Share

Tuan Muda Charleston

Chapter 3.

Dimana Ini?” guman Jessica sambil dengan susah payah membuka kedua kelopak matanya yang begitu berat. Setelah kedua kelopak matanya berhasil terbuka lebar,  ia terkejut mendapati dirinya berada di sebuah ruangan persegi bernuansa putih. Ia mencoba mengingat kembali tentang kejadian yang menimpanya tadi sepulang kerja. Saat melewati lorong yang agak sepi di sekitar rumahnya. Tiba-tiba sebuah tangan dengan memegang sapu tangan yang sepertinya sudah dibubuhi obat bius dibekapkan ke mulutnya dari arah belakang.  Hingga membuatnya jatuh pingsan karena kehilangan kesadaran. Setelah itu, ia tidak tau apa yang terjadi pada dirinya.

Ia berada di ruangan itu dengan kedua tangan terikat oleh seutas tali yang cukup kuat ke belakang. Tidak hanya tangannya yang diikat. Namun,  mulutnya juga ditutup rapat menggunakan isolasi berwarna hitam. Sambil di dudukkan pada sebuah kursi di tengah-tengah ruangan. Menyadari hal itu ia langsung bisa menebak bahwa saat ini dirinya sedang diculik dan disekap disebuah ruangan yang tidak ia kenali ini.

Kepalanya pusing dan berat.  Tak ada seorangpun di ruangan itu. Ruangan yang kosong dan hanya diisi oleh sebuah sofa panjang dengan sebuah meja kecil di tengahnya. Sedangkan Jessica diikat pada sebuah kursi kayu bersebrangan dengan sofa. Ia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan ikatan tali yang melilit pada pergelangan tangannya.  Namun yang ada ia malah meringis kesakitan. Sepertinya tali itu cukup kuat dan besar. Sedangkan tenaga Jessica yang kecil tentu saja tidak akan bisa melepaskan jeratan itu.

Namun ia tak menyerah. Ia tetap berusaha sekuat tenaga. Setelah agak lama dan usahanya tetap tak membuahkan hasil. Tiba-tiba pintu terbuka dan seseorang masuk ke dalam ruangan itu. Seorang lelaki dengan setelan jas yang terlihat bagus dan mahal. Laki-laki itu duduk tepat di sofa yang bersebrangan lurus dengan kursi Jessica. Dengan santai ia menyilangkan kedua kaki panjangnya. Sejak ia memasuki ruangan itu Jessica sudah memandangj dan mengamatinya dengan cermat. Ia tak mengenal sosok yang saat ini duduk tepat di hadapannya. Sosok yang sangat tampan dan gagah. Cukup membuat Jessica terpana sesaat. Namun ia sadar bahwa ada aura berbahaya disana. Pada tampang yang menurutnya sangat terpahat sempurna itu.

“Halo nona?” sapanya dengan suara sedikit berat. Ia beranjak dari tempat duduknya dan membuka solasi yang membekap mulut Jessica. Setelah itu dengan tenang duduk ke tempat semula.

“Siapa kau?” itulah kalimat pertama yang Jessica lontarkan dengan kasar.

“Siapa aku?” tanyanya sedikit heran. “Kau dari belahan dunia bagian mana?  Sehingga tidak mengenali tampangku yang sangat sempurna ini?” dengan narsis ia melanjutkan kalimatnya.”Apa kau seorang alien?”

“Jika aku seorang alien,  untuk apa kau menculik seorang alien sepertiku?” jawab Jessica tegas tanpa ketakutan. Ia benar-benar berani. Tak sedikitpun khawatir dengan keadaannya saat ini.

“Ha ha ha” laki-laki itu tertawa keras. “Jadi kau memang orang yang tak tau diri ya! Dalam keadaan seperti inipun kau masih tidak takut?”

“Untuk apa takut jika aku tidak bersalah?” jessica bertanya heran.

Jack beranjak dari tempat duduknya lalu menunduk dan meraih dagu Jessica kasar dengan tangan kanannya. Ia dekatkan wajah tampannya ke wajah Jessica. Diperlakukan seperti itu,  jessica semakin berdebar.  Namun bukan karena ketakutan. Melainkan Karna pesona Jack yang begitu memukau.

“Tak peduli kau mengenaliku atau tidak nona!  Hanya saja aku peringatkan kau!  Jangan menyentuh hal yang bukan milikmu!”

Jessica masih belum mengerti kemana arah pembicaraan laki-laki itu. Ia semakin tidak mengerti namun juga semakin penasaran.

“Tunggu tuan!  Bisakah kau jelaskan apa maksud perkataannmu barusan?  Aku benar-benar tidak paham tentang apa yang kau bicarakan barusan. Tidak adil rasanya bagiku kalau memperlakukanku seperti ini tanpa terlebih dahulu memberi tahu kesalahanku.” Protes Jessica lantang. Tak Tersirat ketakutan sedikitpun dalam nada bicaranya. 

“Baiklah,  kita mulai dari memperkenalkan diriku terlebih dahulu!” Jack mengatakannya sambil kembali duduk ke tempatnya semula.

“Aku adalah Jack,  lebih tepatnya Jack Charleston!” ia diam sejenak sebelum melanjutkan perkataannya.

“Jack Charleston?” gumam Jessica dengan suara pelan.  Namun cukup terdengar di telinga Jack. Belum selesai keterkejutan Jessica mengetahui fakta tentang siapa laki-laki yang duduk dihadapannya kini. Jack melanjutkan penjelasannya.

“Iya betul!  Kakak dari Olivia Charleston. Istri sah dari pacarmu. Leonardo davinson!” lanjut Jack santai namun penuh intimidasi dalam nada bicaranya.

Mendengar jawaban Jack,  Jessica tiba-tiba tertawa lebar.

“Waw! Jack Cahrleston yang itu rupanya!” Ujar jessica. “Tuan! kau sepertinya salah menangkap orang! Aku tak pernah berselingkuh dengan adik iparmu itu.” Jessica berusaha memberi pembelaan pada dirinya yang memang tidak bersalah

“Jika semua orang dapat mengakui kesalahannya dengan mudah. Maka aku jamin, semua penjara di seluruh dunia ini akan penuh dan sesak.” Jack Charleston tidak mempercayai ucapan Jessica barusan.

“Ok,  aku rasa percuma memberi penjelasan seperti apapun itu. Satu hal yang ingin ku konfirnasi dulu denganmu tuan. Atas dasar apa kau menuduhku selingkuh dengan adik iparmu?  Apa kau memiliki bukti?”

Mendengar pertanyaan Jessica Jack semakin geram dan membuka layar ponselnya. Ia menekan tombol galeri dan memilih sebuah foto. Dengan cepat ia sodorkan layar ponselnya ke hadapan Jessica.

Melihat hal itu Jessica sedikit heran. Ia berpikir bukannya itu foto pertemuannya dengan Leon kemaren?  Padahal mereka bertemu secara tidak sengaja. Foto yang menunjukkan mereka berdua duduk bersebrangan di sebuah kafe.

“Hanya itu tuan? Bukankah terlalu dangkal jika kalian menganggap foto itu bisa menjadi bukti perselingkuhan kami?” tanya Jessica protes. Ia tak terima ia dituduh hanya karena sebuah foto yang bahkan disana mereka tidak terlihat mesra.

Bukannya menjawab pertanyaan Jessica,  Jack justru menunjukkan foto yang memperlihatkan Jessica sedang memapah Leon yang sedang mabuk dan masuk ke dalam rumah Jessica.

Melihat foto itu Jessica kini sungguh semakin heran dan berpikir keras. Siapa gerangan yang sudah memfoto dirinya saat bersama Jack?  Apakah sebenarnya dirinya sudah dimata-matai?

“Jack itu teman baikku tuan,  wajar saja aku membantunya ketika saat itu ia sedang mabuk berat di sebuah klub. Dia mengatakan sedang bertengkar dengan istrinya dan tak mau saat kusuruh pulang ke rumah.”

“Kau sendiri nona?  Kau memiliki bukti bahwa saat itu tidak terjadi apa-apa diantara kalian?”

Mendengar pertanyaan Jack, Jessica terbelalak kaget. Ia tak tau bagaimana cara membuktikan hal itu. Tentu saja dia tidak memiliki bukti tentang apa yang sebenarnya malam itu ia lakukan bersama Leon. Padahal kenyataannya ia bahkan memilih tidur di sofa daripada tidur satu kasur dengan Leon.

Jessica terdiam sambil berpikir keras. Ia tak ingin gegabah dan salah langkah. 

Suasana tampak semakin menegang diantara keduanya.  Jessica hanya bisa menelan ludah saat jack menatapnya tajam sambil menunggu jawaban. Disaat bersamaan, tiba-tiba pintu dibuka kasar oleh seseorang yang ternyata itu Leon. Reflek Jack maupun Jessica menoleh ke arah pintu.

Leon dengan cepat menuju ke arah dimana Jack duduk

“Kakak! Kau sedang salah paham disini. Jessica itu sahabatku. Kami bahkan sudah berteman sejak kecil.” Leon berusaha menjelaskan tentang apa yang terjadi sebenarnya. Karna pada kenyataannya memang dia tidak pernah berniat selingkuh. Apalagi selingkuhnya dengan Jessica. Meski jauh di lubuk hatinya ia masih memiliki rasa pada sahabatnya itu.

Mendengar perkataan leon,  rahang Jack semakin mengeras. Wajahnya semakin menampakkan raut kemarahan.

“Diam!  Kau tak berhak berada disini!  Atas izin siapa kau masuk ke dalam ruangan ini?” tanya Jack pada adik iparnya. “Lukas! Kenapa kau mengizinkan orang ini masuk?” ia berteriak pada orang yang disebutnya Lukas yang saat itu berada di luar pintu. Rupanya ia adalah salah satu pengawal Jack Charleston yang bertugas menjaga ruangan itu.

“Maaf Tuan!  Dia memaksa masuk dan membawa nama nona Olivia bersamanya.” Jawab lukas dengan segera.

“Lancang kau!” teriak Jack sambil menampar pipi Leon.

Melihat hal itu Jessica tersentak kaget. Sepertinya ada sedikit rasa takut yang tiba-tiba menghantui dirinya. Seorang Jack Charleston sangat keras dan tak segan-segan menyakiti orang lain bahkan adik iparnya sendiri.  Hanya karna keterangan dari beberapa foto yang tak jelas faktanya.

Diperlakukan seperti itu Leon akhirnya jatuh dan bersimpuh di bawah kaki Jack. Sambil mengangkat kedua tangannya dan memohon. “Kak!  Kumohon! Lepaskan wanita ini!”

Jessica semakin terbelalak dan tidak memyangka bahwa Leon rela berlutut dan membuang harga dirinya hanya karna ingin menyelamatkan Jessica.

“Dia adalah sabahabat baikku sejak kecil.  Kami bahkan sudah setahun tidak pernah berkomunikasi. Aku akui aku mencarinya benerapa hari yang lalu demi menenangkan diriku yang sedang gundah. Tapi, bukan untuk berselingkuh!” Leon lagi-lagi mencoba menjelaskan. “Kau boleh menghukumku karna telah menyakiti Olivia.  Tapi,  tolong kau lepaskan dia kak!  Dia tak tau apa-apa. Tidak adil kalau dia harus menanggung hal yang tak seharusnya terjadi padanya.”

Mendengar penjelasan Leon, Jack memandangi mereka bergantian. Ia mulai melihat getir ketakutan dalam diri Jessica. Sebelum akhirnya ia memanggil seseorang yang bernama lukas kembali.

“Lukas!  Dimana Robbert? Segera panggilkan Robbert untukku!” perintah Jack pada Lukas.

Setelah itu suasana hening namun mencekam menyelimuti keadaan di dalam ruangan itu. Leon masih dalam posisinya berlutut di hadapan Jack. Jack memilih duduk kembali dengan tenang.

“Olivia tau kau kemari?” tanya Jack dengan nada yang tidak terlalu kasar. Sepertinya kemarahannya sudah sedikit mereda.

“Tidak kak! Dia menghindariku beberapa hari ini. Aku bahkan mencoba menelponnya terus-terusan. Dia tidak mengaktifkan ponselnya!”

“Kau sudah membuatnya marah Leon! Harusnya kau berusaha mencari keberadaannya!”

“Sudah! Tapi ia tak ada dimanapun tempat yang berkemungkinan ia datangi!”

Belum selesai pembicaraan diantara mereka berdua.  Tiba-tiba seseorang berkulit hitam dan tinggi gempal masuk ke dalam ruangan itu juga.

“Robbet, kau mendapatkan informasi tentang hal yang kupinta?” tanya Jack pada orang yang bernama Robbert.

Alih-alih menjawab pertanyaan Jack.  Ia menghampiri Jack dan membisikkan sesuatu di telinga kirinya.

Raut wajah Jack seketika memerah. Rahangnya seperti mengeras. Ia bahkan mengepalkan tangannya. Sungguh hal itu semakin membuat Leon maupun Jessica mulai merasakan aura bahaya sedang mengintai mereka berdua.

Selesai Robbet berbisik di telinga Jack. Ia terlihat sedang berusaha mengatur nafasnya. Sangat jelas raut kekesalan di wajah Jack. Sepertinya ia sedang berusaha menahan amarahnya. Namun yang terjadi selanjutnya malah di luar dugaan Leon maupun Jessica.

“Baiklah!  Kulepaskan wanita yang kau sebut sebagai temanmu ini.” Ujar Jack pada Leon yang masih tak bergeming dari posisinya yang menumpukan kedua lututnya di lantai. “Tapi kalau lain kali aku mendapati kalian bertemu lagi satu sama lain.  Aku tidak akan segan-segan membunuh kalian!” ancam Jack penuh dengan nada ketegasan dalam bicaranya. Ia berlalu tanpa menoleh pada Leon maupun Jessica.

Jack melangkah pergi setelah sebelumnya memerintahkan lukas untuk melepas Jessica. Sedangkan Leon mulai bernafas lega dan berdiri dari posisinya.

Jessica memilih segera keluar dari ruangan yang menyekapnya entah sejak kapan. Ia berlalu tanpa menyapa Leon. Sedangkan Leon mengejarnya dari belakang.

“Jess!  Tunggu!” teriaknya mengekori Jessica yang sedikit berlari.

“Sudahlah Leon!  Aku tak mau lagi berurusan denganmu!  Berhenti mengikutiku!  Kau ingin tuan Charleston membunuhku?” tanyanya dari kejauhan.

“Maafkan aku.” Jack mengucapkan kalimat itu sambil menyatukan kedua tangannya di depan dadanya.

“Baiklah,  kau kumaafkan. Tapi,  tolong!  Jangan coba-coba menghubungiku lagi!” ucap Jessica tegas. Namun ada nada kesedihan dalam setiap perkataannya.

Setelah itu ia melangkah pergi dan semakin jauh dari pandangan Leon.

“Robert, bagaimana perkembangan informasi yang aku perintahkan kepadamu?” tanya Jack saat Robert membukakan pintu mobil yang akan  menuju ke kediaman Charleston. Terlihat Lukas sedang bersiap untuk menyalakan mesin mobil duduk di kursi sopir.

“Sudah saya dapatkan tuan. Ini berkas informasinya!” Robert menyerahkan sebuah map berwarna abu-abu sesaat setelah Jack duduk di kursi belakang.

Jack menerima map itu tanpa menoleh. Robert pun dengan segera menutup pintu belakang yang ditumpangi oleh lelaki yang berjuluk tuan muda Charleston itu.

Sesaat setelah mobil melaju dan meninggalkan Charleston tower yang merupakan tempat kerja sehari-hari bagi dirinya Jack dengan segenap rasa penasarannya mulai membuka map yang di berikan padanya oleh Robert.

Ia memperhatikan dengan seksama informasi yang terangkum di dalam map berwarna abu itu. Ia mulai mengernyitkan keningnya saat memegang sebuah foto anak kecil perempuan berambut pendek dan juga foto lain yang menampilkan foto seorang wanita dewasa yang terlihat rapi menggunakan jas kerjanya.

Jack tahu betul siapa anak kecil yang ada di dalam foto itu. Dia adalah si kecil yang selalu menghiburnya dulu ketika ia sempat dititipkan di panti asuhan selama satu bulan.

Jack memutar kembali memori pada masa itu. Masa terkelam dalam perjalanan hidupnya. Masa ketika ia hancur dan menderita karena harus kehilangan kedua orang tuanya dalam sekejap mata. Jack masih berumur sembilan tahun kala itu. Ia sangat terpukul dan bahkan sempat merasa bahwa tidak ada harapan lagi dalam hidupnya. Namun, gadis kecil itu selalu datang untuk menghiburnya setiap hari. Hingga ia mulai kembali merasakan kebahagiaan dalam hidupnya dan juga adanya harapan baru.

Semua hal itu terjadi sebelum Jack ditemukan oleh bibinya. Keluarga dari pihak ibunya yang kemudian mencarinya dan mengambilnya kembali dari panti asuhan tempat Jack dititipkan. Sejak saat itu ia berpisah dari gadis kecil yang setiap hari selalu menemani dan menghiburnya. Setelah beberapa bulan berlalu ia mengajak bibinya mengunjungi gadis itu di panti asuhan. Namun ada beberapa hal yang terjadi membuat panti asuhan itu ditutup dan semua penghuninya di pindahkan ke panti asuhan lain secara terbagi-bagi.

Siapa sangka bahwa hal itu membuat Jack kehilangan seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya. Ya, gadis kecil itu adalah orang yang paling berarti kala itu dalam hidup Jack.

Jack kembali memandangi dua foto yang kini ada dalam genggamannya. Ia tiba-tiba merasa kecewa saat tau bahwa gadis kecil yang selama ia cari adalah orang yang paling ia benci saat ini. Ia memejamkan matanya erat sambil meremas dua foto yang sejak tadi ada di tangannya.

“Sialan!” ucapnya seraya melempar map dan foto itu jauh dari jangkauannya. Ia tak bisa menerima kenyataan yang ada di depan matanya. Rasa kesal dan kecewa yang bercampur aduk dalam jiwanya membuatnya semakin benci pada jessica.

Ya, jessica ternyata adalah orang yang ia cari dan rindukan sejak kecil. Namun takdir terlalu kejam untuk mempertemukan mereka dalam situasi yang begitu rumit. Sehingga membuat Jack ingin melupakan dan membuangnya dari dalam ingatannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status