"Tuan," sebut Calista pelan. Wajahnya sudah berada sangat dekat Zayn. Jaraknya kurang satu meter.
Zayn langsung membuka matanya lebar-lebar, saat merasa ada hembusan angin hangat menerpa wajahnya. Saking terkejutnya dia spontan mendorong Calista, hingga membuatnya mundur beberapa langkah.
Zayn buru-buru mengubah posisinya menjadi duduk dan menutupi tubuhnya dengan selimut karena kondisinya hanya dibalut mantel mandi saja.
Takut ada sesuatu yang dilihat Calista. Jadi dia menutupnya rapat-rapat.
"Kau ini, selalu mengejutkanku. Ada apa?" bentak Zayn mengomel.
Dia tidak bisa menutupi kesalahannya. Sementara Calista menggembungkan pipinya seperti bola pingpong.
"Tuan ... Kau membuat pakaianku rusak."
Zayn melirik, "rusak katamu? Aku melihatnya baik-baik saja."
Calista semakin kesal dibuatnya. Dia melipat kedua tangan di dada, lalu menyelengos seperti bocah yang merajuk ketika tidak dibelikan permen.
"Anda, memang pria yang tidak peka, Tuan," celetuknya bernada kesal.
Kini Zayn menaikkan sebelah alisnya, "ada apa denganku memangnya?"
"Heum, selain tidak peka, Anda juga pelupa. Bukankah hari ini Anda harus membeli hadiah untuk Vania. Lantas, kenapa Tuan masih berada di tempat tidur sekarang?"
"Ya Tuhan. Kau benar. Sekarang pukul berapa?" Buru-buru, dia melihat jam dinding di sudut ruangan.
Ternyata sudah jam 7. Matilah dia. Apakah masih ada waktu untuk membeli hadiah? Dia sudah berjanji bertemu Vania jam 9 di kafe.
Seandainya Calista tidak menyinggung soal hadiah, Zayn pasti akan melupakannya. Dia segera menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, lalu turun dari ranjang dengan tergesa-gesa.
"Tuan ..." pekik Calista, saat mantel mandi Zayn sedikit terbuka. Spontan dia berbalik badan dan menutup matanya dengan kedua tangan.
Zayn hanya meliriknya saja. Tidak ada waktu untuk meladeni Calista sekarang. Sebab dirinya, akan terlambat menemui Vania nanti. Dia bergegas pergi ke kamar mandi dan bersiap-siap.
Ah, sungguh pagi yang sangat sibuk.
***
Zayn pun sampai di toserba yang jaraknya tidak jauh dari apartemen tempatnya tinggal. Katakanlah, ini kali pertama dirinya datang ke sana.
"Apa toko ini?" tanya Zayn memastikan.
"Iya, Tuan. Percayalah padaku," jawab Calista meyakinkan dan memasang senyuman selebar mungkin, supaya Zayn percaya.
Zayn pun melepaskan help, mencabut kunci motornya, lalu turun. Dia membaca ulang papan nama yang tertulis di depan pintu toko.
Sempat ragu, tapi tidak ada pilihan lagi karena waktu sudah sangat mepet.
Zayn pun memasuki toko lebih dulu, sedangkan Calista mengekor di belakang. Sesaat memasuki toko, Zayn dibuat takjub karena toko tersebut banyak menjual barang-barang.
Sejauh mata memandang, Zayn bisa melihat ada peralatan rumah tangga seperti kompor, piring dan masih banyak lagi.
Bahan pokok pun juga tersedia di sana. Zayn berpikir, setelah ini dia akan sangat sering berbelanja di sini.
"Di sana kasirnya, Tuan. Anda hanya tinggal menunjukkan bukti pembelian hadiah dari aplikasi Sistem Harem Sang Milyarder, kepada penjaga toko. Mereka sudah menyiapkan barang yang Tuan inginkan, hanya tinggal mengkonfirmasinya saja," papar Calista sangat jelas.
Zayn mengangguk paham. Kemudian, dia berjalan menuju kasir untuk melakukan transaksi seperti yang Calista jelaskan.
Jarak kasir tidak terlalu jauh dan mudah terlihat, sehingga Zayn tidak repot-repot mencari lagi.
"Ada yang bisa kami bantu, Tuan?" tanya pelayan itu, ramah.
"Aku ingin mengklarifikasi pembelian hadiah dari Sistem Harem Sang Milyarder," ungkap Zayn ragu, takut pelayan itu tidak paham.
"Baik, Tuan. Mohon untuk menunjukkan bukti pembelian hadiahnya," pinta pelayan itu.
Zayn mengangguk. Ya, dia mengerti karena Calista sudah menjelaskannya beberapa saat lalu.
Zayn menunjukkan ponselnya yang sudah berada di aplikasi Sistem Harem Sang Milyarder. Pelayan itu segera mengambil ponsel tersebut. Dia mengetikkan sesuatu di keyboard komputer. Sesekali matanya melirik layar ponsel dan bibirnya seolah sedang mengeja sesuatu.
Kurang dari dua menit, pelayan itu mengembalikan ponsel Zayn. "Silahkan tunggu, Tuan. Kami akan mengambilkan hadiah Tuan."
"Baik." Zayn mengangguk patuh.
Kurang dari lima menit, seorang pelayan lainnya pun datang. Ia membawa sebuah kotak cukup besar yang sudah dihias sangat cantik.
Zayn menebak bahwasanya, itu adalah hadiah yang akan ia berikan pada Vania nanti.
"Tuan, ini hadiahnya. Terima kasih telah membeli barang di toko kami," ucap pelayan itu disertai senyuman tipis.
"Iya. Aku akan lebih sering berbelanja di toko kalian."
Setelah berkata demikian, Zayn mengambil kotak itu, lalu melenggang pergi begitu saja, tanpa memikirkan Calista, yang sedari tadi tidak berada di sisinya.
Zayn lebih memikirkan Vania, ketimbang Calista. Sedangkan sang gadis centil itu, berada di antara rak-rak mainan. Menatap kepergian Zayn dari kejauhan.
***
Zayn pun sampai di kafe yang sudah disepakati bersama. Buru-buru dia mencari keberadaan Vania.
Gadis cantik itu, sedang menikmati secangkir minuman. Entah itu kopi atau teh? Zayn pun mempercepat langkahnya.
"Selamat pagi, Sayang." Zayn menyapa. Napasnya terengah-engah karena takut membuat sang kekasih menunggu lama. Namun, dia sedikitnya bernapas lega karena masih sempat membawa hadiahnya.
Vania menjatuhkan tatapan penuh cinta pada pria yang telah mencuri perhatiannya saat pertama kali bertemu.
"Sayang," ucapnya mesra, lalu melompat dalam pelukan Zayn. Mendekap erat dan mengecup bibirnya lembut.
[Satu ciuman dari sang wanita: Mendapatkan +75 Poin Karisma.]
Zayn tersenyum kecil, saat membaca sekilas notifikasi. Masih pagi, sudah dapat bonus saja.
Vania melepaskan pelukannya, kini melihat kotak hadiah itu penuh tanda tanya. "Kotak apa itu, Sayang?" tanyanya.
"Ah, hampir saja aku lupa." Zayn mengambil kotak itu. "Ini, untuk kamu, Sayang. Maaf kalau harganya tidak mahal."
Dia menyerahkan kotak tersebut dan Vania menyambutnya dengan senyuman merekah. "Astaga, Sayang! Kamu repot-repot beli hadiah, sedangkan aku belum memberikan kamu apa pun."
Calista sedikit cemberut. Menyesal karena tidak membawa buah tangan saat ke kafe. Dia tidak menduga kalau Zayn akan memberikannya sebuah hadiah.
"Kalau begitu, aku akan membukanya sekarang," ucap Vania sangat penasaran.
"Heum, bagaimana kalau kita pesan makanan lebih dulu? Aku belum makan apa pun pagi ini," keluh Zayn, memalas.
"Ah, tentu. Ayo, kita pesan makanan." Vania meletakkan hadiah itu, tepat di sampingnya.
"Pelayan!" panggilnya sambil mengangkat sebelah tangan.
Seorang pelayan pun datang menghampiri. Dia segera memberika buku menu kepada Vania dan Zayn.
Sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara itu, sedang memilih menu sesuai selera lidah masing-masing.
Empat puluh menit berlalu.
"Sayang, sebenernya ada hal yang ingin aku katakan," ungkap Vania, membuka pembicaraan di antara keduanya.
Senyuman yang semula merekah indah, kini seperti memudar.
"Katakanlah. Aku siap mendengarkannya." Zayn menopang dagunya dengan dua tangan yang ditekuk di atas meja.
Vania terlihat ragu-ragu. Bola matanya tidak fokus pada satu titik. Zayn bisa melihat, ada sesuatu yang sedang dipendamnya.
"Hei." Zayn menyentuh tangan Vania, lalu mengusapnya lembut.
Vania pun menarik napasnya dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan-lahan. "Aku berat untuk mengatakannya ..."
"Daddy, akan menjodohkanku dengan pria lain. Keluargaku sudah mengatur pertemuannya. Dua hari dari sekarang."
Zayn berniat untuk mengejutkan Vania, dengan hadiah yang dibelinya. Akan tetapi, dirinyalah yang merasa terkejut sekarang.
Heum, gimana ni, hubungan Zayn dengan Vania selanjutnya?
"Daddy, sudah menjodohkanku dengan pria lain dan Daddy sudah mengatur pertemuannya," ungkap Vania lemas.Senyuman Zayn pun memudar. Dia melepas genggamannya. Saking terkejutnya dia sampai beranjak bangun. Tangan kanannya mengusap kening, sedangkan yang kiri berkacak pinggang. "Lantas bagaimana dengan hubungan kita?" Zayn tidak banyak kata.Sebenarnya dia tidak terlalu peduli Vania dijodohkan atau tidak, tapi ya ... Apakah hanya berjalan satu hari saja? Zayn masih belum merasa puas. "Kamu tenang dulu, Zayn." Vania menarik tangan sang kekasih untuk kembali duduk bersama. Vania menggenggam erat tangan Zayn. Mengusapnya perlahan-lahan. "Aku sudah menolak perjodohan itu, Sayang. Jadi, hubungan kita tetap berlanjut. Secepatnya aku akan mengenalkan kamu pada Daddy dan keluargaku yang lain."Zayn membola. Namun, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.Bertemu keluarga? Apakah dirinya sudah siap? Matilah! Kalau Vania langsung memaksa untuk menikah. "Heum, sebaiknya kita buka
Zayn pun meninggal rumah sakit, bersama seorang wanita tiga puluhan tahun. Cantik dan menawan.Zayn sesekali melirik wanita itu. Dia merasa tidak asing dengan wajahnya. Seperti pernah bertemu. Namun di mana? Zayn pun sedang memikirkannya sekarang. "Siapa namamu?" tanya wanita itu santai sembari fokus pada jalanan beraspal Kota Jiang, membuka pembicaraan di antara keduanya. Suasana di dalam mobil terasa canggung karena Zayn tidak mengatakan apa-apa sedari tadi.Jika diperhatikan lagi, pemuda yang ada disampingnya cukup tampan juga. Pikir wanita itu, yang mulai tertarik dengan Zayn. "Namaku, Zayn Xander. Nona, bisa memanggilku Zayn saja," ungkapnya santai.Wanita itu mengangguk sambil bibirnya membentuk huruf O kecil, "kalau begitu panggil saja aku, Zia.""Zia?" Zayn menaikkan sebelah alisnya. Rasa penasarannya semakin memuncak setelah wanita itu menyebutkan namanya."Ada apa dengan ekspresi wajahmu? Apakah namaku terdengar aneh?" Zia mengarahkan pandangannya pada Zayn. "Apa kau meras
"Tuan, hendak pergi kemana?" tanya Calista, ketika mendapati Zayn, yang sudah rapi dengan setelan baju santai. Jika dilihat-lihat kembali, tampaknya Zayn akan pergi berolahraga?"Haruskah aku mengatakan segala kegiatanku kepadamu?" Zayn melipat kedua tangan di dada, menaikkan sebelah alisnya menatap penuh tanya. "Saya hanya ingin memastikannya saja, Tuan." "Heum, sudahlah. Aku tidak ingin berlama-lama berbicara denganmu. Sebaiknya, diriku ingin menghirup udara segar." Setelahnya dia melenggang pergi. Seperti biasa, mengacuhkan segala sesuatu yang Calista ucapkan.Gadis mungil itu, berbalik badan. Memperhatikan punggung Tuannya cukup lama. "Semangat, Tuan! Selamat, menikmati olahragamu! Semoga harimu menyenangkan!" teriak Calista kemudian.Zayn tidak menoleh, hanya mengangkat sebelah tangannya. Calista sekedar termangu di sana dan tersenyum kecil. ***Baru beberapa meter meninggal apartemen, Zayn sudah seperti idola yang sedang digandrungi. Aura ketampanannya seolah memancar sempurn
Vania menarik tangan Zayn, supaya langkahnya cepat menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari posisi mereka berada tadi.Di wilayah ini, memang dilarang memarkirkan kendaraan di sembarang tempat. Maka dari itu, telah disediakan tempat parkir khusus. "Hari ini aku ingin sekali berbelanja. Kau harus menemaniku ya, Zayn."Ucapan Vania langsung mendapat anggukan kepala oleh sang pria. "Baiklah. Silahkan masuk, Tuan Putri."Zayn membukakan pintu mobil, sedikit membungkuk dengan sebelah tangan berada di dada, mempersilahkan Vania untuk masuk lebih dulu. Senyuman Zayn uang manis mengalahkan gula itu, telah menghipnotis Vania, hingga mabuk kepayang. "Terima kasih," jawab gadis cantik yang rambutnya selalu tergerai indah itu, seraya tersenyum lebar.Vania memiliki lesung pipi di sebelah kiri, yang menambah kecantikannya ketika tersenyum. Zayn mengangguk, kemudian menutup pintu mobil dengan hati-hati. Vania yang sudah berada di dalam pun, tidak henti-hentinya mengumbar senyuman. Ah, sungguh
Zayn beringsut sambil menepuk-nepuk kemejanya yang kotor akibat jatuh tadi. Pukulan pria itu cukup membekas, bahkan sampai membuat tepi bibirnya mengeluarkan darah segar. "Zayn ... Jangan!" tahan Vania, menggenggam erat tangan sang kekasih. Namun, bukan Zayn jika menyerah dan menerima kekalahan begitu saja.Siapa pria itu? Dia telah membuat keributan dan mempermalukannya di hadapan banyak orang. Zayn menarik tangannya yang terus digenggam Vania. Selanjutnya dia berjalan menghampiri pria yang sudah menghadiahkannya sebuah pukulan keras itu."Kau siapa? Apa kita saling mengenal, Tuan?" sungut Zayn, sedikit mengangkat kedua bahunya."Aku adalah calon suami Vania!" tegas pria itu, langsung pada intinya.Zayn tidak terlalu terkejut. Setidaknya, dengan kehadiran pria itu sekarang, Zayn tidak perlu repot-repot berkenalan lagi di kemudian hari. "Diego, cukup! Sudah kukatakan. Aku tidak menerima perjodohan ini! Diriku sama sekali tidak mencintaimu!"Vania tidak bisa diam saja, melihat dua l
"Mengapa bayaranku hanya segini, Bos? Bukankah ini hanya sebagian saja?"Zayn, pemuda dua puluh dua tahun tertunduk lesu melihat uang hasil kerja lemburnya. Restoran tempatnya bekerja menjanjikan uang lembur 25$ per jamnya, sedangkan Zayn bekerja 10 jam tanpa henti. Bayaran yang harus diterimanya 100$, kendati demikian ia hanya menerima separuhnya saja."Apa kau ingin protes, ah?! Kerjamu saja tidak becus, dasar bodoh! Masih untung diriku masih mau membayarmu, di luaran sana tidak ada yang mau membayarmu dengan harga tinggi, bodoh!"Carlos, sang manager restoran membentak dan memaki Zayn di hadapan semua orang. Para pengunjung restoran pun lantas mengarahkan pandangan mereka pada Carlos dan Zayn.Para pelayan lainnya ikut mengerumuni Carlos yang tengah marah kepada Zayn. Mereka penasaran dengan suara ribut-ribut di sana."Dasar pelayan tidak tahu diuntung! Seharusnya kau bersyukur, restoranku masih menerima orang sepertimu. Jelek, bodoh, dekil dan tidak berpendidikan!" caci Carlos leb
BRAK ...Zayn tidan menyadari adanya mobil truk bermuatan besar yang datang dari arah kiri, melaju kencang dan menabraknya. Fokus Zayn hanya pada mobil kekasihnya yang sudah lebih dulu pergi itu. Zayn terjatuh dari motor dan motornya terpental sejauh lima ratus meter. Seketika pandangan Zayn berubah gelap. Ia merasakan seluruh tubuhnya sudah mati rasa. Ingatan terakhirnya adalah, menatap sang kekasih yang sedang bersama pria lain di mobil mewah.Sepasang mata terbuka, bersamaan dengan seberkas cahaya berwarna biru menyorot tajam. Zayn menutupi matanya dengan sebelah tangan. Ia sepintas melihat sekelilingnya seperti ruang hampa. Gelap tanpa adanya benda satu pun. Mungkinkah dirinya benar-benar sudah mati? Inikah yang dinamakan alam baka?Zayn berpikir demikian. TRING ...Terdengar suara nyaring, Zayn pun membuka matanya lebar-lebar dan mendapati dirinya berada di tempat yang sama sekali tidak dikenal.Zayn mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk, kemudian berdiri dengan cepat. "Di ma
20:30 p.m."Lima puluh ..." Zayn pun menyelesaikan sit up sebanyak 50 kali. Dalam waktu lima belas menit. Zayn tidur telentang di rerumputan taman kota. Sejak sore hingga malam menyapa, ia menjalankan misi harian dari Sistem Harem.Selama menjalankan misi harian, tidak sedikit dari orang-orang sekitar yang memperhatikannya. Zayn memilih untuk tidak memperdulikannya. "Astaga! Aku merasa lelah sekarang. Menjalankan misi harian sama saja seperti berlatih militer di academy," gumamnya menggerutu sambil menstabilkan napas yang masih memburu itu."Tuan." Calista pun datang secara mengejutkan. Calista duduk berjongkok tepat di samping Zayn, yang sontak membuat pemuda dua puluh dua tahun itu tersentak kaget."Apa-apaan kau ini? Mundur beberapa langkah dariku!" tegas Zayn, merasa risih dekat-dekat dengan Calista. Dia masih belum bisa mempercayai Calista sepenuhnya."Anda hebat, Tuan. Misi harian berhasil Anda selesaikan." Calista berkata dengan penuh semangat sembari menunjukkan ibu jarinya