, ia langsung menarik Olivia masuk ke dalam ruangannya dan menutup pintu ruangan rapat-rapat. Olivia tersentak untuk sesaat karena tidak menduganya sama sekali tapi sedetik kemudian ia terkekeh sambil memukul dada bidang William. 

Sudah satu minggu sejak William kembali bekerja. Setelah keluar dari rumah sakit pria itu sudah tidak sabar ingin segera bekerja padahal Olivia berulang kali memintanya untuk beristirahat hingga William pulih sepenuhnya. Tetapi sikap keras kepala pria itu tidak bisa Olivia hentikan sama sekali.

“Ayo makan siang bersama,” ujar Olivia.

Namun alih-alih menjawab William malah merebut tas kecil berisi makan siang digenggaman Olivia lalu menaruhnya di atas meja dan mendorong tubuh Olivia sampai terpojok ke dinding ruangan. 

Olivia menatap kotak makan siang itu dan William bergantian. Ia tahu apa tujuan William saat ini. 

William menatap Olivia lamat-lamat lalu mengelus wajah Olivia dengan lembut, menjalar menuju lehernya hingga menyentuh kalung berliontin bulan sabit yang terkalung di leher Olivia dan menatap kalung itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

Rasa khawatir sontak menjalari hati Olivia. Olivia tidak ingin William sampai curiga apalagi tahu kebenaran yang ada di balik kalung itu. Dengan cepat Olivia pun merebut liontin dari tangan William perlahan seraya mengulas senyum hangat padanya. 

“Kau sangat pandai memilih hadiah. Kalung ini adalah hadiah paling cantik dan berharga yang pernah aku miliki.”

“Aku harap bisa menemukan gelang pasangannya,” balas William dengan kecewa. 

Sejak pulang kembali ke rumah William berusaha mencari gelang pasangan dari kalung itu. ia bahkan menyisir ke selurun sudut rumah tetapi tidak bisa menemukannya. 

“Gelang itu sudah lama hilang karena kamu lupa di mana menyimpannya, jadi sudahlah tidak perlu dipikirkan.”

William mengangguk, tetapi sesaat kemudian ia meringis dan memiringkan kepalanya seolah sedang memikirkan sesuatu, “Tapi aku penasaran kenapa aku harus memberimu liontin berbentuk bulan?”

Deg!

‘Ini gawat aku harus segera mengalihkan pikiran William,’ batin Olivia panik, kemudian sebuah ide brilian terbersit dalam benaknya.

 

Senyuman penuh arti tersungging di bibir merah Olivia. Kemudian tiba-tiba Olivia menarik dasi yang tertaut pada kemeja William hingga membuat tubuh pria itu semakin tertarik ke arah Olivia dan juga memangkas jarak diantara wajah mereka. 

“Oh ya Tuan William, apakah kamu ingin menu pembuka untuk makan siangmu?” bisik Olivia menggoda.

“Tentu saja,” ucap William dengan senang hati.

Olivia pun semakin mendekatkan wajahnya dengan William lalu ia kecup bibir pria itu dengan lembut. William balas melumat bibir Olivia dengan penuh gairah seraya menanggalkan dasi di kerah pakaiannya. 

Olivia bisa merasakan napas William yang memburu dan hangat yang tanpa Olivia sadari cukup untuk membuat wajahnya memerah dan memacu debaran jantungnya. Dalam sekejap saja suhu ruangan terasa lebih panas seolah angin segar dari AC ruangan tidak berfungsi dengan baik. 

Kali ini William beralih menjamah tengkuk indah Olivia dan berhasil membuat Olivia melepaskan desahannya. Olivia tersentak mendengar desahan dirinya dan langsung menggigit bibirnya. 

‘Aku tidak boleh hanyut dalam suasana,’ batin Olivia berusaha mengingatkan dirinya sendiri tentang siapa sesungguhnya pria yang kini sedang bermain dengan tubuhnya itu. 

Tetapi Olivia tidak bisa menahan diri, seberapa keras ia berusaha tubuhnya tetap berekasi lebih terhadap setiap sentuhan sensual yang William lancarkan padanya.

“Will... cukup hentikan...,” pinta Olivia sudah tidak tahan lagi. Jika William tetap meneruskan kegiatan ini hingga lebih jauh Olivia khawatir otaknya tidak akan bisa berfungsi dengan normal lagi. 

William malah melenggeleng seraya tersenyum jahil.

“Will, bagaimana kalau ada orang yang datang?” balas Olivia yang disambung dengan lenguhan dari mulutnya karena tangan William mulai menyentuh area bawah tubuhnya.

“Kamu yang memulainya, kamu benar-benar ingin aku berhenti?” goda William dengan jemari yang terus bermain di atas tubuh Olivia, berusaha menemukan area sensitif dari wanita itu.

Tubuh Olivia bereaksi semakin aneh, pikirannya mulai melayang larut dalam setiap jengkal sentuhan William, bahkan Olivia sudah tidak bisa lagi mengontrol raut wajah dan suaranya. Entah raut apa yang saat ini tergambar di wajahnya Olivia tidak tahu lagi. 

William tersengih dan berbisik tepat di telinga Olivia, “Kamu yakin ingin aku berhenti saat tubuhmu mengatakan yang sebaliknya?” 

“Will....” 

William kembali mengecup leher Olivia. Aroma citrus yang manis dan segar menyeruak dari tubuh Olivia dan pria itu sangat menyukainya. Saat William hendak melancarkan aksinya yg lain tiba-tiba pintu ruangan diketuk dari arah luar.

 “Pak 30 menit lagi rapat dengan kantor cabang lain akan segera dimulai,” seru Jimmy dari luar ruangan. 

William mengembuskan napas berat dan kembali merapikan pakaiannya. Sedangkan Olivia bisa bernapas dengan lega karena terselamatkan oleh Jimmy, kalau Jimmy tidak datang mungkin Olivia sudah hilang akal dan membuat hatinya goyah akan tujuan dirinya yang sebenarnya melakukan semua ini.

 

Olivia pun bergegas membuka pintu ruangan. Saat pandangan Olivia dengan Jimmy bertemu raut wajah Jimmy seketika berubah. Tatapan mata Jimmy berubah sendu dan raut wajahnya berubah kikuk.

 

Olivia jelas terbiasa dengan ekspresi itu sudah bertahun-tahun ia melihatnya dan Jimmy tidak pernah berubah. 

“Will, sedang makan siang.” 

Jimmy mengalihkan pandangannya ke arah William yang kini tengah menyuap makanan ke dalam mulutnya. “Kalau begitu Pak, saya akan kembali 20 menit lagi.”

William hanya mengangguk dari dalam ruangan dan tersenyum ramah pada Jimmy, lalu pria itu berlalu pergi. Sesaat setelah Jimmy pergi notifikasi pesan masuk dari Jimmy muncul di ponsel Olivia. 

‘Ada yang ingin aku bicarakan denganmu,’ pinta Jimmy dalam isi pesannya.

Ketakutan sontak terpancar dari kedua manik bening Olivia mengingat sepertinya Olivia tahu apa yang ingin dibicarakan oleh pria itu. 

“Will, dari mana kamu mendapatkan informasi tentang kalungku? Kamu kan masih di rumah sakit dan baru saja siuman hari itu.”

“Aku meminta Jimmy untuk mencarinya tidak aku sangka dia bisa menemukannya dengan cepat,” balas William sambil menikmati makan siangnya. “Memangnya ada apa?”

Napas Olivia sontak tersenggal, tetapi dengan keras ia berusaha menyembunyikannya dari William dan hanya mengulas senyum tipis lalu memeluk tubuh William dengan manja.

 

Tentu saja tidak boleh ada satu pun orang yang mengetahui fakta sebenarnya tentang kalung itu terutama William dan Jimmy. Dan hal itu lah yang Olivia khawatirkan. 

Untuk sesaat Olivia menyesali keputusannya menggunakan kalung itu. Tetapi semua sudah terjadi dan Olivia tidak bisa memutar kembali waktu untuk mencegah dirinya menggunakan kalung itu.

‘Bagaimana kalau Jimmy curiga dan mencari tahu lebih jauh tentang kalung ini?’ batin Olivia resah. 

Namun sebuah ide lainnya tiba-tiba terbersit dan sepertinya Olivia tahu bagaimana cara memanfaatkan situasi ini agar menjadi kesempatan yang bagus untuknya.

Olivia pun kembali merogoh ponselnya dan berdiri menjauhi William agar ia bisa mengirimkan pesannya dengan aman.

‘Baiklah ayo kita bertemu jam tujuh malam ini, aku akan kirimkan lokasi pertemuannya dan datanglah ke lokasi itu,’ balas Olivia

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status