“Apa yang ingin kau sampaikan, Lord Enki?” Tanya Putri Kaya begitu ia duduk di salah satu kursi di ruangan Lord Enki. Lord Enki mengangguk dan segera berbicara.
“Hamba telah menemukan informasi mengenai kalung milik orang tua Axel, Putri.”
“Benarkah?” Kami semua berseru bersamaan seperti paduan suara. Sekali lagi Lord Enki mengangguk.
“Ya. Kami sudah menemukan pembuatnya.”
“Benarkah?” Mata Putri Kaya melebar penuh rasa ingin tahu.
“Siapa?”
“Pembuatnya adalah Klan Romraa.”
“Klan Romraa? Itu salah satu klan yang tertua, bukan? Setahuku mereka hanya membuat senjata saja. Aku tidak pernah mendengar mereka membuat perhiasan.”
“Apa yang Anda katakan memang benar. Tapi menurut informasi yang hamba dapat, Klan Romraa adakalanya memang membuat hal-hal khusus atas permintaan Raja Vathu.”
“Lalu, peri manakah dari klan Romraa yang membuatnya?”
“Hamba akan menemui putra tertua klan Romraa untuk mengetahui informasi l
“Maaf membuat Anda menunggu. “ Kami semua menoleh bersamaan saat seorang peri tinggi besar dengan rambut berwarna kecoklatan diekor kuda memasuki ruangan melalu pintu di sisi ruangan sebelah kananku. Lengannya yang kekar dan bahunya yang bidang terlihat jelas karena ia menggunakan baju kulit tanpa lengan. Ia berjalan dengan langkah mantap dengan dagu yang sedikit diangkat sehingga memberinya kesan sedikit angkuh. Ia meletakkan tangan kanannya di depan bahu kiri dan mengangguk pada Lord Enki. “Salam, Lord Enki.” Lord Enki melakukan gerakan yang sama dan membalas anggukan peri itu. Ia memandang kami sekilas dan mengangguk sebelum duduk di kursinya. “Jadi, apakah Anda kemari guna menanyakan informasi terkait kalung yang ada padaku?” Lord Enki mengangguk. “Informasi apa yang kau dapat, Utra?” “Sebetulnya, Ayahlah yang memiliki informasi tentang kalung tersebut. Karena menurut ayah, ia yang membuatnya.” “Bedhama yang
Kami duduk dalam diam dengan ketegangan yang kentara. Ini pertama kalinya aku dan Ashlyn melihat seseorang meninggal dengan cara ditikam. Kami masih sangat terguncang. Bayangan Bedhama yang bersimbah darah dan belati yang menancap di dadanya terlihat jelas setiap kali aku memejamkan mata. Utra memasuki ruangan tempat kami menunggu dengan langkah yang terlihat berat. Lord Enki tidak mengucapkan apapun bahkan saat Utra duduk dan menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya yang bertumpu di meja. Bahunya tampak lesu penuh kesedihan namun rahangnya tampak mengencang, penuh amarah dan tekad. Ada banyak perasaan berkecamuk dalam dirinya. Untuk beberapa saat yang terasa lama kami semua terdiam sambil berusaha mengalihkan pandangan kami dari peri yang sedang berkabung itu. “Apakah Anda melihat penyusup yang Anda kejar, Lord Enki?” Utra yang akhirnya bisa menguasai diri bertanya pada Lord Enki. Lord Enki menggeleng. “Tidak. Dia sangat
“Bagaimana?” Putri Kaya bertanya pada Lord Enki yang baru saja bergabung dengan kami di ruang makan. Ia menunjuk kursi, mempersilahkannya duduk bersama kami yang baru saja menyelesaikan makan siang, sementara Lord Enki baru kembali dari Kastil Romraa. “Tidak ada hasil yang baru.” Kata Lord Enki sambil duduk di sampingku. Putri Kaya mengangguk dengan ekspresi menyayangkan. “Kapan upacara pemakaman Bedhama akan dilaksanakan?” “Sore ini saat senja.” Lagi-lagi Putri Kaya mengangguk. “Sampaikan pesan duka citaku pada Klan Romraa, Lord Enki.” “Seperti perintahmu, Tuan Putri.” Lord Enki berdiri. Tiba-tiba sebuah pikiran terlintas di pikiranku. “Bolehkah kami ikut menghadiri upacara pemakaman Bedhama?” Lord Enki menatapku terkejut. Ia dan Putri Kaya saling berpandangan. “Tidak bisakah?” Kali ini Ashlyn ikut bertanya. Setelah berpikir sesaat akhirnya Lord Enki mengangguk. Putr
Bahkan setelah kembali dari Kastil Romraa tidak satupun dari kami yang berbicara. Kedukaan keluarga Romraa masih terasa membebani kami semua. Bayangan istri Bedhama yang menangis sesenggukan dan tangisan cucu-cucu mereka seperti ditancapkan dipikiranku. Saat tanpa sengaja aku menyentuh Utra dan mendengarkan pikirannya, aku merasa sangat terkejut dengan betapa keras dan kacau isi kepalanya. Jauh berbeda dengan penampilannya yang tampak tegar. Aku seakan hampir tuli dan kepalaku terasa seperti ditusuk-tusuk setelah mendengarnya. Bahkan sampai saat ini sakitnya masih sedikit terasa. Aku memijit kepalaku perlahan. “Axe? “ Aku menoleh pada Ashlyn yang menatapku khawatir. “Aku hanya sedikit sakit kepala. “ Kataku sambil menggelengkan kepala padanya lalu berdiri. “Sebaiknya aku berjalan-jalan sebentar untuk menghirup udara segar.” “Biar kutemani. “ Kata Firroke. Ia terbang hendak menyusulku saat Ashlyn dengan cepat menyambar tubuhnya.
Setengah berlari aku menyusuri lorong istana dan melompati dua anak tangga sekaligus. Jantungku berdebar-debar karena rasa gembiraku.Aku harus segera memberitahu Ashlyn. Dengan terburu-buru aku membuka pintu kamarnya. “Ash!” Ashlyn dan Putri Kaya menyambutku dengan wajah terkejut bercampur heran. Mata besar Firroke tampak lebih besar dari biasanya karena terkejut. Aku terdiam di tempat seperti sebuah film yang di pause sambil memegang tangkai pintu. “Axel. Kamu mengagetkan saja. “ Ashlyn memprotes tindakanku. Melihat Putri Kaya yang memegang dadanya aku buru-buru minta maaf. “Maafkan aku Putri. Aku tidak tahu Anda di sini. “ Putri Kaya menggeleng. “Tidak apa-apa.” “Ada apa?” Tanya Ashlyn sambil melangkah mendekatiku. Aku menatap Ashlyn dan Putri Kaya bergantian. Keberadaan Putri Kaya jelas tidak ada dalam bayanganku saat aku berlari sepanjang lorong istana dan lalu mendobrak masuk kamar Ashlyn.
“Kau tidak salah, Axel. Ayah memang bergerak.” Putri Kaya memutari Raja Vathu dengan langkah penuh semangat seperti menari. Matanya melebar keheranan. Sementara Firroke terbang kesana kemari memeriksa setiap sudut tubuh Raja Vathu. “Syukurlah.” Aku berkata penuh kelegaan sambil mendekati ayah dan anak itu. “Syukurlah semuanya bukan hanya imajinasiku saja.” “Bagaimana ia bisa bergerak?” Ashlyn menanyaiku tapi wajahnya terpaku pada Raja Vathu. “Aku juga tidak tahu.” Kataku juga tanpa menoleh karena aku sedang sibuk melihat Raja Vathu. “Ia seharusnya menghadap ke depan, bukan?” Aku mengangguk tanpa repot menjawab. “Apa yang terjadi Ayah?” Putri Kaya menyentuh wajah Raja Vathu. “Setelah puluhan tahun, akhirnya kau menggerakkan tubuhmu. Apakah ada yang ingin kau sampaikan pada kami?” Mau tidak mau kami terdiam. Setelah memastikan bahwa Raja Vathu memang bergerak, tanpa sadar kami jadi mendengarkan dengan seksama saat Putri K
“Ada apa?” Tanya Ashlyn begitu kami berada di dalam kamarnya. Akhirnya setelah keluar dari ruangan Raja Vathu dan aku berhasil terbebas dari gempuran pertanyaan bagaimana aku bisa mendengar Raja Vathu, kami berkumpul di kamar Ashlyn. Aku memandang berkeliling kamar lalu duduk di kursi di dekat jendela yang menghadap ke taman. Kuhembuskan nafas dengan perasaan lega sambil bersandar. “Apa yang kamu rahasiakan?” Ashlyn bertanya lagi sambil menyusulku duduk di kursi yang berada di sisi lain meja. “Tadi waktu Lord Enki memintaku bertanya pada Raja Vathu, sebetulnya aku mendengar suaranya.” “Tapi tadi kamu bilang kamu tidak mendengar apa-apa.” “Itu karena Raja Vathu memintaku berhati-hati.” “Berhati-hati? Berhati-hati kenapa?” Aku mengangkat bahu. “Aku tidak tahu. Tapi, ” Aku berhenti sebentar memeriksa kembali ingatanku. “Ia menyebut nama Lord Enki.” Ashlyn tampak tertegun. “Lord Enki? Memangnya ada a
“Kemarilah.” Putri Kaya melambai dan mempersilahkan kami masuk ke perpustakaan tempat ia sedang menghabiskan waktu sore harinya dengan membaca. Kami mengangguk lalu masuk. Begitu berada di dalam ruangan, jiwa pustakawanku seakan terpanggil membuat aku tanpa sadar menoleh kesana kemari memperhatikan setiap sudut ruangan. Bagaimana rak dan lemari diletakkan dan bagaimana setiap buku dengan sampulnya yang berwarna-warni disusun pada tempatnya. “Kau suka membaca?” Pertanyaan Putri Kaya mengembalikanku dari kesibukanku mengagumi perpustakaan ini. Dengan salah tingkah aku menggeleng. “Tidak juga, Putri.” Meskipun aku suka membaca, aku tidak mungkin mengatakannya karena huruf-huruf yang sepintas lalu kulihat tertulis di buku adalah huruf dan kata-kata asing. Akan lucu rasanya kalau aku mengatakan aku suka membaca tapi saat aku harus membaca aku tidak tahu apa yang aku baca. Bisa berbicara dengan peri di dunia ini saja aku masih merasa heran k