MasukKeesokan harinya, acara peresmian Diamond Rose Hotel akhirnya dilangsungkan. Damien, mengenakan setelan jas mewah berwarna putih, berdiri di depan pintu masuk hotel. Acara tersebut terlihat sangat megah, dekorasi mewah, spanduk besar, dan ratusan karangan bunga ucapan selamat yang terpampang sepanjang mata memandang.
Damien ditemani Henry, pria yang Damien tunjuk sebagai General manager, bersama beberapa Departemen Manager, terlihat sibuk menyambut para tamu yang terus berdatangan. Senyum bahagia terpancar dari wajahnya, para tamu di buat terkesima oleh keindahan hotel dan keramahan Damien.
Kilatan kamera wartawan menyoroti acara tersebut, merekam setiap detik kemegahan peresmian Diamond Rose Hotel. Parkiran penuh dengan ratusan mobil mewah dari berbagai merek, menciptakan pemandangan yang memukau. Damien terlihat berjabat tangan dengan kenalan ayahnya, berbicara singkat tentang kabar keluarga dan perkembangan bisnis mereka.
Damien yang terlihat rapi dan berkelas menjadi pusat perhatian. Setiap langkahnya dipantau oleh para tamu dan wartawan yang hadir. Beberapa tamu yang seusia dengannya merasa nyaman dengan cara Damien menyapa mereka, yang lebih terlihat santai layaknya bertemu sahabat lama.
Tyler tiba sebagai tamu terakhir, membuat Damien tersenyum bahagia. Keduanya berpelukan erat, dan Tyler memberikan pujian yang berlebihan tentang kemegahan hotel tersebut, membuat Damien tertawa pelan dan menggelengkan kepala dengan kekonyolan sahabatnya ini.
Damien dan Tyler melangkah masuk ke lobi hotel, di mana perhatian Tyler sontak tertuju kepada dua resepsionis cantik yang berdiri di dekat meja resepsionis yang sedang tersenyum ramah menyambut para tamu.
Tyler tersenyum membalas sapaan mereka, lalu berbisik ke telinga Damien, "Wow, mereka berdua sangat cantik. Apa aku bisa meminjam salah satu dari mereka untuk menemaniku malam ini?"
“Uhuk!” Damien terbatuk pelan, lalu berbisik, "Tyler, jangan bawa pikiran mesummu ke sini, aku bukan tipe Bos berwatak bejad seperti kamu."
"Hahaha tenang Bro! Aku hanya bercanda. Tapi jujur, mereka sungguh menarik perhatian," jawab Tyler diselingi suara tawanya yang khas.
Damien menggelengkan kepalanya, dia dan Tyler lalu berjalan menuju Ballroom utama, tempat di langsungkannya acara peresmian Hotel.
Acara peresmian Diamond Rose Hotel berlangsung spektakuler di bawah sorotan kamera media yang meliput acara peresmian hotel ini. Damien, mengenakan setelan jas mewah berwarna putih, menjadi pusat perhatian. Tamu-tamu bergantian berjalan di karpet merah, menyaksikan dengan takjub setiap sudut kemegahan hotel ini.
Panggung peresmian dihiasi dengan hiasan bunga segar, dan seorang pembawa acara mengumumkan jadwal acara dengan penuh semangat. Para tamu menikmati hiburan musik dan tarian yang disajikan secara eksklusif. Setiap sudut Ballroom dipenuhi tawa dan obrolan para tamu yang menikmati hidangan lezat dan suasana yang penuh kemewahan.
Ketika tiba saatnya, Damien bersama para tamu VIP terlihat memotong pita sebagai simbol peresmian. Sorakan dan tepuk tangan meriah memenuhi ruangan, menandai dimulainya era baru bagi Diamond Rose Hotel.
Suasana semakin meriah dengan live band dan tarian yang memukau. Mereka menikmati hidangan lezat dan minuman terbaik yang disajikan.
Tepat pukul dua siang, para tamu mulai meninggalkan hotel dengan senyuman puas di wajah mereka. Damien, yang terlihat berseri-seri, bersama dengan Henry dan para Departemen Manager, mengajak semua karyawan untuk merayakan pencapaian pertama hotel itu. Di Ballroom yang tadinya dipenuhi oleh tamu, kini di penuhi oleh semua karyawan hotel itu, mereka berdansa, tertawa, dan berbagi kebahagiaan bersama. Suasana penuh kehangatan dan kebersamaan menyatukan seluruh tim dalam perayaan kesuksesan.
Beberapa saat kemudian, Damien memutuskan untuk mengundurkan diri. Dia berjalan ke arah Tyler, yang masih bertahan di antara kerumunan menikmati suasana pesta. "Bro, sepertinya aku akan langsung beristirahat, bagaimana jika malam ini kamu menginap saja di hotelku?"
"Serius? Hahaha… baiklah… malam ini aku akan menjadi tamu pertama yang menginap di hotelmu, jadi sebagai hadiah tambahan… bagaimana jika salah satu resepsionis tadi menemaniku," ucap Tyler yang lagi-lagi membuat Damien menggelengkan kepalanya.
“Hah… Tyler… kan sudah aku bilang, aku ini-“
“Ck… bukan pria bejad sepertiku, iya kan?” sela Tyler sembari berdecak pelan, dia sudah bisa menebak apa yang hendak Damien ucapkan.
Damien tertawa pelan, dia merangkul pundak Tyler lalu berjalan menuju pintu lift, “Sebagai gantinya, malam ini kita akan minum banyak, setelah mandi dan berganti pakaian, aku akan langsung pergi ke kamarmu, minum di teras balkon sambil menikmati keindahan malam, terdengar tidak terlalu buruk, kan?”
Tyler tersenyum dan menganggukkan kepalanya pelan, “Kalau yang itu aku setuju, aku akan meminta salah satu karyawanku untuk membawa banyak wine spesial yang hanya aku buka di momen tertentu saja,” balas Tyler bersemangat.
“Terserah kamu saja, Bro,” ucap Damien menyetujui rencana Tyler.
Damien mengantar Tyler melewati lorong-lorong yang tenang menuju presidential suite. Mereka berbicara tentang acara peresmian, tertawa bersama, dan sesekali berhenti untuk menikmati pemandangan interior hotel yang mewah. Setibanya di depan pintu suite, Damien membuka pintu dengan senyum ramah khas pelayan hotel.
"Silakan Tuan, semoga anda nyaman menginap di kamar ini," ucap Damien bercanda sambil bersandar pintu.
"Wow, ini keren banget, Bro!" puji Tyler sambil memasuki suite. "Sepertinya aku akan sering menginap di hotelmu ini."
Damien tertawa, "Semua karyawanku sudah mengenali wajahmu, akan kupastikan kamu mendapat diskon besar-besaran saat menginap di hotel ini."
"Hahaha, terima kasih Bos Presdir!" seru Tyler yang langsung mengeksplorasi kamar itu.
Setelah Tyler masuk, Damien melangkah menuju kamar pribadinya. Dia memasuki kamar mandi yang luas, membiarkan air panas menyiram tubuhnya, memberikan rasa relaksasi setelah melewati hari yang sibuk.
Setelah mandi, Damien memilih pakaian santai untuk malam ini. Dia memilih kemeja putih yang longgar dan celana pendek hitam. Pilihan sepatu yang nyaman membuat penampilannya tetap rapi.
Mengingat semalam yang kurang tidur dan pagi yang sibuk, Damien memutuskan untuk beristirahat sejenak di tempat tidur. Tubuhnya terasa lelah, dan rasa kantuk mulai menghampiri. Dia merasa puas dengan kesuksesan acara peresmian, dan sebelum menyadarinya, mata Damien mulai terpejam, tertidur lelap di atas tempat tidur yang empuk.
***
Beberapa jam kemudian, Damien terbangun dan sontak terkejut mendapati kamarnya yang sudah gelap, ia meraba-raba meja samping tempat tidur untuk menyalakan lampu. Jam tangannya menunjukkan pukul 7 malam. Damien agak terkejut karena tidurnya lebih lama dari yang dia perkirakan.
Dia segera beranjak dari tempat tidur, mengganti pakaian yang telah sedikit kusut, dan memutuskan untuk menemui Tyler.
Begitu tiba, Damien langsung membuka pintu kamar Tyler tempati, terdengar suara aneh dari dalam kamar tidur suite itu. Suara erangan dan rintihan yang sontak membuat Damien terkejut, dia berjalan perlahan menghampiri kamar tidur, dimana suara rintihan itu semakin terdengar jelas.
"Ah… jangan-jangan," gumam Damien, dia mempercepat langkah menuju kamar tidur, khawatir jika Tyler benar-benar melakukan aksi mesumnya kepada salah satu resepsionis hotel ini.
Damien membuka pintu kamar, dan pandangannya langsung tertuju pada pemandangan yang tak terduga. Tyler lagi-lagi menindih tubuh seorang wanita di atas tempat tidur, ga irahnya melesat naik saat wanita itu menyapa dirinya diselingi suara suara-suara kenikmatan.
"Se… selamat malam… Tuan Damien," ucap wanita itu, yang ternyata adalah Miranda, wanita yang semalam mengusik pikirannya.
Sahabatnya kembali terlihat sedang menyetubuhi Miranda. Gerakan sensualnya, menciptakan adegan yang menggoda. Damien terpaku, memperhatikan dengan rasa takjub dan tercengang.
Tyler yang tengah menikmati momen tersebut menoleh, tersenyum pada Damien yang mematung di pintu. "Halo Bro, maaf… karena tidak izinkan mencicipi resepsionismu, aku terpaksa memanggil Miranda datang, tidak masalah kan?" ujar Tyler tersenyum puas.
Damien yang sontak tersadar mengangguk pelan, “Ti-tidak masalah Bro, kabari aku jika pertandingan kalian telah selesai,” sahut Damien, mencoba untuk tetap tenang.
Suara rintihan Miranda kembali terdengar memenuhi kamar presidential suite itu. Damien segera berbalik dan mempercepat langkahnya bergegas keluar dari kamar itu, lalu kembali ke kamarnya.
Celananya terasa sesak, ga irahnya berada di titik puncak. Damien merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, mencoba meredakan detak jantung yang berdegup kencang. Wajah cantik Miranda tadi yang tersenyum nakal terlintas di benaknya, menggoda imajinasi liarnya.
“Ahh sialan, si Tyler itu,” umpat Damien yang kini kesulitan berkonsentrasi.
Bersambung...
Sorak sorai, tawa, dan alunan musik meramaikan Ballroom Diamond. Upacara pernikahan yang singkat namun sakral telah usai. Chiara dan Damien, kini resmi menjadi Tuan dan Nyonya D’Arcy, berdiri di tengah lantai dansa, dikelilingi oleh cinta dan kebahagiaan.Acara dilanjutkan dengan sesi pemberian ucapan selamat.Tyler, sang Mastermind utama, maju pertama. Ia berjingkat-jingkat, menyalami Damien dengan gaya bro-hug yang hangat.“Mission accomplished, Dude! Aku hampir mati menahan rahasia ini! Kau berutang padaku seumur hidup, Damien!” seru Tyler, ekspresi bangga tak bisa disembunyikan.Damien tertawa, menepuk bahu sahabatnya itu keras-keras. “Aku tahu, Bro. Kau memang yang terbaik. Rencana gilamu ini perfect!”Nathalie segera memeluk Chiara erat. “Gaunmu luar biasa, Sayang! Selamat, ya. Aku ikut bahagia!”Giliran Dawson dan Dona. Dona, yang sudah lebih tenang, kini hanya menyisakan mata bengkak karena tangis bahagia.“Aku sudah bilang, Chi. Kalian memang ditakdirkan bersama. Aku tak akan
Mobil limousine hitam berhenti dengan mulus di depan Hotel The Royal Crown. Suasana malam Toronto memeluk Damien dan Chiara yang tampak serasi dalam balutan busana formal. Damien yang gagah dengan tuxedo hitam, dan Chiara yang memesona dalam gaun putih gading.“Kurasa Tyler benar-benar gila. Menghabiskan uang sebanyak ini hanya untuk merayakan kontrak,” gumam Damien, melingkarkan lengan posesif di pinggang Chiara saat mereka berjalan menuju pintu masuk Ballroom Diamond.Chiara hanya tersenyum tipis. Jantungnya berdetak tidak karuan. Firasat aneh itu semakin kuat.Saat pintu ballroom didorong terbuka oleh seorang petugas—semuanya berubah.Udara dingin Toronto seketika berganti menjadi kehangatan yang menyesakkan dada.Langkah Damien dan Chiara mendadak terhenti. Damien seketika membeku. Senyum santai yang tadi menghiasi wajahnya langsung menghilang.Mereka tidak disambut oleh meja-meja bundar yang disiapkan untuk makan malam bisnis. Tidak ada lampu sorot presentasi proyek.Yang ada di
Suara deru mesin mobil mewah itu merayap pelan, membelah malam Kota Toronto yang dingin. Setelah penerbangan panjang, hati Damien dan Chiara berdegup tak sabar. Mereka sudah berada di area mansion megah milik keluarga D’Arcy, tempat Luca tinggal selama mereka di Capri.Saat mobil benar-benar berhenti, pintu utama langsung terbuka.Dan sedetik kemudian, seperti anak panah yang dilepaskan dari busurnya, sesosok tubuh kecil melesat keluar.“AYAH! IBU!”Luca!Bocah kecil itu berlari kencang, menabrak kaki Damien yang baru saja keluar dari mobil. Damien dan Chiara bahkan belum sempat meraih koper mereka, tetapi semuanya terlupakan saat lengan Luca melingkar erat di pinggul mereka.Chiara berlutut, langsung merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukan yang penuh rindu. Air matanya menetes. Bukan air mata sedih, melainkan kebahagiaan yang meluap-luap.“Anak Ibu! My sweet boy! Ibu sangat merindukanmu!” bisik Chiara, menciumi seluruh wajah Luca.“Aku juga merindukan Ibu dan Ayah! Sangat sangat
Damien ChiaraPagi hari pun tiba setelah malam yang panjang di kepulauan Capri. Cahaya mentari yang lembut menyusup dari celah tirai, membangunkan Damien dan Chiara yang masih berpelukan erat. Kenangan semalam masih terasa panas, meninggalkan senyum tulus di bibir Chiara.Mereka baru saja selesai membereskan koper, bersemangat untuk kembali—tidak hanya ke Kanada, tetapi juga untuk merangkul putra kecil mereka, Luca.Tiba-tiba, ponsel Damien berdering nyaring. Ia meraihnya di meja nakas, matanya langsung melembut saat melihat nama yang tertera di layar.“Luca,” bisiknya pada Chiara sambil menggeser tombol jawab.“Iya Luca?” sapa Damien dengan suara baritonnya yang selalu berubah lembut saat berbicara dengan putranya.Di seberang sambungan, suara manja Luca langsung menyambut, “Ayah dan Ibu kapan pulang? I miss you both...”Seketika, hati Chiara meleleh. Matanya langsung berkaca-kaca. Ia menyambar ponsel itu dari tangan Damien dan mendekatkannya ke telinganya.“Iya sayang, Ibu akan pula
Bab 118Setelah menghabiskan malam yang panjang di kepulauan Capri, kenangan yang mereka buat pun begitu banyaknya. Dan pagi ini, semua telah bersiap untuk kembali ke Kanada.Luca sejak pagi telah menelpon Damien dan Chiara untuk kembali secepatnya. Padahal sejak mereka berangkat, Luca terlihat begitu Bahagia tinggal bersama sang Kakek dan Neneknya. “Kenapa dia berubah drastic seperti itu ya sayang?” tanya Chiara lembut kepada Damien sembari mengatur pakaian di dalam koper mereka.Damien menyambut dengan tawa kecil, menghampiri wanitanya itu, memeluknya dari belakang, “Mungkin dia sudah merindukan Ayahnya yang tampan ini.”“Ya ya ya…” Chiara berbalik, menyambut pelukan Damien, membalasnya dengan bergelayut manja, ia tersenyum Bahagia, tidak menyangka akan menjalani kehidupan yang bahagia seperti ini dengan Damien, pria yang membuat jatuh, jatuh dalam cinta dan luka.Namun pria ini membuktikan jika aku tidak jatuh sendirian, ia pun mengalami kesulitan seperti yang ia lalui. Mereka berdu
Sore itu, langit Pulau Capri dihiasi semburat jingga keemasan dari matahari senja yang perlahan tenggelam di ufuk barat. Damien, Chiara, Tyler, Nathalie, Dawson, Dona, Tessa, dan Shawn melangkah santai di sepanjang Pantai Marina Piccola.Pasir lembut menyentuh telapak kaki mereka, sementara ombak kecil bergulung perlahan, menciptakan irama alami yang menenangkan. Chiara melingkarkan jemarinya pada tangan Damien, begitu pula Nathalie yang menggenggam erat tangan Tyler.Dona sesekali tersenyum kecil sambil merapatkan tubuhnya pada Dawson. Bahkan Shawn, yang tadinya terlihat canggung, kini tampak percaya diri menggenggam tangan Tessa, membuat pasangan barunya itu tersenyum manis.Mereka berhenti di sebuah tempat nyaman di tepi pantai yang dikenal sebagai Giardini di Augusto. Dengan pemandangan spektakuler Laut Tyrrhenian yang membentang lua







