Mendengar kabar ayahnya terjerat hutang 500 juta, Sekar memutuskan untuk mencari uang dengan menjadi LC. Tak disangka, dia malah bertemu Aditya, anak konglomerat yang pernah diselamatkannya secara tak sengaja di masa lalu. "Menikahlah dengan saya. Saya akan memberimu 50.000 dollar."
Lihat lebih banyak“Hutangnya sebesar 500 juta…”
Kata-kata itu terngiang di kepala Sekar saat dia duduk di ruangan remang itu. Berulang kali Sekar menurunkan dress ketatnya agar menutupi lututnya. Tetapi, tetap saja dress yang ia pakai itu sangat ketat hingga pahanya yang putih gading nan mulus itu terekspos.
Jika bukan karena keterpaksaan keadaan, ia tak akan sudi berpakaian seperti itu. Ayahnya kemarin menelepon, mengatakan rumahnya di kampung akan digusur kalau tidak melunasi hutang 500 juta itu.
Ia masih ingat bagaimana Airin, teman baiknya, merekomendasikan menjadi LC. Saat itulah Sekar digundahkan antara prinsip dan kebutuhan uang yang mendesak.
Menjadi LC benar-benar di luar pikirannya. Apalagi ia tahu betul bagaimana pekerjaan ini selalu dikonotasikan dengan hal-hal negatif.
Sekar memutuskan duduk di sofa dan ia menutupi pahanya yang terekspos itu dengan bantal. Sedangkan lengan putihnya yang terkespos ia tutup dengan jaket miliknya.
"Aku benar-benar merasa salah mengambil langkah," gumam Sekar pada dirinya sendiri.
"Kamu baru pertama kali bekerja di sini?"
Sekar langsung mendongak kaget mendengar suara itu. Seorang pria tiba-tiba sudah masuk ke ruangan karaoke, berdiri di ambang pintu. Pria itu tak menimpali sepatah kata pun dan hanya menatap Sekar dari atas ke bawah, terlihat menelisik.
"M-malam, Om!" Sekar bangkit dari duduknya dan membungkuk dengan sopan pada pria yang baru sampai itu. Ketakutan dan rasa malunya membuatnya tak berani menatap pria itu.
"Siapa namamu?" Pria itu kembali menodong Sekar dengan pertanyaan.
"Sekar, Om. Sekar Kedaton." Sekar menimpali tanpa menatap pria asing itu.
Pria itu lantas tak berucap lagi dan memilih menghampiri Sekar yang tidak jauh dari hadapannya. Lantas perlahan, tangan pria itu meraih rahang Sekar dengan tiba-tiba. Sekar berniat menghindar, tetapi ia tak mampu karena tepat di belakangnya adalah sofa.
Sekar akhirnya hanya mampu menutup matanya, ketakutan. Alih-alih marah, pria yang ada di hadapan Sekar itu malah terkekeh. "Dasar perempuan lugu," ujarnya lalu melepaskan rahang Sekar penuh kehati-hatian.
Sekar membuka matanya setelah pria itu melepaskan rahangnya. Napasnya sedikit tercekat dan tubuhnya gemetar. Untuk pertama kalinya, ia seperti ini.
Begitu melihat pria yang kini duduk di hadapannya itu, Sekar terkesima dengan ketampanannya. Pria itu berkulit sawo matang dan memiliki tubuh yang proporsional. Seperti bukan dari kalangan menengah ke bawah, itulah yang ada di pikiran Sekar. Menurut perkiraan Sekar, pria itu berusia sekitar 34 tahun-an.
Dalam hati, Sekar merutuk sekaligus menyalahkan dirinya sendiri, terlebih lagi setelah memanggil pria itu dengan sebutan "Om."
Dasar mulut! Asal nyeplos saja! Sekar membatin.
"Duduklah! Apa kamu tidak capek berdiri terus?" Pria itu kembali membuka suaranya.
Sekar akhirnya kembali duduk dan kembali menutup pahanya yang terekspos itu dengan bantal. Tindakan Sekar itu seketika menimbulkan kekehan kecil dari pria yang ada di hadapannya.
"Maaf," ucap Sekar sembari menundukkan wajahnya.
Sekar sama sekali tidak menduga bahwa ia berakhir mempermalukan dirinya sendiri. Sekar semestiya melayani pria yang ada di hadapannya itu dan menemaninya karaoke, tetapi dia malah bersikap malu-malu.
"Kenapa kamu harus bekerja di tempat ini jika kamu tidak menyukainya?" Pria itu akhirnya menodong Sekar dengan pertanyaan yang sudah menggantung di benaknya sejak melihat Sekar di ruangan.
"Saya butuh uang banyak, Om. Jadi tidak ada pilihan lain bagi saya untuk tidak bekerja di sini," ujar Sekar, kemudian cepat-cepat menambahkan, "Tetapi, Om tenang saja, meskipun saya pemula, saya bisa menemani Om karaoke atau ngobrol.”
Pria yang ada di hadapan Sekar itu tak menimpali dan hanya menatap Sekar intens. "Kamu butuh uang berapa?" tanyanya.
"500 juta, Om," timpal Sekar jujur.
Kening pria itu mengernyit. "Kenapa banyak sekali? Untuk apa uang sebanyak itu?"
"A-Ayah saya di kampung terlilit hutang dan saya harus membantunya, Om."
Pria itu menghela napasnya. Sepersekian detik, ruangan karaoke itu ditelan keheningan.
Ruangan yang dingin dan sunyi hanya terdengar deru AC itu cukup membuat nyali Sekar ciut. Sekar bahkan hanya mampu memainkan jari-jemarinya sembari menunduk, tak mampu menatap pria yang ada di hadapannya itu.
"Kamu butuh uang cepat kan?" Pria itu kembali melempar pertanyaan kepada Sekar, memecah hening.
Sekar dengan cepat manggut-manggut sembari memberanikan menatap pria yang duduk di hadapannya itu.
"Kalau begitu, menikahlah dengan saya. Saya akan memberimu 50 ribu dollar."
Mulut Sekar langsung menganga.
*****
Sekar duduk membeku di tepi ranjang. Jantungnya berdebar lebih cepat dan tangannya dingin. Benaknya seketika riuh, tentang malam pertama. Apalagi setelah Airin, sahabat dekatnya itu bertanya tentang malam pertama kepadanya.“Udah unboxing belum, Kar?” Begitulah pesan nakal yang dikirimkan sahabat baiknya itu.Sekar menutup wajahnya yang merona ketika mengingat kembali pertanyaan nakal dari sahabatnya itu. Memikirkannya saja malu apalagi melakukan malam pertama? Begitulah batin Sekar bergemuruh.Untuk kali pertamanya Sekar akan tidur bersama dengan seorang pria, meski pria itu adalah suaminya. Rasa malu, takut, dan canggung seketika menyelimutinya.“Kamu belum tidur?”Suara Aditya menyapa indera pendengaran Sekar. Ia menoleh ke arah suara dan ditatapnya Aditya yang baru saja selesai mandi. Dengan percaya dirinya, Aditya hanya melilitkan handuk menutup pinggang hingga pahanya, sedangkan bagian atas dibiarkan terbuka hingga perut kotak-kotaknya itu terpampang jelas.Sekar seketika mengal
Sekar duduk seorang diri di ruang makan, tepat di malam hari setelah acara pernikahan usai. Tidak lama, Aditya menyusulnya setelah pria itu mengambil dua gelas air mineral. Satu diberikannya kepada Sekar dan satu lagi untuknya.“Kenapa wajahmu tegang begitu? Anggap saja rumah sendiri, Sekar. Tidak perlu canggung ataupun khawatir,” pungkas Aditya.“Tapi aku takut, Mas…” cicit Sekar sembari meraih ujung kaus yang Aditya pakai.Aditya mengerutkan keningnya keheranan lalu diraihnya tangan Sekar dan digenggamnya erat. Ia tahu betul perbedaan status sosial antara ia dan Sekar. Apalagi setelah Sekar masuk ke dalam dunia Aditya, semuanya jelas tampak baru dan Sekar membutuhkan adaptasi perihal itu.“Semua akan baik-baik saja, Sekar. Aku akan membantumu,” pungkas Aditya.Masih ingat jelas di benak Aditya tepat setelah acara pernikahan berlangsung, ayah Sekar, Yudho, memintanya untuk menjaga Sekar yang notabenenya adalah anak rumahan.Jauh di dalam lubuk hati Aditya, ia merasa bersalah setelah m
Sekar menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia tampak anggun dengan kebaya putih yang melekat di tubuhnya. Siger sunda pun terpasang melingkar di keningnya. Polesan wajahnya tampak natural tetapi tetap membuatnya pangling.Berulang kali Sekar bahkan bertanya, "Apakah ini benar aku? Apakah ini aku? Kenapa aku jadi cantik sekali." Terkadang Sekar masih tidak percaya bahwa dirinya akan menikah secepat ini. Ia bahkan tidak memikirkan untuk menikah dengan cepat. Mungkin Sekar akan teramat bahagia ketika ia benar-benar menikah tanpa embel-embel pernikahan kontrak.Senyum Sekar yang merekah seketika pudar. Setidaknya ada hal yang ia dapatkan dan ada yang harus ia korbankan. Utang-utang ayahnya lunas sudah cukup baginya, meski ia harus mengorbankan kebahagiaannya. "Jangan sedih dong, Sekar! Ini hari bahagia kamu!" Airin membuka suara, sahabat Sekar itu memberikan support terbaiknya. "Meskipun ini hanya pernikahan kontrak, ingat setidaknya kamu kawin dengan anak konglomerat. Kamu harus m
Aditya tak jemu memandangi foto Karaya yang dengan apik terpajang di dalam pigura berwarna emas tua itu. Perempuan dengan surai berombak dengan gaun merah jambu itu mengembangkan senyuman manisnya. Wanita itu tidak dapat dihubungi sebulan terakhir, membuatnya kelimpungan. Ia bahkan memeriksa kediaman pribadi Karaya, tetapi dia seolah hilang tanpa jejak. Karaya yang Aditya gantungkan reputasi perusahaannya itu rupanya menorehkan luka.Aditya harusnya menikahi Karaya agar perusahaannya semakin kokoh. Kedua orang tua Karaya pun telah setuju dengan pernikahan itu. Aditya sudah mengerahkan asisten dan menggunakan koneksinya pada kepolisian untuk mencari keberadaan Karaya, tetapi sampai kini pun tak kunjung membuahkan hasil."Aku gagal mendapatkan keuntungan jika aku gagal menikahinya,” gumam Aditya kesal. TOK....TOK....Suara pintu menggugah lamunan Aditya. Ia kembali menyimpan foto Karaya di dalam laci meja kerjanya. "Masuk!" titahnya. Derit pintu menyapa indera pendengaran Aditya. Keh
Di jalanan yang mulai riuh, pria asing itu mengemudikan mobilnya. Langit telah menggelap dan rintik hujan mulai jatuh. "Pakai jas ini, aku tahu kamu kedinginan dan tidak nyaman," ujar pria asing itu sembari memberikan jasnya yang baru ia lepas setelah lampu lalu lintas berubah merah. "Terima kasih, Om." Sekar menerima jas itu dan menyampirkannya pada paha putih gadingnya yang mulus. "Tidak bisakah kamu berhenti memanggilku Om? Apakah aku setua itu?" Pria itu akhirnya protes setelah berulang kali mendengar Sekar memanggilnya dengan sebutan Om. "Lalu saya harus memanggil bagaimana? Pak? Atau apa?" Sekar menoleh kepada pria asing itu dan keduanya beradu tatap untuk sepersekian detik."Aditya, namaku Aditya Cempoko." Akhirnya pria asing itu mengenalkan diri. "Aditya? Mas Aditya?" Sekar sedikit ragu berucap sembari tak mengalihkan pandang dari Aditya yang teramat intens menatapnya. Aditya menarik kedua sudut bibirnya, terlihat puas. "Aku suka mendengarnya," ucapnya sembari mengemudika
"Menikah, Om? O-Om serius? Mak-Maksud saya, kita baru kenal, tetapi kenapa bisa Om menawarkan hal seperti itu kepada saya?"Bukannya terganggu dengan setiap pertanyaan yang Sekar todongkan, pria asing itu malah terkekeh seolah hal itu lucu baginya."Karena kamu terlihat seperti perempuan baik. Di era seperti ini, sulit menemukan perempuan sepertimu. Lagipula bukankah kamu mengatakan bahwa kamu butuh uang?"Sekar masih tidak habis pikir dengan pria yang ada di hadapannya itu. "Tapi, 50 ribu dollar bukan uang yang sedikit, Om. Masa Om mau memberikan uang sebanyak itu untuk perempuan asing sepertiku secara cuma-cuma?" "Siapa bilang aku akan memberikan uang sebanyak itu secara cuma-cuma? Aku butuh kamu menjadi pengantinku. Kamu butuh uang, dan aku butuh kamu untuk menyelamatkan reputasiku." Sekar melongo, untuk ketiga kalinya ia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh pria di hadapannya itu."Ma-Maksud Om, aku jadi pengantin bayaran?" Sekar menyimpulkan. Ia pikir hal-hal seperti yang ia
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen