LOGIN
“Katerina”
Katerina menghentikan langkahnya yang akan memasuki kamar. Dia hanya ingin istirahat, kenapa pria itu harus memanggilnya.
“Perempuan itu kekasih saya.” Lanjut si pria yang sialnya adalah suami Katerina.
Tidak usah kamu beritahu pun aku sudah bisa melihatnya, Mas. Lalu apa? Kamu mau aku merespon bagaimana? – suara itu hanya sampai di tenggorokannya, bibirnya terkunci rapat, lidahnya kelu, mengucapkan satu kata pun rasanya ia tidak bisa.
“Dia sedang hamil... anak saya.”
Setelah mendengar itu, rasanya seperti ada ribuan pisau yang menusuk jantungnya. Ia memegang tasnya erat-erat, tas yang berisi surat dari rumah sakit yang menyatakan ia pun sedang hamil.
Sebelas bulan sebelumnya...
“Saya sarankan kamu tidak berharap banyak pada pernikahan ini.” Bayu berkata dengan suara pelan, namun penuh ketegasan. Ia yang tengah duduk di tepi ranjang pernikahan mereka memandang punggung istrinya dengan sorot mata yang tidak bisa ditebak.
Katerina yang sedang menghapus make up di wajah seketika berhenti mendengar ucapan suaminya. Lalu menoleh ke arah Bayu,
“Dari awal adanya perjodohan ini, aku juga tidak berharap lebih. Mas Bayu tahu sendiri alasanku menerima pernikahan ini.”
Nadanya penuh ketenangan, tegas, dan tak tersirat adanya kecewa atas ucapan suaminya.
Bayu bangkit dari duduknya, melangkahkan kaki mendekati sang istri. Saat langkahnya semakin dekat, tatapan mata Bayu bertemu dengan tatapan Katerina melalui cermin di meja rias. Ia lalu menyunggingkan senyum tipis, sangat tipis, jika saja Katerina tidak memperhatikan itu, ia akan melewatkan senyum pertama laki-laki itu sebagai suaminya.
Bayu menundukkan wajah dengan tatapan yang masih bertaut dengan sang istri, “Tapi saya ingin kamu tetap menjalankan kewajiban kamu sebagai seorang istri, karena saya juga akan melakukan hal yang sama.”
Menyunggingkan senyum, Katerina pun membalas ucapan suaminya. “Aku tahu, aku tidak akan melupakan siapa aku sekarang dan apa yang harus aku lakukan sebagai istrimu, terutama di depan keluarga kamu, Mas.”
“Good, kamu memang wanita pintar. Pantas saja Eyang saya ingin kamu jadi cucu menantunya.” Bayu berkata sambil berlalu dari sana menuju ke arah kamar mandi.
“Terima kasih atas pujiannya, tapi akan lebih baik kamu tidak usah memujiku jika itu tidak berasal dari hatimu sendiri.” Katerina berkata lirih, tapi masih bisa di dengar oleh Bayu yang memilih mengabaikannya.
***
Malam itu selepas keduanya mandi, Katerina dan Bayu langsung tidur. Tidak ada malam pertama, mereka cukup kelelahan dengan semua rentetan acara pernikahan yang di gelar dari pagi sampai malam hari. Namun, seperti ada yang mengusik tidurnya Katerina terbangun tepat pada pukul dua dini hari, hatinya gelisah entah karena apa.
Merapikan piyama satin yang ia pakai, Katerina turun dari ranjang, melangkahkan kakinya pelan agar tak mengusik tidur orang yang beberapa jam lalu telah menjadi suaminya. Setelah meminum segelas air di dapur ia duduk sebentar, Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi setidaknya aku sudah keluar dari rumah Papah – gumamnya dalam hati.
Memasuki kamar, ia melihat suaminya masih tertidur dengan posisi yang sama. Langkahnya menuju ranjang terhenti ketika suara Bayu terdengar, “Dari mana?”
“Dari dapur.”
Katerina kembali melangkangkahkan kakinya, begitu pun dengan suara Bayu yang kembali terdengar.
“Saya kira kamu berubah pikiran dan memilih kabur.” Ucap Bayu tanpa menoleh, masih dengan posisi memunggungi sisi ranjang tempat istrinya berada.
Katerina memilih untuk tidak menjawab, ia mendudukkan diri dan bersandar ke kepala ranjang. Memandangi punggung Bayu, dalam hatinya Katerina mulai memperingati dirinya sendiri “Apa pun yang terjadi, jangan sampai kamu punya perasaan padanya, Katerina. Cukup jalani saja kewajibanmu sebagai istri, tapi jangan libatkan perasaanmu jika kamu tidak ingin menjadi seperti Ibumu.”
Setelahnya Katerina merebahkan dirinya meski kantuk belum lagi menyerang. Memejamkan mata, mencoba mengistirahatkan tubuh dan pikirannya yang begitu lelah.
Di sisi lain, Bayu yang tak mendengar jawaban apa pun dari istrinya akhirnya menoleh. Dilihatnya punggung sang istri, tatapannya terpaku sejenak sebelum akhirnya ia berbicara, “Kamu sudah tidur?”
Hening, tak ada jawaban dari istrinya. Mungkin dia sudah tidur – pikirnya. Tapi tidak, Katerina sebenarnya belum tidur hanya saja dia malas menanggapi Bayu, yang dia inginkan adalah secepatnya tidur lagi. Memang larut malam begini mau apa? Mau melakukan yang pillow talk? Rasanya tidak mungkin, mereka bukan pasangan yang menikah karena cinta. Jika memang suaminya itu ingin berbicara, bisa dilanjutkan esok hari.
***
Matahari bersinar dengan cerah, sinarnya menerobos melalui celah kaca dan jendela, memberi kehangatan pada rumah yang dingin itu. Di saat yang sama, Katerina sedang beristirahat setelah tadi sehabis subuh ia berlari keliling komplek perumahan yang ia dan Bayu tinggali. Membuka kulkas, ia melihat ada beberapa sayuran dan ayam potong yang terlihat masih segar. Mungkin orang suruhan keluarga suaminya yang mengisi kulkas ini. Pasalnya ia dan Bayu baru menempati rumah ini semalam, tapi Katerina lihat keadaannya sudah lengkap, rapi, bersih, dan kulkas pun sudah terisi.
Mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan, Katerina mulai memasak untuk sarapan dirinya dan Bayu, tapi kalau laki-laki itu mau memakan masakannya, kalau tidak ya tidak apa-apa.
Makanan sudah tersaji di meja, kini Katerina berisap untuk memulai sarapannya. Saat akan menyendokkan makanan ke mulutnya, tiba-tiba suara Bayu terdengar.
“Kamu masak sendiri?”
“Ya. Silahkan dicoba kalau Mas Bayu berkenan.
Sesaat kemudian, Bayu terlihat menarik kursi dan duduk memandangi makanan di meja. Namun alih-alih mengambil makanan, laki-laki itu malah membuka mulut dan mengajak Katerina berbicara.
“Hari ini kita diundang makan malam sama Eyang Sukma di rumahnya. Saya akan jemput kamu jam 7 malam.”
“Kita berangkat sendiri-sendiri saja, Mas.” Katerina menolak untuk datang bersama Bayu ke rumah Eyang. Malas sekali rasanya.
“Kamu mau Eyang curiga tentang hubungan kita?!”
Mengehela napas, Katerina akhirnya mengangguk menyetujui saran suaminya untuk pergi bersama. Mereka memang harus berpura-pura menjadi pasangan sungguhan di depan keluarga Bayu.
Saat mereka benar-benar akan memulai sarapan, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Katerina yang penasaran pun akhirnya melangkahkan kaki untuk membuka pintu.
Saat pintu terbuka, ia langsung bertatap muka dengan seorang wanita muda yang berdiri di depannya. Siapa perempuan ini?
Hi, Readers Perkenalkan aku Dandelion, ini cerita pertamaku. Semoga kalian suka ya😊 Semoga kita juga bisa jadi teman di sini Thank you😊
Sekali pun Katerina ingin berpisah dengan Bayu, tapi nyatanya kalimat perpisahan yang baru ditawarkan oleh laki-laki itu tetap menggores hatinya. Rasanya sakit sekali, Katerina tak pernah menduga ia akan seterluka ini hanya karena mencintai Bayu.Namun saat ini yang terpenting bukan perasaan cintanya, bukan rasa sakitnya, tapi harga diri yang harus ia pertahankan. Katerina tak ingin bertahan dengan laki-laki yang merusak hubungan suci mereka. Sekarang ia bertanya-tanya apa selama ini di mata Bayu dirinya hanya boneka yang laki-laki itu permainkan?Dengan sisa harga diri yang masih Katerina genggam, ia berbalik menatap ke arah Bayu."Aku memilih bercerai dari kamu dan kita berpisah."Jawaban itu tak pernah Bayu duga. Kenapa prediksi Amanda salah? Bukankah Katerina mencintainya? Kenapa perempuan itu memilih berpisah dengannya?Pertanyaan-pertanyaan itu mengisi pikiran dan hati Bayu sampai laki-laki itu tidak sadar Katerina sudah masuk ke dalam kamar.Namun bukannya meminta maaf atau set
Bayu perlahan membuka matanya, ia sempat bingung ada di mana sebelum akhirnya melihat tangga yang tak jauh dari pandangannya dan sadar semalam ia mengetuk pintu Katerina sampai lelah dan terduduk hingga ketiduran."Katerina..." Gumamnya pelan.Laki-laki itu kemudian berdiri, kembali mengetuk pintu kamar Katerina dan memanggil-manggil nama perempuan itu."Katerina..""Katerina, buka pintunya. Ayo kita bicara."Berkali-kali ia melakukan itu tetap tidak ada jawaban dari dalam kamar itu seperti semalam, lalu Bayu melirik ke arah jam di tangannya. "Sudah hampir jam depalan. Apa Katerina sudah berangkat ke butik?"Laki-laki itu kemudian turun ke lantai bawah, menemui Bi Lastri. Siapa tahu paruh baya itu sempat bertemu Katerina."Bi, apa Katerina sudah berangkat kerja?" Tanya Bayu pada Bi Lastri.Bi Lastri memperhatikan penampilan Bayu yang masih memakai setelan kerja semalam. Perempuan itu semakin yakin ada yang tidak beres dengan kedua majikannya itu. "Kayaknya udah, Mas. Soalnya tadi bera
Bayu sampai ke rumah setelah ia berobat terlebih dahulu ke rumah sakit. Pukulan-pukulan yang dilakukan oleh Andrea sangat keras sampai menghancurkan wajah tampannya, untungnya tidak ada luka yang serius."Gue yakin Katerina bakal ninggalin Lo! Kalau dia nggak mau tetap bakal Gue paksa!! Dasar keparat, brengsek!"Ucapan Andrea masih teringat jelas dipikirannya. Apa benar setelah ini Katerina akan meninggalkannya?Memasuki rumah, ia langsung menuju dapur untuk mengambil es. Ia tetap perlu mengompres lebam di wajahnya karena masih terasa ngilu."Loh, Mas Bayu kenapa?" Tanya Bi Lastri yang sedang membersihkan peralatan memasak."Nggak apa-apa, Bi. Tadi ada kecelakaan sedikit. Apa Katerina sudah pulang?" Meski masih penasaran dengan apa yang terjadindengan majikannya, tapi Bi Lastri memilih tidak bertanya lebih lanjut."Sudah, Mas. Tadi juga sempat makan malam sama Bibi." Jawab Bi Lastri. Setelah membereskan barang-barangnya dari kamar Bayu, Katerina memang sempat makan malam dengan Bi Las
Katerina menarik napas dalam, berusaha meredakan nyeri yang sedang mengisi hatinya. Langkahnya ia tegaskan untuk tetap masuk ke dalam restoran itu meski tangannya gemetar.Katerina memilih kursi yang tak jauh dari Bayu dan Amanda. Di tempat ia duduk kini, posisi Bayu membelakanginya, tapi posisi Amanda berhadapan dengannya. Jika mata perempuan itu tidak rusak seharusnya bisa melihat kehadiran nya, tapi sepertinya perempuan itu tak sadar karena begitu menikmati suapan suami Katerina.Seorang pelayan mendekat ke arah Katerina sesaat setelah perempuan itu mengangkat tangannya."Selamat siang, ada yang bisa saya bantu, Kak?" Tanya si pelayan."Saya mau pesan rawon. Take away ya, Kak " Balas Katerina dengan nada yang sengaja ia tinggikan. Dapat Katerina lihat tubuh Bayu yang menegang dan tatapan terkejut Amanda yang mengarah kepadanya."Ada lagi, Kak?""Sudah, itu saja.""Baik, Kak. Mohon ditunggu ya." Akhir si pelayan sebelum akhirnya berlalu dari hadapan Katerina bertepatan dengan Bayu y
"Saya nggak bisa, Katerina."Ucapan itu membuat Katerina seketika membuka mata dan tatapannya bertemu dengan tatapan milik Bayu yang masih di atasnya."Kamu lagi nggak mood ya, Mas?" Tanya Katerina.Bayu bingung untuk menjawab, bagaimana bisa ia menjelaskan bahwa dirinya merasa tidak pantas untuk menyentuh istrinya? Bagaimana kalau Katerina bertanya apa alasannya?"Saya ngantuk sekali, Katerina. Takutnya kita berhenti di tengah jalan. Kan nggak seru." Jawab Bayu dengan sedikit kekehan di akhir kalimatnya, setelahnya laki-laki itu meminta maaf."Maaf, ya. Mungkin lain kali kita bisa melakukan itu." LanjutnyaMeski kecewa Katerina tetap tersenyum, mungkin Bayu memang mengantuk. Ia dapat memahami itu, apalagi suaminya hari ini pulang telat yang berarti di kantor sedang sibuk-sibuknya."Iya, nggak apa-apa, Mas. Aku ngerti kok. Ya udah, sekarang ayo kita tidur aja." Ucap Katerina sambil mengusap kedua pipi Bayu.Laki-laki itu lantas menyingkir dari atas tubuh Katerina dan berbaring di samp
"Hey, cantik. Kamu udah pulang?" Ucap Bayu sesaat setelah ia keluar dari kamar mandi dan melihat Katerina sudah ada di kamar mereka.Katerina berbalik, tangannya masih memegang kartu nama seorang dokter kandungan dan dompet milik Bayu."Mas, kamu kok punya kartu nama dokter kandungan? Siapa yang hamil, Mas?" Tanya Katerina sambil menunjukkan kartu nama yang ia pegangTubuh Bayu menegang, langkahnya terasa berat saat ia mendekat ke arah Katerina. Sebisa mungkin ia menjelaskan dengan tenang agar istrinya tak curiga. "Itu saya dapat dari rekan pengusaha, katanya dokternya bagus. Dia merekomendasikan itu ke kita kalau suatu saat nanti kamu hamil.""Apa kamu mau aku cepat hamil, Mas?" Tanya Katerina lagi. Kini perempuan itu terlihat murung karena mengira Bayu menerima kartu nama dari rekan kerjanya dengan maksud ingin secepatnya punya anak atau menyuruh Katerina agar cepat hamil."Hey... Bukan itu maksud saya. Saya nggak sedang memaksa kamu agar cepat hamil. Ini tubuh kamu, jadi saya menye







