Romantic Hospital

Romantic Hospital

By:  Lanavay  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
2 ratings
15Chapters
4.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Mengisahkan dua dokter yang berbeda pemikiran. Dokter Restya dengan masa lalunya dan Dokter Zio. Banyak lika-liku kehidupan yang mereka jalani.

View More
Romantic Hospital Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Lanavay
Mari baca yuk
2021-12-25 08:59:53
0
user avatar
Writer_In_box
lanjut kakak
2021-10-22 11:45:33
0
15 Chapters

2. Dekat Denganmu

 Restya mengembuskan napasnya begitu lega, setelah beberapa jam di ruang yang sama dengan Zio. Ia sandarkan punggung di kursi ruangannya. Hari ini, pertama kali dan harapannya juga terakhir kali Restya bekerja sama dengan Zio. Ia tidak mungkin bisa tahan satu ruang dengan dokter yang selalu menyudutkannya. Meski Restya akui, kalau kepiawaian lelaki itu memainkan pisau bedah dapat diakui kehebatannya. Namun sayang, dia tak berminat belajar banyak dari pria itu.Restya mengambil kopi yang telah tersedia di hadapannya. Ia tadi berpesan kepada asistennya untuk membelikan kopi agar membuat matanya tetap terbuka. Meski hari masih sore. Belum petang. Namun, entah kenapa kedua manik mata itu ingin tertutup untuk melepas penat.Ketukan pintu membuyarkan lamunan Restya. Perempuan itu langsung membenarkan penampilannya seraya duduk tegak santai seperti biasanya.“Masuk,” katanya dengan nada tegas.Seorang perawat yang terlihat menawan memasu
Read more

3. Terperangkap

 Restya terdiam sepanjang menikmati makan malam bersama para rekannya. Kali ini, ia tak makan di rumah karena ada perayaan ulang tahun Dokter Kepala. Mereka merayakannya di sebuah restoran dekat dengan rumah sakit.Devan tadi membuat suasana makan malam menjadi ceria. Sesekali lelaki itu bergurau. Berbeda dengan Zio yang hanya diam, tak seperti biasanya selalu banyak berkomentar. Diam-diam Restya melirik Zio yang duduk di samping Emma. Lelaki itu tadi datang terlambat bersama Devan dan ia terlebih dulu memilih tempat duduk. Karena hanya ada dua tempat yang tersisa di sebelah Restya atau di samping Emma. Emma sedari tadi senyum karena bisa berdekatan dengan Zio.“Masakan di sini enak sekali, ya? Terima kasih, Dokter Key,” ucap Emma dengan nada ceria.“Saya yang terima kasih karena kalian sudah mau datang,” balas Dokter Key dengan nada tegas.“Ini cumi-cuminya gurih sekali, ya? Dokter Devan mau?” tawar Emma d
Read more

4. Terperangkap

Malam berganti dengan cepat. Kini pagi telah menyapa dunia dengan tenang. Zio tampak serius melihat tampilan layar ponselnya. Dia hendak menghubungi rumah makan yang memberikan jasa delivery. Lelaki ini hendak memesan makanan untuk dia dan Restya. Namun, ia bingung ingin memesan apa.Restya yang baru saja melangkah dari dapur, mengerutkan dahi begitu melihat Zio tampak sibuk dengan ponsel. Zio menoleh begitu mendengar derap langkah kaki. Ditambah bau sup yang menguar. Begitu harum baunya khas rempah-rempah.Zio menatap Restya tak percaya. Perempuan itu membawa semangkuk sayur berisi sup ke meja makan di hadapannya. Ia tak menyangka Restya akan memasak sarapan karena perempuan itu masih sakit.“Pagi, Dokter Zio,” sapa Restya santai seraya menata mangkuk sup di meja makan.“Res, kamu masak?” tanya Zio dengan nada rendah.Restya mengangguk. “Kenapa? Dokter mau bilang kalau putri bangsawan seperti saya t
Read more

5. Bayangan Masa Lalu

Restya tersenyum begitu semua pekerjaannya selesai. Ia bisa pulang lebih awal hari ini. Perempuan itu berencana untuk berjalan-jalan bersama kakaknya ke taman hiburan. Dia ingin sesekali menikmati harinya penuh keceriaan.Restya langsung memasukkan semua barang ke tasnya. Lalu, memperbaiki penampilan sebelum keluar dari ruangan. Dengan langkah perlahan, perempuan ini meninggalkan ruangannya.“Dokter Restya,” panggil Estu seraya berlari ke arah Restya.“Iya?” Restya mengernyit. Ia mengamati Estu yang tengah membawa buket bunga.“Dokter, ini ada bunga untuk Dokter,” ujar Estu dengan nada sumringah. Restya langsung menerimanya dan tersenyum.“Dari siapa?” tanya Restya penasaran.“Lebih baik Dokter baca sendiri saja catatan kecil di dalam buket bunga itu,” jawab Estu dengan nada lembut.Restya mengangguk. “Terima kasih. Saya pamit dulu, ya,” ujar Restya seraya menepuk
Read more

1. Sosoknya

  Begitu seorang wanita berpakaian kasual dengan warna pastel melangkah dengan anggun memasuki lobi rumah sakit, semua pandang tertuju padanya. Perempuan itu terus berjalan dengan memasang raut wajah datar tanpa ekspresi. Meski begitu tak mengurangi paras ayunya yang menawan. Meneduhkan hati. Banyak perawat atau dokter yang tak sengaja berpapasan, lalu menyapanya dengan raut wajah ceria. Meski banyak juga hanya kepalsuan. Ada yang tak suka dengan wanita muda yang terlihat begitu angkuh itu, padahal tidak. Memang dia seperti itu, cuek dan pemikirannya tak mudah dibaca. Belum lagi, paras indahnya membuat banyak wanita merasa iri. Dia bagaikan Psyche, perempuan yang begitu cantik dari mitologi Yunani alias istri Eros. Namun, dia sekeras Athena, Sang Dewi Perang yang memiliki keberanian yang kuat. Memiliki tatapan mematikan seperti Medusa, tatkala sudah geram. “Dokter Restya,” sapa Emma, salah satu rekannya. Membuat langkah wanita itu terhenti dan me
Read more

6. Mengapa

Restya menatap nanar tubuh yang kaku di atas brangkar. Gadis belia itu tak berhasil terselamatkan. Beberapa saat setelah memasuki rumah sakit, nyawanya sudah tidak ada. Ia melihat orang tua gadis itu menangis tak keruan sehingga pingsan. Ini bukan pertama kalinya, dia melihat seseorang meninggal. Namun, melihat gadis itu mengingatkan kepada sepupunya yang meninggal ketika remaja.Zio yang tadi melihat Restya berjalan ke ruang jenazah langsung mengikuti perempuan itu. Dia bingung kenapa Restya menitikkan air mata melihat jasad itu. Apakah Restya mengenalnya, pikir Zio.“Dokter Restya,” panggil Zio seraya menepuk pundak Restya pelan. Sontak gadis itu berbalik arah menghadap Zio.“Dokter Zio,” sapa Restya dengan senyuman kaku.“Kenapa di sini? Itu bukan pasien Dokter, kan?” tanya Zio memastikan.Restya menggeleng.“Dia seperti sepupu saya. Meninggal karena overdosis. Awalnya sepupu saya depresi karena masalah kelua
Read more

7. Salah Sangka

Angin berembus dengan pongah. Menerbangkan dedaunan secara tak beraturan hingga salah satu daun itu terjatuh di kepala Restya. Perempuan itu hendak mengambil daun yang menempel di surai panjangnya yang kali ini tak terikat. Menjuntai dengan indahnya.Cekrek. Suara bidikan kamera membuat Restya mengalihkan pandangannya. Ia mencari-cari sosok yang mengambil gambarnya. Namun, manik mata teduh tetapi tajam itu tak menemukan siapa pun di taman itu.Restya menghela napas sejenak, sebelum melangkah menuju bangku taman dekat air mancur. Kaki jenjang itu melangkah dengan perlahan, juga waspada dengan hal yang ada di sekitarnya.Manik mata Restya tertuju kepada sebuket bunga di bangku yang hendak ia duduki. Dia menengok ke sekeliling. Namun, nihil tak ada siapa-siapa. Tangan mungil itu perlahan mengambil buket bunga itu dengan hati-hati. Ada surat di sana.Untuk Bunga Bakungku,Matahari boleh pongah dengan panasnyaAngin boleh congkak dengan lajunyaHuja
Read more

8. Cemburu

Istirahat makan siang kali ini begitu ramai. Beberapa dokter tengah berbincang-bincang mengenai pesta pernikahan Dokter Kepala UGD. Mereka yakin, banyak tamu penting yang hadir di sana. Dari kalangan dokter sampai pemilik rumah sakit terkenal di kota ini. Banyak yang berencana akan memanfaatkan acara ini untuk memperluas jaringan atau kolega. Bahkan dokter muda banyak yang ingin mencari jodoh di pesta itu.Restya mengambil earphone miliknya karena dia merasa terganggu akan pembicaraan itu. Perempuan ini tak tertarik sama sekali.“Dokter Restya,” sapa Devan seraya menaruh piringnya di meja makan Restya. Perempuan itu mendongak seraya tersenyum. Meski dalam hati, ia merasa malu dengan kejadian beberapa hari lalu, di mana dia mengaku menjadi kekasih lelaki itu. Untungnya Devan tak membahas masalah itu lagi sepanjang perjalanan pulang kemarin. Jadi, dia merasa tak begitu terbebani.Restya langsung melepas earphone bewarna biru itu.“Iya, Dok,” jawab Restya lembut.“Saya m
Read more

9. Dibalik Rinai Hujan Ada Cerita

-Sebaiknya orang membangun karakter lain, pasti dia akan kembali menjadi dirinya sendiri, ketika bersama orang terdekat yang membuatnya nyaman-Suara gemuruh terdengar begitu jelas di indra pendengaran Restya. Ia langsung menengok ke kanan dan ke kiri untuk berteduh. Namun, manik matanya tak sengaja bertemu dengan Rangga. Dia langsung membuang wajahnya dan hendak pergi.Restya berjalan terburu-buru menuju arah utara, diikuti pula dengan langkah Rangga. Lelaki itu terus memanggil perempuan itu dengan lantang. Namun, tak digubris sekalipun oleh Restya. Terpaksa lelaki itu berlari mengejar Restya.Raut wajah Restya berubah kaku seketika. Manik matanya menajam, rasa sesak itu kembali menyeruak. Ingin sekali dia berbalik arah dan berteriak untuk meluapkan amarahnya kepada Rangga. Mengatakan semua hal yang membuatnya kecewa dan terpuruk di masa lalunya. Namun, tak mampu ia lakukan.“Restya,” lirih Rangga seraya memegang tangan Restya tepat di dekat ayunan
Read more

10. Antara Kita

-Sakit hati yang tiada tara itu, ketika kau jatuh hati, langsung patah hati karena orang yang kau cintai telah pergi. Jangan pernah menyakiti kalau ingin dicintai.-Hampir dua minggu berlalu dengan cepat, luka Restya telah sembuh. Bekasnya di beberapa bagian masih ada. Kini, ia kembali bekerja seperti biasanya. Sudah lama rasanya tak mengunjungi ruangannya. Dia menatap satu per satu sudut rumah sakit begitu jam istirahat tiba. Namun, entah kenapa ada yang kurang di hatinya.“Dokter Restya,” panggil Devan dengan nada ramah sama seperti biasanya, walau terakhir bertemu mereka sempat berdebat singkat. Restya mengalihkan pandangannya ke arah Devan dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Iya,” jawab Restya singkat tanpa minat. Ia masih ingat dengan ucapan lelaki itu yang menyindirnya beberapa waktu lalu.“Di sini tidak turun salju, tetapi kenapa dingin sekali, ya,” gurau Devan sekaligus menyindir sifat Restya. Lelaki itu tersenyu
Read more
DMCA.com Protection Status