Sekar Kedaton,hanyalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang memiliki beban bukan hanya tentang skripsi tetapi perihal keuangan. Ayahnya memiliki utang kepada juragan kayu di desanya dan mau tak mau Sekar mencari cara untuk membantu ayahnya melunasi utang-utangnya di desa. Alhasil dengan pikiran sempitnya, Sekar Kedaton yang merupakan perempuan baik-baik terjun sebagai LC dengan harapan ia mendapatkan uang dengan jumlah besar dalam sehari. Nyatanya, ia malah bertemu pria hidung belang yang hampir menodai Sekar. Beruntungnya Aditya Cempoko, seorang pria baik hati yang merupakan CEO di perusahaan ternama menolong Sekar. Saat itulah pertemuan Sekar Kedaton dengan Aditya Cempoko mengubah kehidupan Sekar hingg 360 derajat. Aditya menawarinya sebuah pernikahan kontrak dengan bayaran 50.000 dollar, sebuah uang yang sangat fantastis bagi Sekar. Tanpa pikir panjang, Sekar akhirnya menerima pernikahan kontrak tersebut. Kapan lagi mendapatkan uang sebanyak itu hanya dengan pernikahan kontrak? Begitulah pikir Sekar kala itu. Namun, bagaimana jika setelah menikah dengan Aditya, perasaan cinta Sekar tumbuh begitu saja kepada Aditya Cempoko? Haruskah Sekar mengubur perasaan cintanya itu ataukah jujur pada perasaannya sendiri juga pada Aditya, yang notabenenya hanya menikah kontrak dengannya?
View MoreSekar memijit pelipisnya gusar setelah menutup telepon dari Hendro, ayahnya yang di desa. Selama berkuliah hampir empat tahun di kota, ia tak pernah tahu bahwa ayahnya memiliki utang sebanyak 500 juta, jumlah yang sangat-sangat besar baginya. Kini otak Sekar rasanya ingin pecah memikirkan bagaimana ia mendapatkan uang dalam jumlah 500 juta dalam jangka waktu yang singkat. Belum lagi ia harus memikirkan tentang skripsinya. Rasanya segala hal yang Sekar hadapi benar-benar menjadi lebih rumit, ia bahkan kesulitan untuk mencari jalan keluar apalagi dengan beban utang ayahnya sebanyak 500 juta itu.
Selama ini ia bekerja sebagai pelayan di kafe hanya digaji sekitar satu hingga dua juta dan itu pun ia gunakan untuk menghidupi hari-harinya sebagai mahasiswa.
“Sekar…” Suara Airin, sahabat baik Sekar itu menyentak lamunannya.
“Ngapain berdiri terus di situ? Ini makananmu hampir dingin,” ujar Airin sembari menunjukkan mi ayam milik Sekar.
Dengan wajah yang lesu dan langkah lemas, Sekar melangkahkan kakinya kembali menuju ke area meja makannya yang ada di kantin. Ia duduk kembali di sisi Airin.
“Kenapa? Ada masalah di kampung?” Airin tampak menangkap kegelisahan dan kegundah-gulanaan di wajah Sekar.
Sekar manggut-manggut sembari mengaduk mi ayamnya. “Aku butuh uang, Rin. 500 juta, buat bayar utang ayahku,” ujar Sekar lirih.
Mata Airin membelalak terkejut. “500 juta?” Airin kembali mengulang apa yang ia dengar, seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar. Pasalnya, uang 500 juta bukanlah uang yang sedikit.
Sekar hanya manggut-manggut lemas. Ia menyandarkan kepalanya di meja dan mengabaikan mi ayam miliknya. Wajah Sekar kembali kusut persis seperti baju yang tak disetrika.
“Bagaimana aku bisa dapat uang sebanyak itu, Rin? Kasihan ayahku, kalau tidak rumahku yang di kampung akan disita.” Sekar kembali mencurahkan segala kegelisahannya itu.
Airin tak menimpali dan memilih berpikir sejenak atas masalah yang dialami sahabat baiknya itu. “Em… kamu mau jadi LC, Sekar?”
Kini giliran mata Sekar yang melebar sempurna. Wajahnya yang kusut itu berubah menunjukkan keterkejutan tak tertahankan. Ia melirik ke samping kanan dan kirinya, memastikan tak seorang yang mendengar ucapan sahabat baiknya itu.
“Kamu ingin ngasih saran atau mau menjerumuskan sahabatmu sendiri, Rin? Yang benar saja kamu menyuruh aku jadi LC?” Sekar berbisik-bisik. “Aku sama sekali tidak habis pikir,” tambah Sekar kesal. Ia lantas menyantap mi ayamnya.
Airin memutar bola matanya malas. “Heh, asal kamu tahu ya, Rin! Aku pernah jadi LC untuk dapat uang agar aku bisa membayar UKT semester lalu. Apa salahnya? Tidak ada salahnya, Sekar Kedaton! Toh, pekerjaan itu kita yang menentukan mau neko-neko atau tidak. Aku juga tidak neko-neko kok, cuman menemani orangnya minum dan ngobrol saja,” jelas Airin.
Sekar tersentak mendengar penjelasan sahabat baiknya itu. Saking tersentaknya ia bahkan tak melanjukan makannya. “Ja-Jadi kamu pernah jadi LC?” Rasa tak percaya masih menyelimuti Sekar.
Airin manggut-manggut lalu menimpali, “ hanya beberapa bulan saja dan menurutku uangnya sangat lumayan. Atau mungkin saat itu nasibku sedang baik saja.”
“Tapi kamu benar-benar tidak diapa-apain kan, Rin? Kamu tidak diunboxing kan?” Sekar kembali diselimuti rasa penasaran.
Airin dengan cepat menggeleng. “Waktu itu aku hanya mendengar Om-om itu curhat dan aku beri saran, itu saja sih. Aku lalu menemaninya minum, itu saja sih, Sekar.”
Sekar masih tampak ragu. Ia anak rumahan dan hanya keluar kos atau kelur rumah jika perlu. Tetapi untuk menjadi LC benar-benar di luar pikirannya. Apalagi ia tahu betul bagaimana LC selalu dikonotasikan dengan hal-hal negatif. Ia bahkan tidak berani menerjunkan diri ke dalam lingkup itu.
“Tidak usah khawatir, Sekar! Semuanya akan baik-baik saja kalau kamu pandai buat batasan sebagai LC seperti tidak mau dipegang-pegang atau bahkan tidak mau diajak untuk menemani bermalam,” jelas Airin.
Sekar masih menunjukkan keraguan dan hal itu tercetak jelas di wajahnya. Airin dapat menangkap jelas keraguan itu di wajahnya. “Demi uang, Sekar! Aku yakin kamu bisa melakukannya,” ujar Airin lagi berusaha meyakinkan.
Sekar terdiam sejenak dan mencerna apa yang sahabat baiknya itu utarakan. Ia berpikir bahwa Airin memberi saran yang sesat tetapi di sisi lain, ia juga membutuhkan uang dalam jumlah banyak yang singkat.
Apa aku harus melakukannya? Sekar membatin dalam-dalam.
“Boleh deh, Rin! Aku akan coba,” putus Sekar.
“Oke, nanti malam aku ajak kamu ke tempatnya ya. Jangan lupa pakai pakaian yang seksi dan pakai make up biar makin menyala,” pungkas Airin.
Mendengar kata “pakai baju yang seksi” membuat Sekar sedikit gelisah sekaligus ragu. Tetapi apa daya? Ia tak punya pilihan lain untuk menolak tawaran Airin, terlebih lagi ia hanya butuh uang. Apa pun akan ia lakukan untuk membantu ayahnya agar rumah peninggalan dari kakeknya itu tidak disita.
Bagaimanpun juga rumah itu menyimpan banyak kenangan untuknya, sejak ia kecil, sejak kakeknya masih hidup, dan sejak ibunya masih hidup. Sekar tidak bisa melepaskan rumah yang penuh kenangan itu begitu saja.
Sekar menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ia tampak anggun dengan kebaya putih yang melekat di tubuhnya. Siger sunda pun terpasang melingkar di keningnya. Polesan wajahnya tampak natural tetapi tetap membuatnya pangling. Berulang kali Sekar bahkan bertanya, "apakah ini benar aku? Apakah ini aku? Kenapa aku jadi cantik sekali." Terkadang Sekar masih tidak percaya bahwa dirinya akan menikah secepat ini. Ia bahkan tidak memikirkan untuk menikah dengan cepat, tetapi nyatanya takdir berkata lain. Mungkin Sekar akan teramat bahagia ketika ia benar-benar menikah tanpa embel-embel pernikahan kontrak. Senyum Sekar yang merekah seketika pudar. Setidaknya ada hal yang ia dapatkan dan ada yang harus ia korbankan. Utang-utang ayahnya lunas itu saja cukup baginya meski ia harus mengorbankan kebahagiaannya. "Jangan sedih dong, Sekar! Ini hari bahagia kamu!" Airin membuka suara, sahabat Sekar itu memberikan suport terbaiknya. "Meskipun ini hanya pernikahan kontrak, ingat setidaknya kamu kaw
Aditya tak jemu memandangi foto Karaya yang dengan apik terpajang di dalam pigura berwarna emas tua itu. Perempuan dengan surai berombak dengan gaun merah jambu itu mengembangkan senyuman manisnya. Tanpa Aditya sangka, seseorang pemilik senyuman manis itu cukup membuatnya terluka hingga hampir gila. Aditya masih ingat bagaimana kelimpungannya dan sedihnya dia ketika Karaya tidak dapat dihubungi. Ia bahkan memeriksa kediaman pribadi Karaya dan tak menemukan keberadaan perempuan itu. Karaya hilang tanpa jejak atau mungkin kabur tanpa meninggalkan jejak. Karaya yang Aditya cintai sepenuh hati tak pernah disangka menorehkan luka laksana belati.Sudah sebulan penuh, Aditya mencari keberadaan Karaya tetapi tidak membuahkan hasil. Kerabat dekat Karaya pun tidak ada yang tahu ke mana perginya perempuan itu. Aditya mengerahkan asistennya untuk mencari sekaligus menyelidiki keberadaan Karaya tetapi nahasnya tak kunjung ada kabar sedikitpun. Aditya juga meminta sahabatnya, Juna yang seorang Pol
Di jalanan yang mulai riuh, pria asing itu mengemudikan mobilnya. Langit telah menggelap dan rintik hujan mulai jatuh. Musim hujan belum tiba tetapi hujan telah jatuh sebelum musimnya. "Pakai jas ini, aku tahu kamu kedinginan dan tidak nyaman," ujar pria asing itu sembari memberikan jasnya yang baru ia lepas setelah lampu lalu lintas berubah merah. "Terima kasih, Om." Sekar menerima jas itu dan menutupkannya pada paha putih gadingnya yang mulus. "Tidak bisakah kamu berhenti memanggilku Om? Apakah aku setua itu?" Pria itu akhirnya protes setelah berulang kali mendengar Sekar memanggilnya dengan sebutan Om. "Lalu saya harus memanggil bagaimana? Pak? Atau apa?" Sekar menoleh kepada pria asing itu dan keduanya beradu tatap untuk sepersekian detik."Aditya, namaku Aditya Cempoko." Akhirnya pria asing itu mengenalkan diri. "Aditya? Mas Aditya?" Sekar sedikit ragu berucap sembari tak mengalihkan pandang dari Aditya yang teramat intens menatapnya. Aditya menarik kedua sudut bibirnya seb
"Menikah, Om? O-Om serius? Mak-Maksud saya, kita baru kenal tetapi kenapa bisa Om menawarkan hal seperti itu kepada saya?" Sekar akhirnya balik menodong pria asing itu. Bukannya terganggu dengan setiap pertanyaan yang Sekar todongkan, pria asing itu malah terkekeh seolah hal itu lucu baginya. "Karena kamu terlihat seperti perempuan baik. Di era seperti ini sulit menenmukan perempuan sepertimu.""Lagipula bukankah kamu mengatakan bahwa kamu butuh uang?" Pria itu menambahkan. Sekar masih tidak habis pikir dengan pria yang ada di hadapannya itu. "Tapi 50 ribu dollar bukan uang yang sedikit, Om. Masa Om mau memberikan uang sebanyak itu untuk perempuan asing sepertiku secara cuma-cuma?" "Siapa bilang aku akan memberikan uang sebanyak itu secara cuma-cuma? Aku butuh kamu menjadi pengantinku dan kamu harus menyepakati di antara kita tidak boleh melibatkan perasaan. Kamu butuh uang dan aku butuh kamu untuk menyelamatkan reputasiku." Sekar melongo, untuk ketiga kalinya ia terkejut dengan a
Di sebuah ruangan, tempat karaoke Sekar berulang kali menurunkan dress ketatnya agar menutupi lututnya. Tetapi, tetap saja, dress yang ia pakai itu sangat ketat. Jika bukan karena paksaan Airin dan keterpaksaan keadaan, ia tak akan sudi memakai dress ketat itu. Ia tidak terbiasa dan bahkan tak akan pernah terbiasa dengan pakaian ketat. Sekar akhirnya memutuskan duduk di sofa dan ia menutupi pahanya yang terekspos itu dengan bantal. Sedangkan lengan putihnya yang terkespos ia tutup dengan jaket miliknya. "Aku benar-benar merasa salah mengambil langkah," gumam Sekar pada dirinya sendiri. Tidak lama seorang pria masuk ke sebuah ruangan karaoke dan menatap Sekar agak terkejut. Pria itu bahkan mematung di ambang pintu. "Malam, Om!" Sekar bangkit dari duduknya dan membungkuk dengan sopan pada pria yang baru sampai itu. Sekar tidak menatap jelas pria yang baru saja tiba itu. Ketakutan dan rasa malunya cukup melahapnya habis hingga tak berani menatap pria itu. Pria itu tak menimpali sep
Sekar memijit pelipisnya gusar setelah menutup telepon dari Hendro, ayahnya yang di desa. Selama berkuliah hampir empat tahun di kota, ia tak pernah tahu bahwa ayahnya memiliki utang sebanyak 500 juta, jumlah yang sangat-sangat besar baginya. Kini otak Sekar rasanya ingin pecah memikirkan bagaimana ia mendapatkan uang dalam jumlah 500 juta dalam jangka waktu yang singkat. Belum lagi ia harus memikirkan tentang skripsinya. Rasanya segala hal yang Sekar hadapi benar-benar menjadi lebih rumit, ia bahkan kesulitan untuk mencari jalan keluar apalagi dengan beban utang ayahnya sebanyak 500 juta itu.Selama ini ia bekerja sebagai pelayan di kafe hanya digaji sekitar satu hingga dua juta dan itu pun ia gunakan untuk menghidupi hari-harinya sebagai mahasiswa.“Sekar…” Suara Airin, sahabat baik Sekar itu menyentak lamunannya.“Ngapain berdiri terus di situ? Ini makananmu hampir dingin,” ujar Airin sembari menunjukkan mi ayam milik Sekar.Dengan wajah yang lesu dan langkah lemas, Sekar melangkah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments