Rumah Ramaria

Rumah Ramaria

Oleh:  Sepenuhnya.Manusia  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
40 Peringkat
38Bab
2.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Rama, seorang dosen muda yang baik hati bangun dari tidurnya & mengetahui bahwa dirinya telah diberi kesempatan untuk hidup kembali dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Ia bertekad untuk membahagiakan istrinya, Maria, lebih lagi walaupun rohnya harus hidup di tubuh pria lain, Niko, eksekutif tampan yang dingin dengan segala masalah keluarga, pekerjaan, & perselingkuhan yang kini harus ditanggungnya. Akankah Rama berhasil merajut kembali cinta di rumah yang mereka bangun bersama, Rumah Ramaria, atau menghancurkan segalanya karena isu kepercayaan yang Maria miliki?

Lihat lebih banyak
Rumah Ramaria Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Galuh Arum
keren ceritanya
2022-03-19 09:52:42
0
user avatar
V I L
ceritanya seru dan suka sama gaya penulisannya, indah dan enak dibaca. lanjut kak
2022-03-12 12:23:53
0
user avatar
Roesaline
ceritanya keren banget Kak semangat Up ya
2022-03-12 11:52:58
0
user avatar
Eneng Susanti
Wah, idenya unik. Bahasa yang digunakan juga halus dan enak dibaca. Ceritanya dramatis, tapu seru ini mah. Semangat, Kak. Mampir-mampir ke ceritaku juga, ya :)
2022-03-12 11:49:47
0
user avatar
Cadburry♥
Semangat ka! lanjutt
2021-09-25 14:36:15
0
user avatar
Ryuzy_hdr
lanjut kak, aku suka ceritanya
2021-09-23 15:29:49
0
user avatar
elhrln
ayo lanjuttt
2021-09-21 07:00:32
0
user avatar
Andi Sasa
Amazing.. good luck ya
2021-09-20 22:42:46
0
user avatar
Miss Yuka 85
bagus kak storynya lanjut.....
2021-09-20 22:00:09
0
user avatar
Zhi
Keren dan menarik
2021-09-20 13:09:19
0
user avatar
I'm okay
Lanjut terus kak!
2021-09-20 11:36:14
0
user avatar
Nicholas Underwood
Bagus Kak ceritanya.
2021-09-20 11:15:59
0
user avatar
Senja99
Keren ceritanya
2021-09-20 05:31:29
0
user avatar
Penulis Lepas
Keren kak lanjutkan lagi ya
2021-09-20 04:38:21
0
user avatar
Biru Tosca
Bagus... semangat ya ...
2021-09-19 21:36:17
0
  • 1
  • 2
  • 3
38 Bab
Bab 1
Cahaya matahari masuk dari sela-sela jendela dan membentuk sebuah pola berulang yang indah di dinding kamar. Tanaman anggrek yang ditaruh di pojok ruangan kelihatannya akan tumbuh tambah indah karena bermandikan cahaya hangat sang surya. Namun, tak ada yang lebih indah kelihatannya dibandingkan dengan istriku, Maria. Ia masih terlelap tanpa balutan pakaian apapun, hanya ditutupi selimut yang kami pakai berdua. Wajahnya juga bermandikan cahaya matahari pagi. Matanya, bibirnya, hidungnya, rambutnya yang panjang, jarinya ... jari manis bercincin yang mengikat janji pernikahan kami satu tahun yang lalu. Aku tersenyum melihatnya meregangkan tubuh sedikit setelah kuelus rambutnya. Ia masih belum bangun dan kelihatannya lelah luar biasa karena semalaman kami memadu kasih. Aku bisa berlama-lama memandangi wajahnya, pikirku. Seulas senyum terbentuk di sudut bibirnya ketika aku mencium wajahnya. Hatiku luar biasa bahagia, dan sekelebat masa lalu hadir di memoriku, mengingatkanku pada
Baca selengkapnya
Bab 2
“Terima kasih banyak Pak Joko,” kataku sambil tersenyum, berjalan menjauhi kantornya di gedung kampusku. Helaan napas panjang dan senyum sumringah aku berikan kepada tak siapapun ketika aku sampai di depan gedung jurusan geografi dan melihat ke memori-memori di depanku. Mengenang  waktu-waktu yang kuhabiskan di salah satu universitas terbaik di Indonesia ini. Aku sungguh bangga pada diriku sendiri karena berhasil melewati segala hal buruk dan menikmati segala hal baik yang pernah terjadi empat tahun belakangan. Kalau saja Ayah masih hidup. Pikirku, merenungi lantai di depan. Bayangan-bayangan tak nyata tentang Ayah yang bangga kepadaku ketika namaku ada di pengumuman penerimaan mahasiswa baru. Wajah bahagianya ketika aku mengenakan jaket kuning kebanggaan kami, semangat yang ia berikan ketika aku pertama kali masuk kuliah, dekapannya ketika aku merasa semua ini sulit, semua sarannya mengenai kehidupan, dan semua teladan yang ia berikan. Diterima
Baca selengkapnya
Bab 3
Kamar kos yang kutempati tidak begitu besar. Lebih besar daripada kamarku di rumah, namun tidak lebih besar dibanding kamar di rumahku dulu waktu masih ada Ayah. Jendela persis di samping ranjang ditutup dengan gorden seadanya milik penghuni sebelumnya. Warna merahnya sudah luntur sampai-sampai kalian akan mengira itu memang warna pink sedari awal. Tidak, sebelumnya itu berwarna merah. Tapi tidak masalah. Yang jadi masalah buatku adalah kadang jika hujan turun begitu deras, atap kamarku hampir pasti bocor dan tepat mengenai meja belajar. Alhasil, aku selalu menggesernya ke dekat ranjang supaya bisa kutaruh ember di bawah atapnya. Tapi yang patut aku syukuri dari semua hal ini adalah karena aku masih diberikan kelengkapan tubuh dan kesehatan, sehingga setiap hari libur Sabtu dan Minggu aku bisa bekerja sebagai fotografer di acara-acara pernikahan ataupun pensi sekolah. Bayarannya lumayan untuk kutabung supaya bisa mencicil rumah untuk istri dan anakku nanti. Kam
Baca selengkapnya
Bab 4
“Rama, nanti ada satu temen gue sama Caca ikut juga ya.. Sekalian, belum ketemu sama kami juga soalnya. Besok gue udah langsung ke Bandung lagi kan,” kata Fadhil di telepon. Aku mengiyakan perkataannya dan berencana melanjutkan tidur siang karena kepalaku masih sakit. Sekarang pukul 11, aku akan bangun pukul 2 dan bersiap-siap, pikirku. Kurebahkan lagi tubuhku yang tadi sempat bangun tiba-tiba karena panggilan telepon. Aku bermimpi bertemu dengan Ayah di suatu tempat yang tidak kukenal. Ruangan itu bernuansa biru dengan detil-detil yang samar. Aku hanya melihat Ayah berdiri di tengah dengan banyak sekelebatan seperti orang-orang berjalan hilir mudik. Yang jelas bagiku hanya Ayah. Ia memakai kemeja putih dan celana coklat favoritnya. Aku tidak begitu memperhatikan sepatunya karena agak samar. Wajahnya persis seperti Ayah namun kelihatan lebih muda dan bahagia. Tidak ada guratan lelah ataupun sakit, hanya ada wajah yang segar. Ayah melihat ke arahku dan tersenyum haru.
Baca selengkapnya
Bab 5
Satu jam berlalu dengan piring yang sudah kosong dan minuman kami berdua yang hampir habis di depan meja. Kami bicara banyak hal mengenai apapun dan itu sangat menyenangkan untukku. Dan kuharap juga untuknya. Beberapa kali ia memiringkan kepalanya dan tersenyum, menyangga dagu di tangannya seraya mendengarku menceritakan kehidupan di kampus. Ia juga menceritakan dosen-dosen di jurusannya yang membuat dia pusing bukan kepalang. Kami tertawa banyak di cerita mengenai ospek dan ia ikut berduka ketika aku menceritakan temanku di jurusan sastra Indonesia yang meninggal. Hujan tinggal gerimis waktu itu namun langit masih gelap. Di sana, sekelompok mahasiswa yang sedang berbicara mengenai suatu acara sudah pulang, seorang mahasiswa berambut ikal yang tadi kelihatannya sedang mengerjakan tugas juga sudah tidak kelihatan. Meja-meja yang kosong kini sudah hampir terisi, dan kebanyakan dari meja itu diisi oleh pasangan kekasih yang sepertinya sedang malam mingguan bersama. Aku
Baca selengkapnya
Bab 6
“Ngomong-ngomong kalian kenapa udah balik lagi ke Bandung? Aku kan masih kangen.” Maria cemberut sambil memegang tangan Caca yang duduk persis di depannya. Caca balas memegang tangannya dan bersayang-sayangan. Aku melihat hal ini sambil menelan ludah. Haruskah aku berpegangan tangan juga dengan Fadhil, yang duduk persis di depanku sambil memperlihatkan tatapan kau-jangan-sentuh-aku. Kuputuskan untuk menggodanya dengan mengikuti perkataan Maria. Fadhil terlihat jijik denganku dan semuanya tertawa. “Iya, kami mau bulan madu,” kata Caca, melingkarkan pelukannya di lengan Fadhil. Mereka berciuman. Maria dan aku sama-sama menelan ludah ketika bibir mereka berpagutan. Mata mereka terpejam dan tangan Fadhil sudah mejalar kemana-mana hampir meremas payudara Caca sebelum Maria dengan berbisik menyuruh mereka berhenti karena tidak enak dilihat pengunjung kafe lainnya. Fadhil dan Caca saling tersenyum dan melihat mata keduanya lekat-lekat, sebelum akhirn
Baca selengkapnya
Bab 7
Hujan turun tidak berhenti sedari pagi. Rupanya aku memang tidak diizinkan untuk pergi keliling Jakarta hari ini. Rencanaku bisa saja berubah karena kondisi-kondisi tertentu yang tidak memungkinkan, namun bukan karena aku tidak mengusahakannya. Aku sudah menunggu sampai siang dan berencana segera berangkat jika saja hujan reda. Namun malam menjelang dan hujan hanya berhenti sebentar, kembali lagi saat aku mau siap-siap berangkat untuk makan di luar. Tidak masalah. Dan terima kasih Tuhan karena atap kamar kos-ku tidak bocor kali ini. Aneh juga sebenarnya. Hujan yang dari tadi pagi turun ini cukup deras, dan hampir pasti jenis hujan begini akan membuatku menggeser meja belajar ke samping ranjang sehingga aku bisa menadahkan air hujan ke dalam ember. Yah, disyukuri saja. Jarang-jarang kejadian seperti ini terjadi, pikirku. Sebenarnya tubuhku butuh sedikit olahraga karena dari pagi aku hanya mendekam saja di kamar. Namun ragaku menyukainya. Bermalas-malasan di atas ranja
Baca selengkapnya
Bab 8
Tidak seperti kemarin, pagi ini langit cerah luar biasa. Suara kicau burung bersahutan mengisi keindahan yang selalu ada di bayanganku, yang kini jadi nyata. Aku baru saja selesai sarapan dan mandi, sebelum ponselku berdering, Ibu memanggil. “Halo, Ibu. Ada apa Bu?” tanyaku. Aku bisa merasakan di ujung telepon, air muka Ibu sumringah mendengar suaraku, seperti biasanya. “Halo, Nak Rama. Kabarmu baik? Kapan pulang ke rumah?”  “Rama baik, Ibu baik? Iya Bu, Rama pulang ke rumah akhir minggu ini ya setelah semua barang dibereskan.” “Ibu baik. Oh begitu, yasudah kalau begitu. Kalau butuh bantuan Mas Yanto, bilang ke Ibu ya, supaya Ibu bisa suruh Mas Yanto ke sana.” Mas Yanto adalah salah satu tetangga yang tinggalnya hanya beberapa rumah dari kami. Ia seorang pria bertubuh kurus yang biasanya membantu memperbaiki AC dengan kakaknya. Namun ia bisa dipanggil sewaktu-waktu jika sedang tidak ada kerjaan untuk membantu Ibu mengantarkan kue-kue buat
Baca selengkapnya
Bab 9
Kami berjalan ke arah halte bus yang akan menuju ke Stasiun Kota. Sudah hampir pukul 9 dan haltenya cukup ramai. “Ngomong-ngomong kamu engga ada kuliah hari ini?” tanyaku. Maria tertawa kecil, malu-malu. “Hehe aku bolos.” Kami berdua tertawa. “Kenapa bolos?” “Hm…” Maria mempertimbangkan apakah akan meberitauku atau tidak, ia kelihatannya urung. “It’s okay kok kalau engga mau kasih tau,” kataku sambil tersenyum. Ia membalas senyumku. Lalu kami bicara hal-hal lainnya sambil naik ke dalam bus yang baru saja sampai. Kota Tua tidak begitu jauh dari sini, berarti berdiri sebentar lagi tidak akan membuat kakiku sakit, karena toh nanti aku akan jalan seharian. Dan mungkin akan seharian dengan Maria, itupun kalau ia ingin. “Kamu sendiri, kenapa ke Kota Tua?” tanya Maria. “Oh, aku mau keliling Jakarta sebelum berangkat.” “Wah, mau kemana aja kalau begitu?” tanya Maria semangat. “Hm, e
Baca selengkapnya
Bab 10
Kafe Batavia tidak terlalu ramai di hari Selasa siang waktu itu. Hanya ada beberapa turis dan orang Indonesia yang sepertinya berkantor dekat Kota. Kami mengambil meja di samping jendela lantai dua agar bisa melihat Museum dengan jelas. Makanan kami datang tidak terlalu lama dan kami bicara banyak hal. Dari hal-hal remeh sampai sudah menyinggung hal-hal personal mengenai keluarga, teman, diri sendiri, maupun cinta. “Sebenarnya alasanku bolos hari ini karena aku lagi bermasalah sama pacarku, Rama.” Hatiku mencelos mendengarnya. Maria sudah punya pacar? Kenapa tidak ada yang bilang? Kenapa Fadhil malah menyuruhku mendekatinya? Brengsek Fadhil! Hatiku bergejolak namun kutau yang harus kulakukan adalah mendengarnya bercerita. “Kamu punya pacar?” tanyaku, teringat bahwa wajah Maria memang seperti habis menangis di awal bertemu tadi. “Punya. Aku dan Gilang udah pacaran tiga tahun,” kata Maria lesu. Gilang namanya. Laki-laki keparat
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status