Hafiz yang hendak mengeluarkan suara, ia bungkam karena Hana berbicara lagi."Hana pengen ngerasain kasih saya orang tua, apa Hana gak boleh ngerasain itu."Lelaki itu menghela napas, terdengar decakan dari bibirnya. Ia memandang paras sang putri."Emangnya Hana beneran pengen Tante itu jadi Mama Hana?" tanya Hafiz.Hana langsung mengangguk semangat, dia bangun dari tidurannya. "Iya, Pah. Hana pengen punya Mama, dan Mamanya harus yang tadi bantu Papa ke sini," lontar perempuan itu.Pria tersebut ikut mendudukan tubuhnya, dan tangan Hafiz memegang bahu Hana. "Kalau misalnya cewek tadi punya suami gimana? Gak boleh lho minta Papa rebut dia. Gak baik," tutur Hafiz.Wajah Hana langsung murung lalu memandang Hafiz. "Iya, gak boleh. Tapi kalau Mama belum punya suami Papa harus jadiin dia Mama Hana ya, janji!"Hafiz mengangguk kepalanya lalu Hana menyodorkan jari kelingking dan disambut pria tersebut. "Nah gitu, kalau gak jadi istri, Papa. Jadi pengasuh aja kaya Bibi gak papa ya," ujar l
Melihat riak wajah Maira yang berubah, David penasaran. Ia mengeryitkan alis dan mendekati wanita tersebut."Kamu kenapa, siapa emang yang ngechat. Kok mukamu sampe gitu," lontar David.Wanita itu menghela napas, ia memasukan handphone ke tas kembali. Lalu memandang David lalu bangkit. Membuat lelaki tersebut mengeryitkan alis melihat tingkah adiknya."Mas Reyhan ajak ketemuan."Mata David langsung melotot, dia spontan memegang tangan Maira membuat wanita itu terkejut. "Apa kamu mau menemui lelaki brengsek itu!" "Mau apalagi dia."Maira mengedikan bahunya, terdengar helaan napas kala melakukan hal itu."Entahlah, Bang. Udah mendingan masuk ke rumah aja, aku capek nih. Males berpergian lagi, lagian cuaca mendung gini," tutur Maira.David mengangguk dengan semangat, lelaki itu menarik lengan sang adik untuk masuk. Lalu mereka langsung duduk di sofa, membuat Dewi melihat mereka mengeryitkan alis."Eh, kalian. Udah masuk aja, ada apa nih? Biasanya nungguin Ibu buka pintu," seru Dewi.Da
Maira langsung melihat layar ponsel miliknya lalu meringis kala nomor tak dikenal tertera. Ia segera menempelkan benda pipih itu ke telinga dan berusaha agar suara terdengar biasa aja."Eum ... maaf, saya kira anda mantan saya. Ada apa menelepon? Biasanya Hana yang menelepon saya," balas Maira. Hafiz melirik anaknya yang terus menatap penuh harapan. Membuat ia menghela napas."Temani Hana ke mall bareng saya, tenang nanti saya bayar kamu," ucap Hafiz.Maira terdiam sebentar, ia bangkit dari kasur dan melangkah mendekati jendela."Tapi kayanya sebentar lagi hujan, Tuan. Langitnya mendung banget," tutur wanita itu.Hafiz mendengar hal itu mengembuskan napas kasar. "Berarti kamu setuju ya, kalau gitu kami akan jemput ke rumahmu. Dan ... emang kenapa kalau hujan juga. Kan kita pake mobil lagian jalan-jalan cuma dalam mall aja, emang kita bakal hujan-hujanan. Dasar! Aneh banget sih kamu," seru lelaki itu.Mendengar Hafiz sedikit meninggikan suaranya, Hana memukul paha lelaki itu membuat
Saat membuka pintu, suara Hana langsung menggema. Gadis kecil itu memeluk kaki pinggang Maira, dan disambut wanita tersebut."Mama ... Hana kangen banget sama Mama," pekik gadis itu.Beruntung wanita itu bisa menjaga keseimbangnya, ia langsung membalas dekapan gadis tersebut. Dia tertawa kecil lalu melepaskan pelukan Hana, berjongkok mensejajarkan tingginya."Kamu cantik banget, Sayang," puji Maira.Hana mengembangkan senyuman saat dipuji Maira. Sedangkan orang rumah, mendengar suara anak kecil. Mereka merasa penasaran lalu berjalan menuju pintu keluar tetapi, David berdecak kesal karena perutnya terasa mulas. Lelaki itu berlari ke kamar mandi. Terlihat Maira tengah mengajak berbincang seorang gadis."Mama, Hana kangen banget," ungkap perempuan itu. Mata mereka membulat kala mendengar panggilan untuk Maira. Semua langsung mendekat dan menatap dua tamu yang datang. "Ra, siapa mereka dan kenapa gadis kecil ini manggil kamu Mama?" tanya Dewi.Lelaki itu langsung menyerang dengan pertan
Mata Reyhan melotot mendengar itu, sedangkan Syafa mendekat dan bersandar di bahu lelaki tersebut. "Diam kayanya selingkuh deh, Mas. Dan orang tuanya mendukung, gak tau diri banget emang dia," cetus Syafa.Lelaki itu tidak memperdulikan ucapan Syafa. Ia kini tengah memikirkan siapa pria yang bersama Maira."Cowok itu apa, Atha? Cowok yang dulu suka sama Maira?" tanya Reyhan.Mendengar pertanyaan Reyhan, wanita itu mendongak memandang lelaki pujaannya. Lalu dia menggeleng membuat pria yang telah menalak Maira bingung. "Bukan, Mas. Cowok yang sama Maira itu pake mobil keren banget. Apa dia jadi simpenan Om-Om ya? Soalnya aku gak liat muka cowoknya," lontar Syafa.Reyhan mengeryitkan kening, ia melepaskan tangan Syafa yang bergelayut di lengannya."Kalau gitu Mas pamit ke rumahnya dulu ya," pamit Reyhan.Terlihat riak tidak rela Syafa, lalu ia kembali memegang tangan Reyhan. "Kalau gitu bareng yuk, Mas. Aku juga mau ke sana, aku baru ingetada yang ketinggalan tadi," pinta wanita itu.
Maira langsung melirik kesal Hafiz. Ia akhirnya tidak jadi keluar mobil. Dia menatap geram, lelaki yang di kursi kemudi itu."Terus mau sampe kapan kita nungguin di mobil, iya kalau hujannya reda. Kalau malah makin deras gimana, gak papa ada yang bocor juga yang penting udah ditambal lagian bolongnya gak banyak ini. Dan ... apa kamu tega buat Hana menunggu lama, udah deh gak usah banyak protes, nurut aja napa," omel Maira.Hafiz terdiam karena terkejut jika Maira berani mengomel. Wanita itu langsung menoleh memandang Hana dan memandang dengan sayang gadis tersebut."Kamu mau kan pake payung itu ke mall, cuma biar gak basah banget badan kita. Aku kan gak mau kamu sampe kehujanan dan sakit," rayu wanita itu.Mendengar nada perhatian dari Maira. Hana mengembangkan senyumannya, ia langsung memandang Hafiz. "Papa ayo! Papa harus gendong aku sama pegang payung ya, ayo Pah buruan nanti keburu hujan makin besar lho," lontar Hana.Hafiz mengembuskan napas kasar dan menatap geram pada Maira. S
Mata Maira hanya melirik malas, wanita itu memilih mengabaikan Thania. Dia menarik lembut tangan Hana dan diikuti gadis tersebut. Merasa kesal diacuhkan, istri Reyhan langsung menarik lengan mantan sahabatnya membuat Maira terhenti berjalan."Apaan sih, emang kita kenal ya. Gak usah sok kenal dan deket deh," cecar Maira."Lagian ... silakan ambil aja bekasku," lanjut Maira.Bola mata Thania seperti hendak keluar kala mendengar ucapan Maira. Wanita itu mendorong mantan temannya, membuat Maira terjatuh. Hana terkejut dan berusaha membantu."Mama, Mama gak papah? Ayo Hana bangunin," kata gadis tersebut.Maira hanya mengulas senyum lalu menerima bantuan Hana. Setelah membantu wanita yang dia panggil Mama, ia langsung menatap kesal Thania. "Tante tuh apa-apaan sih, gak boleh tau jahat gitu ke Mama. Nanti aku bilang sama Papa lho, biar diomelin Papa," omel Hana.Thania memutar bola matanya malas, ia memilih menatap tajam Maira. "He! Jangan-jangan kamu main serong selama jadi istri Mas Rey
Hafiz yang bergelut dengan pikirannya kembali tersadar saat Hana memanggil. "Papa, kenapa diem aja di situ, ayo cepetan! Hana haus banget nih, nanti ketinggalan sama Mama lho, Mama jalannya cepet banget," panggil Hana. Lelaki itu langsung menatap Hana dan Maira, memang mereka sudah lumayan jauh. Dengan langkah lebar, pria tersebut segera mensejajarkan jalannya dengan Maira."Wah ... keren, Papa bisa ngejar Mama," pekik gadis itu. Terlihat tanda gembira dari suara Hana, apalagi wajah gadis itu sangat berseri-seri. Memandang anaknya yang sangat senang, Hafiz ikut mengulas senyum. "Mah, Papa ganteng kan kalau lagi senyum," goda Hana.Hafiz langsung menoleh menatap Maira, sedangkan wanita itu lekas membuang muka. Melihat reaksi perempuan tersebut, membuat Hafiz menyeringai."Apaan sih, Han. Udah ah ayo, kita nyari yang jual minuman. aku haus nih," elak Maira.Hana hanya mengulas senyum lalu dengan gembira menunjuk jalan yang mana harus dilalui. "Wah, beneran ada di sini. Kamu sering