“Tuan Muda,” sambut Piper membukakan pintu mobil untuk Alfred.
Dengan sigap Piper membawakan koper Alfred dan topi pilotnya.“Saya senang Anda pulang ke rumah kali ini,” ucap Piper lagi dengan senyum sumringah.“Ibu ada di rumah?” tanya Alfred melangkah cepat melewati beberapa anak tangga menuju teras.Sementara itu, Piper terkopoh-kopoh mengangkat koper Alfred disetiap anak tangga yang akan dilewatinya.“Nyonya menginap di hotel sejak kemarin, jika beliau tahu Anda pulang, saya yakin beliau juga pasti pulang,” jawab Piper dengan napas tersenggal kehabisan napas.Alfred berbalik, sejenak dia menunggu Piper menyusul karena hal lain yang peril ditanyakan. “Apa ibu bertengkar lagi dengan ayah?”Piper berusaha untuk tersenyum formal, menyembuyikan perasaan tidak enak hatinya saat ini. Alfred memiliki seorang ibu yang berkepribadian cukup unik, dia akan selalu pergi kabur setiap kali bertengkar, namun dengan satu bujukan dia akan kembali pulang dengan sendirinya.“Ibu Anda hanya mengkhawatirkan masa depan Anda dan berharap jika Anda akan segera menikah dengan nona Melisa,” jawab Piper.Tanpa bertanya dua kali, Alfred memutuskan masuk lebih dulu ke dalam rumah. Inilah salah satu alasan mengapa Alfred jarang pulang ke rumah setiap kali selesai menyelesaikan penerbangannya.Beberapa bulan terakhir ini, kedua orang tua Alfred sering berdebat, mereka memiliki pandangan yang berbeda untuk masa depan Alfred.Ayah Alfred menginginkan Alfred berhenti menjadi pilot agar bisa memulai meneruskan bisnis keluarga, sementara ibunya bersikukuh ingin Alfred segera menikah.Alfred sudah dijodohkan dengan Melisa sejak mereka masih muda, perjodohan itu dilakukan untuk sebuah kepentingan bisnis yang saling menguatkan dan Alfred tidak memiliki alasan untuk menolaknya.Tiga tahun berlalu setelah perjodohan berlangsung, ibu Alfred mulai menuntut Alfred untuk menikah dengan Melisa karena wanita itu putri dari sahabat ibunya.Hubungan Alfred dan Melisa berjalan cukup sempurna seperti apa yang diharapkan semua orang. Melisa adalah perempuan cantik dilahirkan dari keluarga terhormat, dia cerdas dan berkelas, tidak ada kandidat yang lebih baik dari dia.Namun, tidak ada hasrat untuk menikah dengan Melisa, Alfred bisa memberikan semua yang Melisa butuhkan, tapi tidak dengan cinta.Sejak dihari mereka dipertemukan dan bertunangan, Alfred memandangnya tidak lebih dari sekadar rekan bisnis yang saling menguntungkan.“Alfred.”Langkah Alfred memelan, pandangannya langsung tertuju pada seorang anak perempuan berparas cantik dengan penampilan dan gesture tubuh yang menarik.“Nara,” panggil Alfred dengan senyuman lebarnya.Anak perempuan itu tertawa, dia berlari dan langsung melompat kedalam pelukan Alfred. “Alfred pulang.”Pelukan Alfred mengurai, dengan berhati-hati dia menurunkan Nara agar adiknya tidak terjatuh. “Kenapa kau sendirian disini? Di mana perawatmu?” tanya Alfred sambil mengusap pipi Nara yang dihiasi oleh noda cokelat.“Dia sudah dipecat,” jawab Nara.“Beberapa hari yang lalu perawat itu dipecat nyonya, sekarang saya sedang mencari perawat baru lagi,” kata Piper yang baru sampai menyusul.“Alfred, ayo main.” Nara tertawa riang sambil melompat-lompat meminta untuk untuk digendong kakaknya.Dengan penuh perhatian, Alfred membungkuk menggendong adiknya dan membawanya pergi ke dalam kamar.Nara Morgan, dia adalah adik kandung Alfred yang kini baru berusia 11 tahun.Nara mengidap autism yang mengharuskan dia mendapatkan pendampingan khusus. Namun karena Nara sering mengalami tantrum dan sulit dikendalikan, terkadang beberapa perawat kehilangan kesabaran hingga memilih mengundurkan diri."Kuharap perawat baru nanti cantik, baik hati, dan pemberani," ucap Nara menatap Alfred permohonan, "seperti sailor moon!"***Betapa malangnya hidup Floryn sekarang.Ibunya pasti ikut menangis bila melihat keadaannya seperti ini.Tadi, kota dilanda hujan, sehingga pakaian Floryn basah kuyup.Lapar membuatnya nekad memakan donat dari tong sampah.Meski demikian, Floryn harus mengakui bahwa makanan itu jauh lebih enak dari makanannya saat di penjara.Rasanya, dia semakin ingin membalas dendam untuk segala hal buruk yang dia terima lima tahun ini. Namun Floryn tidak tahu harus memulainya dari mana.Teng! Teng! Teng!Jam di menara ibukota berdenting menandakan jika kini tepat sudah pukul dua belas malam. Angin malam yang kencang berhasil membuat tubuhnya menggigil dan tenggorokannya mual. Sepertinya, donat tak cukup mengganjal perutnya.“Sepertinya aku harus menahannya sampai besok,” bisik Floryn menekan-nekan kuat perutnya yang berbunyi kelaparan dan menciptakan sedikit perih.Hanya saja, sebuah mobil polisi tiba-tiba berhenti di depan taman.Beberapa gelandangan yang tengah beristirahat langsung berlari pergi untuk menyelamatkan diri tanpa Floryn ketahui alasannya. Polisi itu mulai memasuki taman dan menyesurinya, mau tidak mau akhirnya Floryn ikut berlari meninggalkan area taman sebelum diusir.Gemerlap ibukota penuh dengan kemewahan, gedung-gedung pencakar langit hingga kendaraan mewah berlewatan dijalan.Kemewahan yang ditampilkan berbanding balik dengan keadaan Floryn yang kini luntang-lantung tanpa arah, berjalan di belakang gang-gang gedung mencari emperan tempat berteduh di malam ini.Untungnya, Floryn menemukan sebuah gedung kosong yang bisa dijadikan tempat berteduh.Di sana, dia tertidur.Namun jauh sebelum fajar menyingsing, Floryn sudah bangun dan berbenah diri meninggalkan gedung kosong itu.Memperhatikan botol plastik dan kaleng minuman, Floryn menemukan sebuah ide.Dia pun pergi ke dalam gang dan berhenti di belakang sebuah bar dan langsung menuju tempat pembuangan sampah campuran untuk mencari sampah yang bisa dia jual dari dalam tong sampah.Satu per satu tempat pembuangan sampah dia singgahi sebelum petugas kebersihan datang dan membawanya ke truk pengangkut.Satu-satunya hal yang bisa Floryn lakukan saat ini untuk bertahan adalah mengumpulkan uang dengan menukar sampah yang dia dapat.Hari ini Floryn juga harus pergi ke kantor pemerintahan agar bisa mendapatkan kartu identitas.Tak terasa, dua kantung hitam besar berisi botol yang telah dia bersihkan satu persatu berhasil Floryn kumpulkan, gadis itu menyeretnya dengan langkah terkopoh-kopoh menuju tempat penukaran sampah.Satu per satu botol dimasukan ke dalam mesin, satiap satu sampah hanya dihargai sepuluh sen.Atas sampah yang sudah Floryn kumpulkan, dia mendapatkan uang lima dollar yang bisa digunakan untuk membeli sarapan pagi karena nanti malam dia akan kembali memungut makanan sisa.Tampaknya, mulai besok Floryn harus bangun lebih awal dan mengumpulkan lebih banyak botol untuk ditukarkan.Jadi, Floryn memutuskan pergi dari tempat mesin penukaran sampah. Namun, langkah gadis itu terhenti tepat satu langkah dia keluar dari pintu.Sebuah mobil mewah terparkir di depannya....?Melalui jendela yang terbuka, Floryn dapat melihat keberadaan Emier yang tengah duduk di kursi belakang.Deg!Gadis itu sontak menelan salivanya dengan kesulitan. Tangannya bahkan gemetar berkeringat dingin.Kesedihan, amarah, kebencian, dan kecewa bercampur menjadi satu melihat pria yang dulu pernah memberinya begitu banyak kasih sayang, dan pria yang sudah mengeluarkan Floryn dari daftar keluarga hingga berhasil mengurungnya dalam jeruji besi selama lima tahun lamanya.Rasanya seperti mimpi bisa kembali melihat sosok pria yang dulu sangat Floryn hormati dan dia banggakan, kini berubah menjadi orang yang sangat dibenci hingga tidak ada pintu maaf yang tersedia untuknya.“Tuan Emier ingin berbicara dengan Anda.”Tiba-tiba saja, seorang pria berpakaian sopir keluar dari mobil dan berlari menghampiri Floryn.Tangan Floryn sontak terkepal kuat. Untuk apa Emier ingin berbicara dengannya? Bukankah lima tahun yang lalu, saat Emier merobek kartu keluarga mereka, dia bilang dia tidak sudi
“Ikuti saja perintahku.”“Memangnya kau siapa hingga berani mengaturku?” tanya Floryn dengan dagu terangkat menunjukan keangkuhan.Floryn sudah tidak peduli dengan kesopanan, Emier tidak layak mendapatkannya!“Jika kau masih memiliki rasa malu, setidaknya tunjukan sedikit rasa penyesalanmu dengan pergi dan menyingkir dari pandangan keluarga baruku. Kehadiranmu yang menunjukan diri didepan kami hanya membuka luka lama dan membuat kami malu.”Pupil mata Floryn bergetar menahan tangisan, kepalan tangannya kian menguat meremas permukaan pakaiannya. “Mengapa aku harus malu? Aku tidak memiliki kesalahan apapun.”“Setelah dipenjara lima tahun, kau masih tidak mau mengakui kesalahanmu, siapa akan percaya?”“Yang jelas bukan polisi bodoh sepertimu,” jawab Floryn balas menghina ucapan Emier yang kini membelalakan mata."Kau....!"Namun, Emier menahan diri. “Cukup! Dengarkan saja perintahku dan pergilah dari kota ini!” Emier mengambil sebuah amplop cokelat dari balik jassnya dan melemparkannya k
Di sisi lain, Alfred memandang pemandangan di seberang jendela mobilnya, bingung.Ada keributan apa di depan restoran itu?“Kakak, aku mau permen kapas,” pinta Nara memukul-mukul jendela mobil dengan mata berbinar melihat toko yang menjajakan permen kapas kesukaannya. “Kakak, berhenti disini, aku mau permen kapas.”“Nanti kita akan membelinya Nara.”“Aku mau sekarang!” rengek Nara memukul lebih keras jendela mobil agar Alfred mengikuti keinginannya.Alfred memelankan laju mobilnya, sulit untuk mengalihkan perhatian Nara ketika dia menemukan sesuatu yang sangat disukainya, salah satunya permen kapas.Pagi ini, Alfred akan pergi ke hotel untuk menjemput ibunya agar pulang, kasihan Nara yang baru kehilangan perawat harus mengganggu aktifitas para pelayan di rumah.“Kakak,” rengekan Nara kian kuat, gadis kecil itu mulai menangis karena Alfred tidak kunjung menghentikan mobilnya dan pergi ke toko permen kapas yang dia inginkan.“Tunggu sebentar Nara, kakak harus putar balik dulu,” hibur Al
Refleks Alfred mendorong Nara agar bersembunyi di belakang tubuhnya. "Apa maumu?"Kerutan di kening Floyn kian jelas terlihat, gadis itu tidak memahami apa makna yang tersirat dari tatapan waspada dan pertanyaan aneh pria asing yang berdiri di hadapannya.Apakah pria itu tahu dia seorang mantan narapidana yang pernah menggemparkan seluruh negeri?Floryn berdeham tidak nyaman, dia mulai takut kebaikan yang dilakukan kepada Nara disalah artikan hanya karena dia mantan narapidana.“Apa tujuanmu?” tanya Alfred sekali mempertegas setiap kata yang diucap. “Apa maksudmu? Aku tidak mengerti mengapa kau berbicara seperti itu padaku, jaga saja adikmu dengan baik agar dia tidak terluka,” jawab Floryn enggan untuk memperpanjang percakapan.Bohong! Alfred tidak percaya, jika memang Floryn tidak memiliki tujuan apapun, tidak mungkin dia langsung bisa tahu bahwa Nara adiknya.“Urusanmu adalah denganku, jangan membawa adikku dalam hal ini,” tegas Alfred memperingatkan.Rahang Floryn mengetat menahan
Alfred memasuki lift, dia harus pergi ke salah satu lantai hotel tempat dimana ibunya tengah menginap.Hari ini, Alfred harus menjemput ibunya secara langsung karena nanti malam dia memiliki jadwal penerbangan.Alfred berencana akan melakukan liburan beberapa hari, namun pertemuannya dengan Floryn satu hari yang lalu berhasil membuat Alfred gelisah.Alfred tidak dapat mengungkapkan, apakah kegelisahan yang menggelayuti hatinya didasari oleh ketakutan Floryn akan balas dendam, atau justru rasa khawatir akan perubahan Floryn yang tampak menyedihkan.Alfred menghela napasnya dengan berat, terbayang wajah Floryn yang pucat dan memiliki cekungan, sepasang matanya yang hijau safir terlihat linglung, suaranya yang lembut masih terdengar sama seperti terakhir kali mereka bertemu.Sampai detik ini, Alfred masih bertanya-tanya mengapa Floryn berpura-pura tidak mengenalinya?Mustahil jika Floryn lupa, karena sampai sekarang Alfred masih mengingat jelas pertemuan pertama mereka.Senyuman cerah
“Aku sudah jatuh cinta pada seseorang, jauh sebelum bertemu denganmu."Bak petir disiang bolong, Melisa terkejut dan tidak menyangka bahwa jawaban menyakitkan inilah yang akan diucapkan oleh Alfred.Ada sepercik kecemburuan yang tidak bisa Melisa kendalikan didalam hatinya saat dia memikirkan Alfred yang selama ini berusaha dia menangkan hatinya ternyata sudah dimiliki oleh wanita lain.Rahang Melisa mengetat, beberapa kali dia mengatur napasnya agar bisa tetap terlihat tenang. “Seperti apa perempuan yang sudah berhasil membuatmu jatuh cinta? Apa pekerjaannya? Apa dia dari keluarga yang hebat?”Alfred mengalihkan perhatiannya, memandangi langit malam melalui jendela besar kamar hotel. “Dia tidak sempurna sepertimu, dia hidup dikelilingi masalah dan banyak orang yang membencinya.”“Jangan bercanda Alfred!” Melisa marah, harga dirinya terinjak, bagaimana bisa dia dikalahkan oleh sorang perempuan yang tidak jelas?Alfred beranjak dari duduknya, pria itu terlampau tenang seakan tidak pedu
Floryn berdiri di depan sebuah rak makanan gratis, gadis itu tampak tersenyum dengan bibir yang pucat, matanya berbinar bahagia melihat deretan jenis makanan sehat yang bisa dia pilih.Tanpa membuang waktu Floryn memasukan kartu identitasnya dan memilih sepotong burrito dengan minuman susu kotak.Dengan harap-harap cemas Floryn menunggu makanannya keluar.“Ada apa ini? Apa mungkin mesinnya error?” tanya Floyn kebingungan karena makanan yang dipilihnya tidak keluar, sementara kartu identitasnya keluar sendiri.Floryn kembali mencoba dan berharap telah terjadi sebuah kesalahan, namun anehnya Floryn tetap tidak mendapatkan makanan di dalam rak kaca.“Permisi.”Floryn mundur memberi ruang pada seorang wanita paruh baya yang sama-sama akan mengambil makanan gratis di dalam rak.Diam-diam Floryn memperhatikan dan betapa terkejutnya dia begitu melihat wanita paruh baya itu mendapatkan makanan yang dia pilih tanpa mengalami kendala apapun.“Mengapa aku tidak bisa mendapatkannya?” bisik Floryn
Malam telah tiba, Floryn keluar dari tempat persembunyiannya, yaitu lorong tempat bermain taman kanak-kanak, disana dia menghabiskan waktunya untuk tidur karena malam ini Floryn akan pergi berkeliaran mencari makanan dan mengumpulkan sampah.Sepertinya dia bisa pergi mencari truk makanan gratis dan kali ini dia tidak boleh mengalah.Sempat dia membasuh wajah dan kembali minum beberapa teguk air keran untuk mengganjal perih diperut karena lapar.Seperti hari-hari sebelumnya, Floryn pergi ke belakang gang yang sepi dan minim cahaya. Floryn mempercepat langkahnya begitu sadar dia tidak melihat satu-pun gelandanganpun yang berkeliaran.Apakah mereka sudah lebih dulu mengantri untuk mendapatkan makanan gratis?“Sepertinya aku terlambat,” gerutu Floryn sambil berlari menuju tenda khusus pembagian makanan gratis.Langkah kaki Floryn memelan..Alih-alih mendekat, Floryn mengurungkan niatnya begitu menyadari bahwa tenda penyedia makanan gratis terlihat sepi dari biasanya, sampai-sampai Floryn