Home / Romansa / Pengantin 50.000 Dollar / Aditya dan Kisahnya

Share

Aditya dan Kisahnya

Author: Cesca
last update Huling Na-update: 2025-07-09 13:59:10

Aditya tak jemu memandangi foto Karaya yang dengan apik terpajang di dalam pigura berwarna emas tua itu. Perempuan dengan surai berombak dengan gaun merah jambu itu mengembangkan senyuman manisnya. 

Wanita itu tidak dapat dihubungi sebulan terakhir, membuatnya kelimpungan. Ia bahkan memeriksa kediaman pribadi Karaya, tetapi dia seolah hilang tanpa jejak. Karaya yang Aditya gantungkan reputasi perusahaannya itu rupanya menorehkan luka.

Aditya harusnya menikahi Karaya agar perusahaannya semakin kokoh. Kedua orang tua Karaya pun telah setuju dengan pernikahan itu. Aditya sudah mengerahkan asisten dan menggunakan koneksinya pada kepolisian untuk mencari keberadaan Karaya, tetapi sampai kini pun tak kunjung membuahkan hasil.

"Aku gagal mendapatkan keuntungan jika aku gagal menikahinya,” gumam Aditya kesal.  

TOK....TOK....

Suara pintu menggugah lamunan Aditya. Ia kembali menyimpan foto Karaya di dalam laci meja kerjanya. "Masuk!" titahnya. 

Derit pintu menyapa indera pendengaran Aditya. Kehadiran seorang pria dengan jaket leather yang mengkilap tampak membuat Aditya sumringah, seolah sudah ditunggu-tunggu kedatangannya. 

"Ke mana saja kamu, Jun? Lama sekali tidak mengabariku. Bagaimana? Kamu sudah dapatkan kabar tentang Karaya?" Aditya tanpa basa-basi menodong pria itu, Juna Mahesa, kawannya yang bekerja di kepolisian. 

"Sorry, Dit! Aku banyak tugas dan harus pergi ke luar kota, jadi baru bisa menemuimu sekarang. Untuk sekarang, aku belum mendapatkan kabar tentang Karaya. Selama aku bertugas, aku juga meminta Amar untuk mencari Karaya, tetapi dia juga tidak mendapatkan hasil. Aku curiga dia tidak di Jakarta," pungkas Juna.

Aditya menghela napasnya panjang. Tinggal sisa beberapa hari lagi pernikahannya dengan Sekar, tetapi Karaya tak kunjung ia temukan.

"Aku sudah mengecek pada petugas bandara untuk mencari tahu apakah Karaya pergi luar Indonesia atau tidak, tetapi aku tidak menemukan nama Karaya. Aku akan mengeceknya lagi setelah senggang," tambah Juna.

Aditya manggut-manggut. "Thanks ya, Jun! Kamu sudah banyak membantu." 

"Santai, Dit. Sekarang giliranku yang membantu, biasanya kamu yang banyak membantuku. Kamu banyak membantu soal keuanganku. Jadi hanya ini yang dapat aku lakukan," jelas Juna. "Omong-omong kudengar dari asistenmu, kamu mendapatkan pengganti Karaya untuk sementara. Apakah benar?”

Aditya kembali mengangguk sebagai balasan, lalu pandangannya dialihkan pada jendela kaca yang tertutup gorden putih tipis. "Aku tidak punya pilihan lain. Untuk menjaga reputasiku sekaligus menolong perempuan itu," ujar Aditya.

Juna mengernyitkan dahinya. “Lalu kenapa kamu masih perlu mencari Karaya?”

“Aku dan perempuan itu sepakat kawin kontrak. Jika aku menemukan Karaya, aku akan menceraikannya," tambah Aditya.

Juna membelalakan matanya, tampak terkejut. Tetapi sebelum bisa berkata lain, seorang asisten mengetuk pintu ruang kerja Aditya dan membungkuk sopan. “Ada panggilan dari Nyonya Aini untuk Anda.”

 —

Mobil  buatan Jerman yang Aditya kemudikan akhirnya tiba di pelataran mansion megahnya. Langkah panjang Aditya melenggang ke dalam mansion dan seorang ART segera menyambutnya.

“Den Aditya sudah ditunggu Nyonya di ruang tamu,” ujar perempuan paruh baya itu. 

Aditya mengangguk singkat. Sebenarnya, Aini jarang ingin bertemu dengan Aditya di jam sibuk seperti ini. Biasanya, perempuan paruh baya itu selalu sibuk bertemu dan mengurus acara dengan teman-teman sosialitanya.

“Apakah ibu pernah mengajarimu untuk mengambil keputusan sepihak, Aditya?” 

Suara perempuan paruh baya itu menyapa indera pendengaran Aditya setelah ia tiba di ambang ruang tamu, bahkan belum sempat ia duduk. 

Aditya terdiam, ia tahu betul apa yang dibicarakan oleh Aini. Alih-alih menimpali, Aditya memilih untuk duduk berhadapan dengan perempuan paruh baya itu. 

“Lebih baik batalkan saja pernikahannya,” tegas perempuan paruh baya itu menolak keras. 

Aditya mendengus kesal. “Lalu ibu ingin membiarkan reputasi anaknya ini hancur? Begitu yang ibu maksud?” 

“Dengan kamu menikahi perempuan desa itu, kamu akan menodai garis keturunan Cempoko, Aditya. Apa kamu tidak memikirkan itu?” Aini balas menatap nyalang.

Ini bukan pertama kalinya Aditya melihat ibunya marah-marah karena keputusan yang Aditya ambil. Menurutnya, Aditya memang gegabah dan masih butuh diarahkan. Ibunya sangat konservatif dan kaku mengikuti tradisi keluarga.

“Ibu sudah katakan bahwa Karaya adalah pilihan tepat untuk kamu, Aditya. Bibit, bebet, dan bobotnya jelas. Sedangkan perempuan desa ini? Apa yang dia miliki?”

Semua yang diutarakan Aini memang benar. Namun, Aditya punya alasan sendiri untuk keputusannya. Ibunya memang keras kepala, tetapi Aditya juga punya pendirian.

“Dengarkan baik-baik, Bu. Pernikahanku dengan Sekar untuk menyelamatkan reputasiku. Apa ibu ingin aku menjadi bahan berita dan perbincangan orang-orang? Soal membatalkan pernikahan, semuanya akan sulit dilakukan, Bu. Semua sudah disiapkan,” jelas Aditya. 

Aini tak menimpali sedikitpun. Perempuan paruh baya itu membawa tangannya bersedekap di dada. Matanya tak menatap kepada Aditya sedikitpun.

“Sudahlah, Sayang! Apa yang Aditya katakan itu ada benarnya, kamu tidak perlu marah-marah seperti ini.” 

Suara berat Tom Joseph Cempoko menyapa indera pendengaran kedua insan yang sedang bersiegang itu. Pria paruh baya yang sudah beruban itu turut duduk di ruang tamu. Kedatangannya seolah menjadi penengah di antara ibu dan anak itu. 

“Lagipula tidak ada yang dirugikan ketika Aditya menikah dengan perempuan itu,” tambah Tom. “Dari desa maupun kota, tidak ada pengaruhnya bagiku. Asalkan dia gadis baik-baik, aku pikir sangat tepat bagi putra kita.” 

Aini melayangkan tatapan tajamnya kepada Tom. “Kita sudah bersepakat dengan orang tua Karaya, Mas. Ingat itu!” 

“Tetapi Karaya-nya tidak ada mau bagaimana?” jawab pria paruh baya itu enteng. “Sudahlah, Sayang! Lagipula ini pernikahan Aditya, biarkan dia tanggung jawab sendiri.”

Aini tak menimpali sepatah kata pun dan hanya beranjak dari duduknya. “Kalian berdua sama saja,” ucapnya lalu melenggang dari ruang tamu membawa kekesalan yang masih tersimpan. 

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin 50.000 Dollar   Malam Pertama?

    Sekar duduk membeku di tepi ranjang. Jantungnya berdebar lebih cepat dan tangannya dingin. Benaknya seketika riuh, tentang malam pertama. Apalagi setelah Airin, sahabat dekatnya itu bertanya tentang malam pertama kepadanya.“Udah unboxing belum, Kar?” Begitulah pesan nakal yang dikirimkan sahabat baiknya itu.Sekar menutup wajahnya yang merona ketika mengingat kembali pertanyaan nakal dari sahabatnya itu. Memikirkannya saja malu apalagi melakukan malam pertama? Begitulah batin Sekar bergemuruh.Untuk kali pertamanya Sekar akan tidur bersama dengan seorang pria, meski pria itu adalah suaminya. Rasa malu, takut, dan canggung seketika menyelimutinya.“Kamu belum tidur?”Suara Aditya menyapa indera pendengaran Sekar. Ia menoleh ke arah suara dan ditatapnya Aditya yang baru saja selesai mandi. Dengan percaya dirinya, Aditya hanya melilitkan handuk menutup pinggang hingga pahanya, sedangkan bagian atas dibiarkan terbuka hingga perut kotak-kotaknya itu terpampang jelas.Sekar seketika mengal

  • Pengantin 50.000 Dollar   Kampungan

    Sekar duduk seorang diri di ruang makan, tepat di malam hari setelah acara pernikahan usai. Tidak lama, Aditya menyusulnya setelah pria itu mengambil dua gelas air mineral. Satu diberikannya kepada Sekar dan satu lagi untuknya.“Kenapa wajahmu tegang begitu? Anggap saja rumah sendiri, Sekar. Tidak perlu canggung ataupun khawatir,” pungkas Aditya.“Tapi aku takut, Mas…” cicit Sekar sembari meraih ujung kaus yang Aditya pakai.Aditya mengerutkan keningnya keheranan lalu diraihnya tangan Sekar dan digenggamnya erat. Ia tahu betul perbedaan status sosial antara ia dan Sekar. Apalagi setelah Sekar masuk ke dalam dunia Aditya, semuanya jelas tampak baru dan Sekar membutuhkan adaptasi perihal itu.“Semua akan baik-baik saja, Sekar. Aku akan membantumu,” pungkas Aditya.Masih ingat jelas di benak Aditya tepat setelah acara pernikahan berlangsung, ayah Sekar, Yudho, memintanya untuk menjaga Sekar yang notabenenya adalah anak rumahan.Jauh di dalam lubuk hati Aditya, ia merasa bersalah setelah m

  • Pengantin 50.000 Dollar   SAH

    Sekar menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia tampak anggun dengan kebaya putih yang melekat di tubuhnya. Siger sunda pun terpasang melingkar di keningnya. Polesan wajahnya tampak natural tetapi tetap membuatnya pangling.Berulang kali Sekar bahkan bertanya, "Apakah ini benar aku? Apakah ini aku? Kenapa aku jadi cantik sekali." Terkadang Sekar masih tidak percaya bahwa dirinya akan menikah secepat ini. Ia bahkan tidak memikirkan untuk menikah dengan cepat. Mungkin Sekar akan teramat bahagia ketika ia benar-benar menikah tanpa embel-embel pernikahan kontrak.Senyum Sekar yang merekah seketika pudar. Setidaknya ada hal yang ia dapatkan dan ada yang harus ia korbankan. Utang-utang ayahnya lunas sudah cukup baginya, meski ia harus mengorbankan kebahagiaannya. "Jangan sedih dong, Sekar! Ini hari bahagia kamu!" Airin membuka suara, sahabat Sekar itu memberikan support terbaiknya. "Meskipun ini hanya pernikahan kontrak, ingat setidaknya kamu kawin dengan anak konglomerat. Kamu harus m

  • Pengantin 50.000 Dollar   Aditya dan Kisahnya

    Aditya tak jemu memandangi foto Karaya yang dengan apik terpajang di dalam pigura berwarna emas tua itu. Perempuan dengan surai berombak dengan gaun merah jambu itu mengembangkan senyuman manisnya. Wanita itu tidak dapat dihubungi sebulan terakhir, membuatnya kelimpungan. Ia bahkan memeriksa kediaman pribadi Karaya, tetapi dia seolah hilang tanpa jejak. Karaya yang Aditya gantungkan reputasi perusahaannya itu rupanya menorehkan luka.Aditya harusnya menikahi Karaya agar perusahaannya semakin kokoh. Kedua orang tua Karaya pun telah setuju dengan pernikahan itu. Aditya sudah mengerahkan asisten dan menggunakan koneksinya pada kepolisian untuk mencari keberadaan Karaya, tetapi sampai kini pun tak kunjung membuahkan hasil."Aku gagal mendapatkan keuntungan jika aku gagal menikahinya,” gumam Aditya kesal. TOK....TOK....Suara pintu menggugah lamunan Aditya. Ia kembali menyimpan foto Karaya di dalam laci meja kerjanya. "Masuk!" titahnya. Derit pintu menyapa indera pendengaran Aditya. Keh

  • Pengantin 50.000 Dollar   "Om"

    Di jalanan yang mulai riuh, pria asing itu mengemudikan mobilnya. Langit telah menggelap dan rintik hujan mulai jatuh. "Pakai jas ini, aku tahu kamu kedinginan dan tidak nyaman," ujar pria asing itu sembari memberikan jasnya yang baru ia lepas setelah lampu lalu lintas berubah merah. "Terima kasih, Om." Sekar menerima jas itu dan menyampirkannya pada paha putih gadingnya yang mulus. "Tidak bisakah kamu berhenti memanggilku Om? Apakah aku setua itu?" Pria itu akhirnya protes setelah berulang kali mendengar Sekar memanggilnya dengan sebutan Om. "Lalu saya harus memanggil bagaimana? Pak? Atau apa?" Sekar menoleh kepada pria asing itu dan keduanya beradu tatap untuk sepersekian detik."Aditya, namaku Aditya Cempoko." Akhirnya pria asing itu mengenalkan diri. "Aditya? Mas Aditya?" Sekar sedikit ragu berucap sembari tak mengalihkan pandang dari Aditya yang teramat intens menatapnya. Aditya menarik kedua sudut bibirnya, terlihat puas. "Aku suka mendengarnya," ucapnya sembari mengemudika

  • Pengantin 50.000 Dollar   Kesepakatan

    "Menikah, Om? O-Om serius? Mak-Maksud saya, kita baru kenal, tetapi kenapa bisa Om menawarkan hal seperti itu kepada saya?"Bukannya terganggu dengan setiap pertanyaan yang Sekar todongkan, pria asing itu malah terkekeh seolah hal itu lucu baginya."Karena kamu terlihat seperti perempuan baik. Di era seperti ini, sulit menemukan perempuan sepertimu. Lagipula bukankah kamu mengatakan bahwa kamu butuh uang?"Sekar masih tidak habis pikir dengan pria yang ada di hadapannya itu. "Tapi, 50 ribu dollar bukan uang yang sedikit, Om. Masa Om mau memberikan uang sebanyak itu untuk perempuan asing sepertiku secara cuma-cuma?" "Siapa bilang aku akan memberikan uang sebanyak itu secara cuma-cuma? Aku butuh kamu menjadi pengantinku. Kamu butuh uang, dan aku butuh kamu untuk menyelamatkan reputasiku." Sekar melongo, untuk ketiga kalinya ia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh pria di hadapannya itu."Ma-Maksud Om, aku jadi pengantin bayaran?" Sekar menyimpulkan. Ia pikir hal-hal seperti yang ia

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status