Share

Pergilah, Pak! (Kuusir bapakku pergi)
Pergilah, Pak! (Kuusir bapakku pergi)
Penulis: Pusparani Surya

bab 1

"Tari lelah, Pak! Setiap hari harus kerja, belum ngurus bapak yang sakit, belum lagi biaya buat si Zaki sekolah. Udah capek badan, uang gaji habis pula. Mending bapak pergi saja dari sini. Ikut si mbah, kek. Atau siapalah itu. Yang penting jangan di rumah ini saja. Capek!" omel Tari sambil menyimpan kasar piring plastik berisi sarapan Yahya, ada setengah piring nasi putih dengan dua potong tempe goreng di sana.

Wajah masam Tari bukan sekali ini saja ditunjukan pada Bapaknya, sejak sebulan menikah dengan Badar, sikap putri sulung Yahya dan almarhum Ratna itu memang berubah. Sangat berubah bahkan.

Selalu marah saat berbicara dengan bapaknya, memaki, mengomel, seakan lelaki yang baru bisa bangun lagi setelah empat tahun terbaring karena stroke, tak pernah memanjakan dia dengan segala kemewahan. Meski bukan seorang kaya raya, Yahya selalu berusaha mementingkan kebutuhan anak gadisnya saat dia bugar dulu.

Handphone terbaru, motor matic terbaru, baju, dan semua perintilan khas anak gadis dipenuhinya. Tapi kini, saat dirinya untuk duduk saja sulit, sang anak dengan tega memintanya pergi dari rumah yang dia bangun bersama almarhum sang istri.

"Teh! Ngomong apaan, sih?!" hardik Zaki yang keluar dari kamar bersiap untuk pergi sekolah, tas punggung yang berisi buku dan pakaian olahraga, nampak menggembung.

"Diam saja kamu, Zaki! Tahu apa kamu! Anak kecil, buat apa-apa saja kamu minta sama Teteh, mau sok-sok-an!" bentak Tari menatap tajam sang adik yang berdiri dengan tangan terkepal kuat.

"Zaki, Tari, sudah, sudah!" sela Yahya dengan bicara yang belum jelas, tangannya yang berada di atas meja makan, bergetar saat dia angkat untuk menghentikan perdebatan kedua buah hatinya.

"Ajarin tuh anak kesayangan, Bapak! Jangan tidak sopan gitu sama Tari! Kalau tidak ada Tari, kalian berdua tidak akan bisa makan!" teriak Tari dengan amarah yang memenuhi dada.

Brak!

Meja makan yang di atasnya terdapat sepiring nasi untuk sarapan Yahya, digebrak Tari kuat. Mata wanita berumur dua puluh lima tahun itu melotot, napasnya turun naik menahan amarah. Nasi di piring plastik untuk Yahya, terlontar membuat isinya berhamburan sebagian.

Yahya memejamkan mata, hatinya bagai diiris mendapati perlakuan Tari yang semakin menjadi.

"Teteh!" teriak Zaki tak terima bapaknya diperlakukan sekasar itu oleh sang kakaknya.

"Apa?! Mau melawan kamu, nggak akan Teteh kasih ongkos buat pergi sekolah nanti, baru tau rasa!" ancam Tari dengan tatapan tajam menghunus.

Zaki yang tadi terbakar emosi, perlahan menurunkan tatapannya. Dia tidak ingin Tari membuktikan perkataannya. Kalau dia tidak sekolah, maka cita-cita dia ingin membahagiakan bapaknya akan terhambat. Apalagi memang saat ini dia sangat membutuhkan biaya untuk menghadapi ujian akhir sekolah.

"Diam 'kan, sudah terbukti bukan kalian tidak bisa hidup tanpa aku?" cibir Tari puas melihat adiknya yang selisih tujuh tahun umurnya itu, tak berkutik.

"Jangan banyak tingkah! Atau sekolah kamu pun akhirnya tidak lulus karena Teteh tidak mau membiayainya. Paham?!" tambah Tari sambil berbalik badan meninggalkan dua lelaki beda usia yang menatapnya nanar.

"Ah, satu lagi!" Tari menghentikan langkah, kemudian kembali menghadap bapak dan adiknya.

"Segera hubungi mang Ganjar, Pak, bicarakan sama mang Ganjar di mana Bapak akan tinggal. Karena memang Tari sudah tidak bisa lagi menampung Bapak. Sore nanti sepulang kerja, Tari harap Bapak sudah bisa pergi dari rumah ini," kata Tari semakin mengoyak hati Yaya dengan lidah tajamnya, tanpa terasa air mata Yahya luruh membasahi pipi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status