Home / Rumah Tangga / Pesona Istri Orang Lain / Bab 4. Permintaan Di Luar Nalar

Share

Bab 4. Permintaan Di Luar Nalar

Author: Aqila Nur
last update Last Updated: 2024-01-15 09:44:47

Mendengar pernyataan Frans, Karin pun tertawa terbahak-bahak. "Ya ampun, Pak. Bapak ada-ada aja deh. Udah ah bercandanya."

Mereka terus berbincang sambil memilih beberapa baju hingga akhirnya tidak terasa sudah dua jam mereka ada di butik tersebut dan dia kantung yang Karin bawa, sudah penuh dengan pakaian yang Karin pilih. Setelah mendapatkan apa yang diperlukan, mereka duduk berdua di sofa, sementara menunggu semua belanjaan sedang dihitung di kasir.

"Uang lembur malam ini sudah saya transfer ke rekening suami kamu. Sesuai dengan yang saya janjikan, sudah saya transfer sebanyak 5 juta."

"Baik, Pak. Terima kasih."

"Saya juga sudah bilang sama suami kamu, kalau itu upah kalian berdua dan harus dibagi rata."

"Iya, Pak." Karin menganggukkan kepalanya. Secara diam-diam dia mengirim pesan kepada Dani yang berisi,

Karin: Pak Frans bilang itu upah kita berdua, aku bagi setengahnya, Mas. Aku pengen beli baju.

Masih menunggu, karena proses pembayaran belum selesai. Tidak lama handphone milik Karin berdering, dia mendapatkan sebuah balasan berbentuk Voice Note dari suaminya.

Dani: Enak aja dibagi dua, udah dapet gaji masih aja pengen duit aku. Nggak ada bagi-bagian, uang lima juta ini milik aku semuanya.

Voice note itu juga didengar oleh Frans, Karin langsung menekan tombol stop dan langsung menatap Frans dengan memasang wajah malu.

"Kamu nggak usah malu, Rin. Saya sudah tau bagaimana sifat suami kamu. Jadi, saya nggak kaget mendenger suami kamu bicara seperti itu."

Karin menundukkan wajahnya, lalu Frans meraih dagunya, mengangkat wajah Karin hingga mata mereka saling menatap satu sama lain.

"Biarkan uang itu dihabiskan oleh suamimu, aku akan memberikan kamu uang lebih banyak lagi."

"Kenapa?"

"Apakah berbuat kebaikan harus memiliki alasan?"

"Aku pikir ...."

Belum selesai satu kalimat diucapkan, Frans memangkasnya dengan cepat. "Berapa nomer rekening kamu?"

"Saya nggak punya nomer rekening, Pak."

"Kalau begitu, setelah ini kita pergi ke ATM. Oke."

"Tapi, Pak. Saya rasa ini terlalu berlebihan."

"Saya melakukannya dengan tulus, Karin. Tolong jangan mencurigai ketulusan saya. Itu sangat menyakitkan."

"Maaf kalau saya menyinggung perasaan Anda." Raut wajahnya menunjukkan rasa menyesal, karena sudah berpikir buruk tentang kebaikan orang lain.

"Nggak apa-apa, saya baik-baik aja."

Tidak lama setelah itu datang pegawai butik menyerahkan semua belanjaan berikut struk nya. Untuk melakukan pembayaran, Frans menyerahkan sebuah kartu kepada kasir dan kartu tersebut dikembalikan kepada pemiliknya setelah selesai melakukan pembayaran.

Sesuai dengan yang dijanjikan, Frans bersama Karin pergi ke mesin ATM, mengambil uang sebanyak sepuluh juta, lalu uang itu ia serahkan kepada Karin.

"Ini buat kamu. Jangan bilang-bilang sama Dani, bisa-bisa dia ambil semuanya."

Walau ragu, akhirnya Karin pun menerima uang pemberian Frans, tetapi dengan dahi mengerut. "Kenapa uang sebanyak ini Anda berikan kepada saya, Pak?"

"Saya merasa iba. Kamu sebaik ini, tetapi memiliki suami seperti Dani. Hanya ini yang bisa saya lakukan untuk menolong kamu. Terimalah."

"Anda baik sekali, Pak. Saya doakan semoga Anda selalu bahagia, semakin sukses karirnya."

"Terima kasih atas doanya."

"Sama-sama, Pak." Karin menunduk hormat, lalu Frans meraih bahu Karin dengan kedua tangannya. Hal itu sontak membuat Karin terkejut, tetapi dia diam demi menjaga perasaan Frans.

Frans tahu Karin merasa kurang nyaman, lalu ia pun menurunkan tangan dari bahu Karin seraya meminta maaf. "Maaf, saya nggak ada maksud apa-apa."

"Nggak apa-apa, Pak." Karin tersenyum tulus.

"Baiklah, mari saya antar kamu pulang."

Tidak ingin terlalu banyak merepotkan, Karin pun menolak tawarannya. "Saya pulang naik angkutan umum aja, Pak."

"Nggak mungkin dong, Rin. Masa saya membiarkan kamu pulang sendiri. Kalau ada apa-apa, gimana?"

"Nggak apa-apa, saya udah terbiasa."

"Karin!" Suara Frans menggeram. "Ayo aku antar kamu pulang. Ini perintah."

"Tapi, Pak."

"Nggak ada tapi-tapian, kita pulang sekarang." Frans membuka pintu di sisi kiri samping kemudi, lalu mempersilahkan Karin untuk masuk. "Masuklah."

Tidak mungkin menolak, akhirnya Karin pun masuk ke dalam mobil mewah tersebut walau dengan perasaan ragu.

Menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, akhirnya mereka pun sampai di tempat tujuan yaitu kontrakan tempat tinggal Karin bersama Dani yang memiliki ukuran kecil, yang bisa dipastikan kontrakan tersebut hanya memiliki satu kamar tidur, satu ruang tamu, dapur sempit yang letaknya berada di ujung.

"Kamu tinggal di sini?"

"Iya, di sinilah saya tinggal, Pak."

Pandangan Frans berkeliling, melihat sekitar kontrakan yang terlihat sangat kumuh. Terdapat kandang ayam menempel pada dinding bangunan, juga tumpukan sampah warga yang sengaja menumpuk di bangunan sebelahnya.

Kondisinya sangat memperihatinkan. Seandainya saja Dani sudah menceraikan Karin, pasti Frans sudah membawanya pergi jauh. Tidak lagi tinggal di tempat yang menurutnya sangat tidak layak dihuni.

"Kenapa, Pak? Jelek, ya? Kumuh? Pasti pak Frans bilang rumah ini nggak layak huni."

"Oh nggak, Rin. Saya sama sekali nggak berpikir seperti itu."

"Kalaupun dia juga nggak apa-apa sih, Pak. Memang seperti inilah tempat tinggal saya."

"Nanti, saya akan memberikan kamu tempat tinggal yang lebih layak, Rin. Kamu akan merasa sangat nyaman."

"Bapak ada-ada aja. Udah, ah. Saya turun dulu ya, Pak. Terima kasih untuk hari ini, terima kasih untuk bajunya, terima kasih atas uangnya, juga terima kasih sudah mengantarkan saya pulang." Karin bicara seraya melepaskan seat belt yang melingkar.

"Saya yang seharusnya berterima kasih. Terima kasih kamu mau menemani saya berbelanja."

"Sama-sama, Pak. Senyum Karin begitu manis.

Setelah itu Karin keluar dari mobil sambil membawa 1 kantung belanjaan, lalu masuk ke dalam rumah tanpa melihat lagi ke belakang. Saat Frans menginjak pedal gas melaju mundur, dia melihat sosok wanita keluar dari belakang kontrakan Karin dalam keadaan hanya memakai celana panjang berwarna biru, baju didekap dalam pelukannya.

"Kamu benar-benar harus melepaskan bidadari seperti Karin, Dani. Kamu sama sekali tidak pantas menjadi suaminya, hanya akulah yang pantas," gumam Frans seraya menginjak pedal gas, kali ini ia melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan kontrakan.

***

Waktu berlalu, hari pun berganti hari. Setiap pagi Karin selalu bangun lebih awal dari suaminya. Dia langsung beraksi di dapur untuk memasak sayur lodeh, ikan asin, sambal terasi, dan sebagai pelengkapnya yaitu kerupuk. Beberapa sudah selesai dimasak dan sudah disajikan di atas meja makan, beberapa masih dalam on proses di atas kompor.

"Masak apa?" tanya Dani yang baru saja datang. Dia menuangkan segelas air minum ke dalam gelas kosong, lalu menenggaknya hampir habis.

"Masak sayur lodeh, Mas," jawab Karin tanpa menghentikan aktivitasnya.

"Karin, bisa ke sini sebentar. Ada yang mau aku bicarakan sama kamu."

"Kenapa? Bilang aja. Tanggung nih."

"Nggak bisa, Rin. Aku mau ngomong serius."

"Ya udah, tunggu sebentar, ya."

Tidak bisa menunggu terlalu lama, Dani pun mengungkapkan keinginannya. "Kita harus bercerai, Rin."

Pernyataan itu sontak membuat Karin terkejut. Dia langsung nghentikan aktifitasnya. Dia menoleh ke arah Dani.

"Apa maksud kamu, Mas?"

Dani menyerahkan selembar kertas kepada Karin sebagai alasan. "Baca itu, Rin."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Istri Orang Lain    Bab 57. Ending

    Freya. Kamu di mana?"Erik terkejut saat bangun tidur, mendapati dirinya dalam keadaan polos tanpa busana. Dia menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya, beringsut turun dari atas ranjang, lalu memijat pangkal hidungnya yang terasa pening.Dia tidak sanggup membayangkan kejadian semalam bersama Freya yang sama-sama dalam keadaan mabuk, menghabiskan malam yang panas penuh gairah. Erik mengambil kaus di atas ranjang, terkejut saat melihat bercak merah menodai sprei."Aku sudah menodai kesuciannya, aku telah merenggut mahkota yang seharusnya ia berikan kepada pria yang dia cintai. Maafkan aku, Freya. Sungguh aku minta maaf."Erik mengenakan kembali pakaiannya, lalu mengambil handphone di atas nakas hendak menghubungi seseorang. Namun, baru saja layar menyala, seseorang mengirimi ia pesan. Pesan tersebut berisi,Freya: Jangan pernah om menemui aku lagi! Anggap saja kejadian semalam tidak pernah terjadi.Tidak ingin dianggap pria pecundang, Erik pun langsung membalas pesan tersebut.Erik:

  • Pesona Istri Orang Lain    Bab 56

    Setelah tiga puluh menit menunggu di depan rumah, akhirnya pintu pun terbuka. Erik dan Freya yang saat ini sedang duduk di kursi teras pun menoleh ke samping secara bersamaan."Lama banget sih," seru Erik sambil berdiri. Begitupun dengan Freya yang ikut berdiri."Tadi lagi nanggung," jawab Frans ketus.Setelah bicara kepada Erik, Frans melirik ke arah Freya yang tengah berdiri di samping sang kakak, lalu bertanya, "Siapa dia?"Erik meraih tangan Freya, menggenggamnya dengan erat, lalu menjawab sambil tersenyum lebar. "Seseorang yang ingin aku perkenalkan kepadamu dan dia adalah wanita yang selama ini mengisi kekosongan hati aku.""Oh, ya? Kenapa aku nggak percaya, ya? Tapi, ya sudahlah. Minimal kamu sudah berusaha.""Maksud kamu?" Dahi Erik mengerut."Nggak ada maksud apa-apa, ayo masuk!" ajak Frans seraya membuka lebar-lebar pintu utama, lalu ia berjalan masuk.Setelah Frans masuk, Freya bicara kepada Erik, setengah berbisik. "Om, sepertinya adik Om nggak percaya deh kalau kita pacar

  • Pesona Istri Orang Lain    Bab 55

    Aku udah punya pacar, Om. Nggak mungkin aku melakukan itu sama Om Erik, gimana sama pacar aku?" jelas Freya sangat hati-hati."Aku nggak minta kamu melakukan apa-apa, cukup jadi pacar di depan keluarga aku, terutama adikku, Frans.""Setelah itu?""Sudah, drama selesai."Freya diam, menatap wajah Erik sambil berpikir akan menolongnya atau tidak? Satu sisi Freya takut sandiwaranya diketahui sang kekasih, tetapi di sisi lain Freya tidak tega menolak karena Erik begitu baik kepada keluarga juga dirinya."Gimana?" tanya Erik lagi."Hem ... gimana ya, Om?""Ayolah, Freya. Tolong aku!" Erik memohon seraya melipat kedua tangannya di depan. "Atau kamu mau apa sebagai imbalan? Sebutkan. Akan aku berikan."Untuk sekarang aku lagi nggak mau apa-apa. Tapi, oke deh. Satu kali ini aja ya, Om.""Iya, cuma satu kali aja."Satu masalah teratasi, akhinya Erik bisa bernafas dengan lega."Terima kasih, ya."Freya menganggukkan kepalanya. "Iya, Om.""Sekarang kamu mau aku antar ke mana? Pulang atau ke ruma

  • Pesona Istri Orang Lain    Bab 54

    Frans tiba di kantor kakaknya dengan wajah merah padam menahan emosi dan pandangannya menatap tajam ke arah Erik. "Apa yang kamu lakukan?" Frans bicara dengan suara tinggi."Ada apaan ini?" tanya Erik mengalihkan pandangan dari layar komputernya. Dia melepaskan kaca mata yang sedang dikenakan, lalu meletakkannya di atas meja kerja."Siapa yang suruh kamu bayar hutang aku? Kamu mau merendahkan aku?""Merendahkan apanya?" Dahi Erik mengerut. "Siapa yang mau merendahkan kamu?""Dengan kamu membayarkan hutang aku, sama artinya dengan kamu merendahkan aku.""Aduh. Frans, Frans. Cetek banget sih pikiran kamu. Kita ini saudara, mana mungkin aku membantu kamu dengan tujuan mau merendahkan kamu? Di mana sih otak kamu?" Erik bicara sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi kebesarannya."Kalau bukan itu tujuan kamu, apa lagi? Oh, atau kamu mau menarik perhatian dari Karin? Kamu masih menyukai adik ipar kamu sendiri, Mas?"Erik tersenyum sinis, lalu mengusirnya. "Pergi sana, Frans! Nggak

  • Pesona Istri Orang Lain    Bab 53

    Dari kejauhan Winda melihat Budi bicara dengan pria asing itu, tidak lama Budi kembali menghampiri dirinya, lalu Winda bertanya, "Kenapa?""Itu debkolektor, Bu. Pak Frans punya hutang dan hari ini sudah jatuh tempo.""Berapa hutangnya?" tanya Winda lagi."Satu miliar.""Apa? Sebanyak itu?" Winda membulatkan matanya karena terkejut."Iya, Bu.""Bawa aku ke sana, aku akan bicara kepada orang itu.""Baik, Bu."Budi mengeluarkan kursi roda dari bagasi, lalu membantu sang majikan duduk di kursi rodanya. Setelah duduk di atas kursi roda, Budi mendorong kursi roda tersebut menghampiri Karin yang dari kejauhan tampak masih bicara dengan pria tadi."Ada apa ini?" tanya Winda begitu sampai di teras rumah Karin.Pria itu menoleh ke arah Winda, lalu bertanya, "Siapa Anda? Jangan ikut campur urusan saya.""Saya adalah mertua dari wanita yang tadi kamu dorong sampai jatuh. Berani kamu melakukan itu kepada menantuku?""Kenapa memangnya? Dia punya hutang sama atasan kami dan ini sudah jatuh tempo. An

  • Pesona Istri Orang Lain    Bab 52

    Keesokan harinya, saat Karin mengantar Frans ke teras hendak pergi bekerja, Dani datang menggunakan motor metik. Dia memarkirkan motornya di depan rumah, lalu turun dari motor seraya melepaskan helmnya."Waw, udah di sini aja? Takut keduluan, ya? Cepet banget ada di sini." Setelah meletakkan helmnya di atas jok motor, Dani berjalan menghampiri mereka."Mau ngapain kamu ke sini?" tanya Frans kepada Dani."Ada larangan aku ke sini?"Frans diam, lalu Karin bicara. "Pergilah, Mas Dani. Kami nggak butuh kamu lagi.""Kamu memang nggak butuh aku, tapi Rafa sangat membutuhkan aku." Saat dia bicara seperti itu, dia melihat Rafa ada di depan pintu bersama sang mantan mertua."Ayah!" Rafa lari berhamburan menghampiri Dani dan langsung minta digendong. "Ibu, Ayah pulang."Karin tersenyum kepada Rafa, lalu tiba-tiba Siti keluar dari rumah, berjalan menghampiri Dani dan langsung merebut Rafa dari dekapan ayahnya. "Lepaskan!""Loh, kenapa, Bu?" Kening Dani mengerut.Bukan cuma Dani, Rafa pun melayan

  • Pesona Istri Orang Lain    Bab 51

    Apartemen sudah terjual, tunggakan gaji karyawan sudah terbayar, rumah sederhana sudah dibeli, untuk penghasilan ke depannya Frans mengandalkan dari kafe yang belum lama ini ia buka. Kafe tersebut ia beli dari seorang pengusaha yang akan meninggalkan Indonesia dengan harga yang lumayan mahal, karena Kafe tersebut sudah banyak pelanggannya.Tidak semudah yang dibayangkan, sekali pun kafe tersebut sudah memiliki pelanggan, tetap saja ketika kepemilikan berubah, nasib pun berubah dan tidak akan sama. Entah ini takdir, atau ada campur tangan manusia, yang pasti setelah berbeda kepemilikan, Kafe pun mendadak sepi."Hanya ada dua puluh pelanggan untuk per hari ini, Pak. Semoga masih bisa bertambah malam nanti." Seorang karyawan yang bertugas memberikan laporan sambil berdiri di depan meja kerja Frans."Iya, semoga saja ya, Pak. Kira-kira apa yang kurang ya, Pak? Apa kita perlu memberikan diskon kepada pelanggan?""Jangan dulu sekarang, Pak. Kita lihat satu Minggu ke depan dulu, baru kita pa

  • Pesona Istri Orang Lain    Bab 50

    Waktu berlalu, keterpurukan mulai dirasakan oleh Frans, ketika banyak perusahaan yang memutuskan untuk berhenti bekerja sama dengan berbagai macam alasan, juga kerugian mencapai ratusan miliar akibat dari nilai penjualan yang terjun bebas ke angka 0. Semua itu berlangsung dalam waktu singkat, bahkan sekarang saja Frans belum mampu membayar upah karyawan selama satu bulan."Frans, beberapa karyawan mogok bekerja. Apa yang harus kita lakukan?" tanya Erik yang saat ini tengah duduk di sofa ruang kerja sang adik, hendak mendiskusikan jalan keluar dari keterpurukan ini."Satu-satunya cara, aku harus keluar dari perusahaan ini, Mas. Barulah pak Prayoga tidak akan menggangu jalan perusahaan.""Apa nggak ada cara lain, Frans?" tanya Erik lagi.Frans menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak ada. Cuma itu satu-satunya cara untuk memulihkannya.""Tapi, Frans ... perusahaan juga butuh kamu.""Perusahaan membutuhkan kita berdua, tapi aku yakin mas Erik bisa menangani semuanya sendiri. Dalam keadaan

  • Pesona Istri Orang Lain    Bab 49

    Begitu tiba di rumah, Frans bertemu dengan Winda yang saat ini sedang bermain-main dengan Agam di ruang keluarga. Dia menghampiri sang ibu, lalu duduk di sebelahnya."Hei, kamu udah pulang? Cepet banget?" tanya sang ibu.Frans mengangguk. "Iya, pestanya membosankan," jawab Frans dengan ekspresi terjeleknya.Agam langsung berlari menghampiri Karin dan langsung memeluknya. "Tante juga pulang?"Karin tersenyum."Sudah aku bilang, jangan pergi ke pesta. Pesta orang dewasa itu membosankan. Sekarang lebih baik kita main-mainan, aku punya mainan baru, Tante. Tante mau main sama aku?""Boleh," jawab Karin seraya mengusap lembut puncak rambut anak itu."Tapi nggak malam ini ya, Gam. Kami ada keperluan sebentar," ujar Erik."Itu kelamaan, Ayah. Aku mau sekarang.""Nanti ya, Sayang. Sekarang Agam main dulu sama bibi di kamar, ya."Setelah bicara kepada putranya, Erik memanggil sang asisten rumah tangga. "Ayu!" Dia memanggilnya beberapa kali, tidak lama yang dipanggil pun datang."Iya, Pak?" ucap

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status