Wulan mengulurkan tangan yang hanya memiliki empat jari untuk mencekik lehernya. Anggi berusaha menghindar sambil terus meronta. Sementara Pratama, Yohan, Dimas, Bayu, juga Ayunda ... mereka semua juga mengulurkan tangan yang hanya punya empat jari itu, mencekiknya dan menariknya ...."Tinggal kalian sekeluarga saja ....""Ah ...."Anggi terbangun dari mimpi buruknya.Luis yang sedang tidur nyenyak pun ikut tersentak bangun, lalu merangkulnya dan bertanya, "Ada apa, mimpi buruk lagi?""Mm." Anggi langsung terjatuh ke dalam pelukan pria itu, "Tiba-tiba aku bermimpi tentang orang-orang Keluarga Suharjo.""Mereka semua sudah mati, mereka nggak akan bisa memberikan pengaruh apa pun padamu."Anggi mengangguk, "Aku tahu, tapi ketika bermimpi tentang mereka, mereka tetap saja begitu menyebalkan ...."Orang-orang itu tidak pernah menyesali apa pun. Seolah-olah semua kesalahan hanya ada padanya.Dalam mimpi itu, semua jari-jari mereka terpotong satu. Benar-benar menyeramkan. Anggi masih ingat,
"Mana bisa sama?" Luis tersenyum tipis.Anggi menoleh menatapnya, "Kamu, jangan-jangan kamu ....""Apa salahnya?" Luis mengangkat sedikit alisnya, "Bukannya kamu sendiri bilang ini hanyalah dunia yang ditulis orang lain? Besok akan bagaimana, masa depan jadi apa, siapa yang tahu?"Anggi berkata, "Kak Aska pernah bilang, sekalipun ini hanyalah dunia dari sebuah cerita, tapi dia sudah membentuk aturannya sendiri. Orang-orang di sini juga hidup dengan darah dan daging, semua perasaan pun nyata adanya.""Takhta dan kekuasaan kaisar, mana ada yang lebih penting daripada hidup bebas dan bahagia?"Luis tersenyum, tidak terlihat seperti sedang bercanda, "Apakah kamu bahagia?""Mm, bahagia.""Setelah urusan dengan Raja Negara Darmo itu selesai, aku akan membawamu berkeliling dunia. Ini janji yang dulu pernah aku berikan padamu." Dia masih ingat, dulu Anggi tidak ingin terus terikat di balik tembok istana.Saat itu dia pernah berkata, setelah memiliki putra mahkota, dia akan menyerahkan takhta p
"Sayang, aku di sini."Di tempat yang remang-remang, Luis melihat sosok Anggi yang memesona di balik tirai tipis. Dia melangkah mendekat. Namun ketika hendak meraihnya, Anggi kembali menghindar dengan gesit.Betapa menariknya permainan ini. Hati Luis yang semula penat, tiba-tiba penuh gairah kembali. Cahaya lilin padam, lalu menyala lagi, seakan ikut bermain bersama mereka.Luis terus mencari sosok Anggi di antara tirai-tirai tipis itu. Hingga terdengar suara Anggi menjerit pelan, membuatnya kaget lalu segera berlari ke arah suara itu.Cahaya lilin berkelip, tetapi Luis sudah bisa menangkap langkah kaki Anggi. Sebenarnya dia sudah tahu, hanya saja dia sengaja ikut bermain dengan Anggi.Ketika Anggi muncul sambil membawa tempat lilin, Luis pun mendekatinya. "Kamu ingin main seperti apa?"Anggi meletakkan tempat lilin ke samping, lalu menarik tangannya. "Ikut aku."Luis tersenyum menyeringai, matanya penuh harap. Namun setelah melewati beberapa tirai tipis, Anggi tiba-tiba menariknya hin
Anggi tersenyum tipis. "Kamu juga sudah nggak muda lagi. Biarlah Sura yang datang memintaku untuk menikahkanmu.""Aku ...." Mina sempat ragu."Sura sekarang sedang berada di puncak kejayaannya. Dia juga sudah memiliki kediaman jenderal yang megah di luar istana. Banyak gadis yang ingin menikah dengannya, tetapi dia tidak kunjung menikah. Itu karena dia menunggumu."Mina hanya terdiam."Jangan sampai kamu pandai memberi nasihat padaku, tapi ketika giliranmu sendiri malah bingung nggak tahu apa yang harus dilakukan," lanjut Anggi dengan nada lembut."Hamba mengerti."Usai santap malam.Mereka bertiga sempat bermain bersama sebentar. Lalu, Anggi meminta pengasuh menidurkan Zahra.Luis agak bingung. "Tadi kamu bilang biar pengasuh yang menidurkannya?""Ya, benar.""Kalau begitu ... kita berdua saja?"Anggi mengangkat tangannya yang halus dan menutup mulut Luis. "Ya, hanya kita berdua."Wajah pria itu tetap dingin dan matanya menyapu sekeliling. Lalu, dia melempar buku yang dipegangnya, ber
Belum sempat Anggi memberikan jawaban, kedua pejabat itu langsung berlutut bersama. "Mohon Permaisuri bujuklah Kaisar agar lebih banyak menerima selir demi kelanjutan garis keturunan kerajaan."Bibir Anggi bergerak sedikit. Akhirnya, masalah ini benar-benar datang juga.Mina mengernyitkan alis di sampingnya. Dalam hati, diam-diam dia telah melontarkan sumpah serapah pada kedua pejabat di hadapannya ini.Kaisar dan Permaisuri begitu saling mencintai! Apa mereka tidak bisa melihat ada sepasang suami istri yang benar-benar bahagia? Kenapa harus memasukkan begitu banyak wanita lain ke dalam istana ....Anggi menghela napas. "Kalian silakan bangkit. Urusan ini bukanlah sesuatu yang bisa kuputuskan.""Permaisuri adalah ibu negara. Pemilihan selir adalah kewajiban Permaisuri. Stempel Foniks pun ada di tangan Permaisuri, bagaimana mungkin Permaisuri tidak bisa memutuskan?" tanya Pengawas Agung.Anggi menjawab dengan tenang, "Perkara ini akan kubicarakan baik-baik dengan Kaisar."Arkan dan Peng
"Liram? Bukankah di sana sangat sulit untuk hidup? Ular berbisa dan binatang buas juga sangat banyak." Dulu, dia memang hendak mengirim Bayu, Dimas, serta Ayunda ke tempat itu.Mina mengangguk. "Benar, tapi di sana cukup banyak hujan. Aku dengar, meskipun hidupnya susah, orang-orang yang diasingkan ke sana masih ada cukup banyak yang berhasil bertahan. Nah, makanan inilah yang menyelamatkan banyak nyawa."Anggi menatap potongan tahu hijau di dalam mangkuk. Kalau bukan karena Jelita, mungkinkah Ayunda, Dimas, dan Bayu juga bisa bertahan hidup setelah diasingkan ke Liram?"Kamu sudah mencobanya?" tanya Anggi.Mina mengangguk. "Semua orang tahu Permaisuri selalu memperlakukanku dengan baik, jadi makanan apa pun selalu ada bagianku. Aku sudah mencicipinya di dapur kerajaan tadi. Oh iya, punya Kaisar juga sudah diantar ke ruang kerjanya.""Baiklah."Anggi mengangkat mangkuk itu dan meminumnya. Zahra tiba-tiba menoleh. Saat melihat ibunya sedang makan sesuatu, dia seketika menangis."Ibunda