Share

2. Kekhilafan

Author: Isqa
last update Last Updated: 2023-03-04 00:29:30

“Benarkah?” Evelin tampak senang lalu menuruti perkataannya.

 

“Mau minum?” tawar lelaki itu padanya.

“Apa ini?” sambil menerima sodoran gelas berisi minuman yang tampak indah di depan mata.

“Minumlah, lalu kamu akan tahu bagaimana mencari temanmu dengan cepat.” 

Tanpa ragu Evelin meminumnya, “ugh! Apa ini?” Lelaki itu tersenyum, “apa aku boleh minum lagi?”  

“Silakan.”

Evelin kembali meminumnya, ia mengambil sendiri dengan lancangnya. Meneguk berulang kali tanpa bisa menghentikan keinginan yang membara.

“Bagaimana rasanya?”

“Aneh,” ucap Evelin merasa pandangannya nanar.

“Kalau begitu hentikan, karena tak menyenangkan jika kamu mabuk begitu saja,” sahut lelaki itu mengambil gelas minuman di tangan. 

“Tidak! Aku ma—” kalimat Evelin tak dilanjutkan. Suara gadis itu tertahan dengan bibir lelaki yang mengajaknya minum. Evelin hanya mencoba mendorongnya pelan, tapi ia tak bisa apa-apa karena sosok di hadapan tak memberinya ruang untuk bergerak.

“Apa yang kamu lakukan?”

Lelaki itu tersenyum sambil menarik Evelin, “tentu saja menerima bayaran dari minumanmu.” Ia kembali menciumi sang gadis yang meronta-ronta. Semakin melawan, semakin ia bersikap ganas, sampai merobek baju korbannya dan memperlihatkan mahkota tak bersegel sang wanita.    

Napas Evelin memburu karena ulah laki-laki itu. Tak ada jeda, perlakuan nikmat dilakukan kasar olehnya. Ia melakukan apa pun yang menyenangkan pada mahkota kembar di pandangan. Di sisi lain, tangannya yang satu lagi sibuk menjelajah mencari celah untuk bertemu bagian terlarang.

Evelin yang merasa pusing karena mabuk, hanya bisa meronta tak berguna di hadapan Cristhian Ronald, target pembunuhannya.

Desahan demi desahan mengalir dari mulutnya, sampai akhirnya kedua bibir bertemu dan merasa seperti di surga.

Untuk gadis muda seperti Evelin, ini benar-benar luar biasa. Jajahan kasar Cristhian Ronald memberikan kesenangan tersendiri.

Sejujurnya, semua baru pertama kali baginya. Ingatan tentang Camila yang bercinta memburu nafsunya. Sekarang, Evelin membiarkan Cristhian Ronald melakukan hal yang sama sebelum orang itu mati.

“Wow! Luar biasa!” pekik Cristhian Ronald senang. Ia meremas erat salah satu mahkota kembar. Sementara tangannya yang lain sibuk menggali lubang di tanah terpendam milik gadis itu. Basah dan menyenangkan, membuat gairah keduanya bergejolak hebat.

Tak peduli racauan apa terlontar dari Evelin. Sesekali ia melumat bibir sang kupu-kupu yang ranum baginya. Mahkota indah dan membusung itu masih dimainkan tanpa ampun, sampai akhirnya cairan nikmat dunia membasahi jari yang sibuk menggali inti bumi.

 

Evelin hanya bisa menggeliat. Sekarang, seluruh penutup tubuhnya dibuang ke lantai. Cristhian Ronald menyeringai. Wajah menariknya, menyapu tubuh sang gadis tanpa kedip. Ia usap kaki mulus itu. Mencoba merasakan sensasinya, yang memburu hasrat juga raga. 

Lidahnya bermain, membuat Evelin mengerang akan ulah lelaki tanpa ampun di dirinya. Cristhian tak hanya memakai mulut, jari nakal juga ingin merasakan lagi belukar terlarang. Memaksa masuk, sampai semburan cairan kedua menangis keluar dari inti sang gadis muda. Tak puas, pilihan selanjutnya jatuh pada senjata terlarang.

Ia duduk, menyentuh lembut kulit putih di paha. Di tatapnya Evelin yang sudah kelelahan, sentuhan halus hanya menambah rangsangan. Entah di sengaja atau tidak, gadis itu mendesah hebat dan memburu hasrat Cristhian untuk tak mengampuninya.

Lelaki itu menciumnya, memasok lidah untuk saling bertemu dan bermain. Keduanya benar-benar menggila. Evelin yang tampak polos olehnya, ikut membalas kenakalan yang dilakukan. Sampai akhirnya erangan terlepas dari bibir manis sang gadis karena hentakan terlarang menyentuhnya.   

 

Darah merah mengalir pelan di sana. Cristhian tertawa, “perawan?” seringainya makin menjadi-jadi. “Malam ini menarilah untukku, Sayang,” bisiknya lembut di dekat telinga. Permainannya kasar, untuk seorang yang bertubuh polos seperti Evelin itu benar-benar hebat.

Dirinya tak menyangka semua akan terasa sakit dan nikmat. Ternyata inilah yang dirasakan Camila. Pantas para wanita bengal akan bahagia jika bisa melakukannya tanpa ikatan pernikahan. Di balik nyeri, tanpa sadar tubuhnya meminta dominasi.

Hentakan yang tak beristirahat mengeluarkan desah dan raungan pelan di antara keduanya. Cristhian Ronald sepertinya tak ingin beristirahat menikmatinya. Bahkan memaksa gadis itu duduk mesra dengannya. Diiringi tangan tak bermoral ikut ambil bagian agar bahagia.

Keberuntungan meneriakinya, karena berhasil mengenai posisi dewa sang gadis muda. Melantunkan kisah terlarang mereka, yang tak seharusnya terjadi saat ini juga. Efek mabuk pun bercampur satu dengan semua, membuat gadis itu menggila dan memaksa Cristhian melihat pesona terselubung Evelin bangkit.

Malam yang terasa panjang, membuat perempuan itu lupa akan misi. Dirinya sudah terlanjur terbuai akan pesona targetnya. Hanya dengan perintah sentuhan dari Cristhian, Evelin bagai pesuruh yang mau menurutinya. Sampai akhirnya mereka berdua meneteskan air mata deras di senjata Cristhian ataupun sarung pedang Evelin yang sudah tak tersegel lagi.

Waktu berlalu, dengan suasana dingin, sunyi dan melelahkan. Perlahan Evelin membuka mata, inti bumi dan pinggangnya terasa nyeri. Ia merasakan lengket di sana. Lalu mengumpulkan kesadaran dengan benar menatap sosok yang memeluknya. Tanpa kain sehelai pun untuk menutupi mereka, Evelin terpana dengan wajah lelaki di depannya.

Alis mata Cristhian begitu rapi, dengan rahang tegas namun aura wajahnya mempesona. Bibir indah yang dinikmati Evelin, hanya diam di depan mata. Sekarang, gadis itu mengutuki diri. Sikapnya yang pura-pura mabuk padahal toleransi alkoholnya tinggi, berujung cinta pada pandangan pertama.

Apa yang harus kulakukan? Aku tak sanggup membunuhnya.

Evelin mendecih, tangannya merangkul pinggang laki-laki yang memeluknya di sofa. Ruangan itu dipakai lama Cristhian karena ingin menghabiskan waktu dengan bersenang-senang. Beban hidup benar-benar membuatnya ingin terkurung di VVIP club itu. 

Perlahan, Evelin mencoba bangun.

“Kamu mau ke mana?” gumam Cristhian.

“Kamu sudah bangun?!”

Laki-laki itu hanya tersenyum. Memaksa pelukan agar Evelin tak beranjak pergi. “Aku lelah,” ucap Cristhian tiba-tiba.

“Sepertinya aku harus pergi.”

“Ke mana?” Cristhian memandang tak suka dengan kalimat gadis itu.

“Ada yang harus kulakukan.”

Cristhian masih tak mau melepaskannya. “Temani aku. Kumohon, hanya untuk hari ini,” lirihnya. Evelin terdiam sejenak. Menenggelamkan pikiran sebelum akhirnya mengiyakan. “Apa kamu kedinginan?” tanya Cristhian.

“Sedikit.”

“Tenang saja, aku akan menghangatkanmu,” salah satu kaki Cristhian masuk ke celah antara dua kaki. “Kamu cantik.” 

Evelin tersipu mendengar pujian itu. Cristhian tersenyum, lalu menggerakkan kaki terkurungnya mengenai gerbang menuju mahkota sang gadis. Evelin mendesah karenanya, “aku menyukainya. Apa kamu baik-baik saja?” ujarnya.

Evelin tersentak. Sekilas ia melirik jam. Sekitar 04.17 pagi. “Ya, walau aku sedikit pusing,” menutupi diri kalau dirinya tak mabuk sebenarnya.

Setiap berbicara, mata Cristhian tak beranjak dari bibir ranum sang kupu-kupu.

Lambat laun, ada sesuatu yang mulai terbakar di diri.

“Berapa usiamu?” 

“19 tahun.”

“Masih muda rupanya. Maafkan aku mengambil keperawananmu.”

Evelin terdiam, matanya terbelalak tak menyangka kalau Cristhian akan mengucapkan itu. “Mm, ayo lupakan apa yang sudah terjadi.”

Hanya ekspresi diam tertoreh di wajah laki-laki. “Lupakan? Sepertinya ini tak begitu berkesan bagimu.”

“Ini hanya kekhilafan.” 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Wanita Terkutuk   48. Pedang Sova

    “Sova, seandainya kita mati, bagaimana?” pertanyaan sosok bersurai merah itu membuat laki-laki berambut coklat terang di depannya mengernyitkan dahi. “Kau takut?” Bharicgos terkekeh pelan. Perlahan pandangan diedarkan ke sekitar, sayup-sayup suara gagak menyusup masuk ke telinga. Semakin lama semakin terdengar keras mengiringi langkah keduanya. “Aku hanya bertanya, kenapa jawabanmu malah seperti itu?” “Kita takkan mati dengan mudah. Apa lagi kau Bharicgos, mereka hanya membuang nyawa ke hadapan kita.” Dan ringkik kuda yang terasa jelas mulai menghampiri keberadaan mereka. Tampak di halaman istana Tenebris, kehadiran beberapa prajurit berzirah merah. Semangat yang tercetak di wajah mereka, senjata beserta bendera yang dikibarkan di tangan pun menjadi tanda dimulainya pertarungan keduanya. “Begitu ya, kau benar juga. Terima kasih sudah menghiburku, Sova Aviel Ignatius.” “Sova, padahal kau bilang kita tidak akan mati. Lalu kenapa pedang iblismu ada di bocah ini?” bersamaan dengan o

  • Pesona Wanita Terkutuk   47. Hion & Bharicgos

    Hempasan angin kasar menghantam mereka. Semua disebabkan oleh senjata Haina dan juga Lucius yang beradu. Rantai berduri ataupun pedang terselubung itu tampak seimbang. "Kau Tenebris. Kenapa menyerang?" Mendengar itu Haina menyentak rantainya. Memaksa Lucius mundur beberapa langkah. Walau sosoknya terluka namun tak meruntuhkan kekuatan Haina. Selain tampang angkuh yang sekarang melekat di muka. "Bukankah sudah jelas? Tentu saja untuk membasmi kalian." Seketika mata Lucius menyipit tajam. Jawaban konyol barusan jelas bukanlah yang ia harapkan. Sementara di satu sisi, Hion sekarang sedang berhadapan dengan dua Darkas. "Hati-hati. Dia sepertinya menguasai beberapa aliran pedang." Tentu saja penjelasan Bharicgos menyentak pendengaran rekan-rekannya. "Sepertinya Ignatius memang terlahir luar biasa ya," Siez menggeleng pelan. Teringat kembali dengan sosok Lucius di seberang. Pemuda delapan belas tahun itu pun juga serupa. Dilihat dari keahlian berpedangnya bisa dipastikan ia memaka

  • Pesona Wanita Terkutuk   46. Pertemuan para Ignatius

    Sorot mata tenang sosok berambut perak itu, terus saja memandangi pemuda bersurai coklat. Bahkan setelah pertemuan para utusan delapan kerajaan berakhir dengan ketegangan, Lucius tak terlihat menyesal. Ia bahkan sempat menatap remeh pada laki-laki di depan mata. Siez Nel Armarkaz. Penolongnya yang sudah membuat mereka bisa pergi dari sana. Andai Lucius tetap gigih memprovokasi Orion, mungkin saja beberapa orang yang menganggapnya ancaman akan segera membantainya. Terlihat dari tatapan tajam ratu Virgo kepadanya. "Darkas, apa kalian berkhianat?" pertanyaan Raja Aquarius saat Siez dan pamannya maju untuk menengahi keadaan memantik sebuah kenyataan. "Berkhianat?" Siez tersenyum hangat. "Dia rekan kami. Tak peduli siapa sosoknya, sudah tugas Darkas untuk melindungi orang-orang yang bekerja sama dengannya. Bukankah begitu? Pangeran Kaizer." Tapi tak ada tanggapan dari laki-laki yang diajak bicara. Selain tatapan tajam memenuhi suasana. Tanpa kata Lucius berlalu dari sana dan diiri

  • Pesona Wanita Terkutuk   45. Tantangan Ratu Virgo

    Pertarungan antara Kaizer atau pun Eran Lybria dengan para pengganggu memang telah selesai. Tapi tidak dengan Fabina, pedang di tangan pun diarahkan pada leher Lucius yang sudah tak lagi menyerangnya. "Hei! Apa yang kau lakukan?" Dusk Teriel masih bingung dengan mereka. "Musuh memang sudah tak ada. Tapi kita tak bisa menutup kemungkinan akan Tenebris yang tersisa." Orang-orang di sana pun kembali terhenyak. Dan menatap tak percaya pada sosok yang berbicara. "Ada bukti?" Lucius menyeringai. "Tutup mulutmu, hanya karena matamu sekarang tidak merah lagi bukan berarti kau bisa menipuku. Kau sendiri bukan yang mengatakan akan perperangan itu." Dan tak disangka, sebuah hempasan kasar pun menghantam Fabina. Tubuhnya langsung menghantam tanah akibat ulah perempuan yang menatap murka. "Yang Mulia!" Agrios syok melihatnya. Karena bagaimanapun juga dirinya jelas tak mengira kalau sang ratu akan menyerang kerajaan rekan mereka. "Fabina!" Kaizer pun menghampirinya. "Kau baik-baik saja?!"

  • Pesona Wanita Terkutuk   44. Dua iblis Tenebris

    Kehadiran pria itu sontak membuat para utusan Libra murka. Tanpa ragu Tarbias dan juga Eran menarik pedang mereka. Berbeda dengan seseorang yang hanya bersikap waspada pada pembantai kerajaannya. Prizia D'Librias. Sosoknya justru tak terlihat marah. "Siapa kau?!" Dusk Teriel jelas terkejut melihat respons para utusan Libra. "Tel Avir Ignatius. Jadi, apa kalian juga ingin bertarung denganku?" Ignatius.Nama belakang itu menyentak Lucius. Ia menatap tak percaya pada laki-laki yang bisa dipastikan berasal dari kerajaannya. Namun rupa asing Tel Avir membuatnya waspada. Karena bagaimana pun tak semua Ignatius sejalan dengan prinsip Tenebris. Apa lagi orang asing di depan mata tak pernah tampak di kerajaan semasa hidupnya. "Berani-beraninya keparat sepertimu muncul di sini!" suara senjata yang beradu pun melukiskan suasana. Pedang sang komandan Eran Lybria, dan juga pisau panjang tamu tak diundang itu saling bertemu dengan percikan di mata bilah keduanya. Seolah tak peduli lagi pada

  • Pesona Wanita Terkutuk   43. Tenebris Pengganggu

    Kalimat laki-laki itu pun memaksa beberapa orang memasang muka masam. Hanya seseorang yang menyeringai, siapa lagi kalau bukan Siez Nel Armarkaz. Sosoknya yang berpakaian serba hitam itu memang mampu membuat Orion menatap murka. Dan akhirnya Kaizer hanya bisa mengepal erat kedua tangannya. Sorot mata yang tak lepas dari dua utusan Darkas menandakan kalau dirinya masih tak terima. Tapi senggolan pelan yang dilayangkan Fabina menyadarkan sang pangeran. "Tenanglah, kita akan berurusan dengan mereka nanti." Kaizer terpaksa membuang muka. Pertanda kalau dirinya setuju akhirnya. "Jadi, apa yang ingin di bahas pada pertemuan ini?" Aqua D'Rius Argova bersuara. Raja kerajaan Aquarius itu menatap lekat utusan salah satu kerajaan yang memicu kehadirannya di sana. Dan orang-orang yang duduk di meja itu ikut menatap sumber pandangan. Tiga utusan dari kerajaan Libra pun dilirik bergantian. Sampai akhirnya salah seorang yang memiliki surai pirang dan bermata hazel menghela napas pelan. "Juj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status