Share

Bab 2

Penulis: Rania
Wajah Ayah seketika menjadi muram.

"Apa maksudmu ini, Benedict?" tanyanya dengan suara tajam. "Keluarga kami dan Keluarga Lauren sudah bersekutu turun-temurun. Kenapa putriku nggak pantas untukmu? Kamu ingin menghancurkan semuanya?"

Mata Benedict menunjukkan rasa meremehkan. "Maafkan aku, Paman. Tapi, seumur hidup ini aku hanya akan menikahi Nadina. Menyuruhku menikahi Ravina, sama saja dengan menyuruhku mati."

Nadina menoleh kepadaku, wajahnya tampak seolah penuh penyesalan, tetapi sudut bibirnya tak mampu menyembunyikan senyum yang ditahan dengan paksa.

"Benedict, adikku pernah terluka demi menyelamatkanmu. Meski kamu nggak suka dia, kasihanilah dia sedikit," katanya sambil meninju pelan bahu Benedict dengan manja.

Kalau dia tidak menyebutkannya, aku malah sudah hampir lupa. Sebenarnya, akulah teman masa kecil seumuran dengan Benedict.

Saat kami berusia sepuluh tahun, dia diam-diam kabur dari pengawal dan menarikku untuk ikut bertualang. Hasil akhirnya, kami berdua diculik oleh keluarga musuh. Aku sengaja membuat keributan agar para pengejar mengikutiku, memberi kesempatan padanya untuk kabur dan mencari bantuan.

Saat dia berhasil lolos, akulah yang tertangkap.

Mereka melemparkanku ke laut. Aku selamat hanya karena keberuntungan, tapi tubuhku membeku dan meninggalkan penyakit jangka panjang.

Mata Benedict melembut saat menatap Nadina. "Tentu aku ingat hari itu. Nadina, kalau bukan karena kamu menyadari kami hilang dan cepat kasih tahu ayahku, aku mungkin sudah mati. Kamulah penolong hidupku."

Lalu, dia menatapku dengan kebencian. "Kalau saja kamu nggak terus menggunakan alasan 'menyelamatkan nyawaku' itu untuk mengikatku, aku sudah menikahi Nadina dari dulu."

Nadina hampir tak bisa menahan senyum puasnya. Untuk menutupinya, dia menunduk dan menyembunyikan wajahnya di dada Benedict. Aku menahan amarah yang mendidih di dadaku dan berkata dengan dingin, "Kalau kakak tersayangku begitu mencintai Benedict, tapi sekaligus masih memendam perasaan terhadap Darel, lebih baik nikahi saja keduanya?"

Wajah Nadina langsung memerah. Aku telah membongkar rahasia di hatinya dengan tepat.

"Dik, kenapa kamu ngomong begitu? Kalau mereka berdua bisa menikah denganku, siapa lagi yang akan menginginkanmu?"

"Kalau aku bilang, aku nggak mau salah satu dari mereka?" tanyaku sambil berdiri dengan tenang.

Kedua pria itu serempak menoleh ke arahku. Mata Benedict penuh dengan ejekan, seolah sedang mengatakan "memangnya kamu pantas?".

Sedangkan tatapan Darel menjadi tajam, seakan ingin menembus isi hatiku setelah kelahiranku kembali. Aku menghindari tatapannya. Aku tidak ingin lagi punya hubungan apa pun dengan pria yang membiarkan aku mati di depannya di kehidupan lalu.

Ayah menghempaskan gelas di tangannya hingga pecah berkeping-keping.

"Cukup! Kamu adalah perempuan keluarga ini. Tugasmu adalah memperkuat kekuasaan kita lewat pernikahan. Kamu pikir kamu punya hak untuk menolak?"

Aku menatapnya balik tanpa goyah.

"Aku tahu bisnis keluarga di Amrik Selatan sudah merugi selama tiga bulan. Aku bersedia pergi ke sana, membuka pasar baru, dan membantu keluarga melewati krisis."

Di kehidupan lalu, ayah menggunakan alasan "menyelamatkan keluarga" untuk merampas warisan yang ditinggalkan ibuku untukku. Namun, akhirnya semua uang itu jatuh ke tangan Nadina. Dia menggunakan uang tersebut untuk hidup mewah di luar negeri.

Sementara aku dibiarkan kelaparan di ruang bawah tanah lembap, bekerja siang malam demi membayar biaya pengobatan Darel. Dalam keadaan paling sulit, aku sampai bersujud sebanyak 99 kali di depan Nadina, memohon dia meminjamiku 100 juta.

Namun, dia malah tersenyum dan memerintahkan para pengawal memukuliku, lalu menyeretku keluar begitu saja. Dokter bilang, operasi Darel hanya kurang 100 juta. Kalau ditunda, dia akan cacat seumur hidup. Pada akhirnya, aku hanya bisa menjual darahku untuk mendapatkan uang itu.

Hanya saja, meskipun aku melakukan semua itu, Darel tidak pernah menjadi lebih lembut kepadaku sedikit pun. Sekarang aku tahu, seseorang yang tidak pernah menempatkanku di hatinya, sebanyak apa pun yang kulakukan ... tetap tidak ada gunanya.

Jika langit memberi aku kesempatan untuk hidup kembali, aku tidak akan lagi mengulang kesalahan yang sama.

....

Dengan dukungan penuh dari Benedict, Ayah akhirnya menyetujui permintaanku. Aku menghapus seluruh kontak Darel dari hidupku dan naik pesawat menuju Amrik Selatan.

Keluarga cabang di Amrik Selatan mengabaikanku. Di mata mereka, aku hanyalah "bayangan Nadina". Aku tidak peduli. Aku hanya berbicara melalui hasil kerja.

Di kehidupan lalu, aku selalu mengelilingi Darel, sampai aku tidak pernah menyadari bakatku sendiri di meja negosiasi. Namun, baru beberapa waktu setelah aku tiba di Amrik Selatan, aku berhasil menandatangani kontrak pengiriman senjata yang telah tertunda bertahun-tahun dan membuktikan kemampuanku.

Untuk pertama kalinya, para tetua keluarga memandangku dengan hormat. Namaku mulai berbobot dalam hati mereka. Aku ingin membuat mereka tahu, mulai sekarang, aku bukan lagi pelengkap bagi Nadina.

Ayah yang hampir melupakanku, akhirnya menelepon.

Saat telepon baru terangkat, yang kuterima adalah makian keras. "Ravina, kamu pikir setelah dewasa kamu boleh mengabaikan keluarga? Besok peringatan kematian ibumu. Kenapa kamu belum pulang?"

Ibuku adalah orang yang paling kurindukan. Tiket pulang itu sudah lama kusiapkan.

Di hari peringatan wafatnya Ibu, Nadina sudah menunggu. Senyumnya tampak hangat, tetapi kebencian di dasar matanya hampir membeludak.

"Dik, kamu sudah bekerja keras sekali di Amrik Selatan. Tapi, wanita baik-baik nggak seharusnya berurusan dengan kartel dan tentara bayaran."

"Orang-orang bilang kamu menghasilkan uang dengan menjual diri. Kamu membuat Ayah kehilangan muka dan mempermalukan keluarga."

Tatapannya lalu beralih ke arah Darel yang berdiri di sisi kiriku dan dia pura-pura menunjukkan ekspresi tersadar.

"Oh, aku tahu! Kamu bekerja mati-matian hanya untuk menarik perhatian pria."

"Lagi pula, Ayah menyuruhku menyampaikan pesan padamu, dia sudah mencarikan tunangan untukmu. Putra Keluarga Jersey yang jadi vegetatif itu."

"Mulai besok, kamu nggak perlu kembali ke Amrik Selatan. Aku yang akan mengurus bisnis di sana. Jangan lagi pakai ... cara-caramu itu untuk mencoreng nama keluarga."

Aku menatapnya tanpa ekspresi, tetapi dalam hatiku justru sangat tenang. "Aku yang mendapatkan kontrak-kontrak itu. Kamu bahkan nggak mengerti isi pasal-pasalnya. Kamu ingin aku menyerahkannya padamu? Atas dasar apa?"

"Begitu sulitkah menerima bahwa kamu sudah kehilangan bayanganmu selama ini? Jangan coba merebut apa yang menjadi milikku. Aku nggak berutang apa pun padamu."

Mungkin karena tidak menyangka aku akan menolak, tubuh Nadina bergetar, keterkejutan melintas di matanya. Namun, dia buru-buru menyesuaikan diri, lalu menangis manja.

"Dik, aku melakukan ini demi kebaikanmu. Kenapa kamu menuduhku begitu? Aku tahu kamu membenciku karena aku lebih unggul sejak kecil, tapi aku cuma nggak ingin kamu terlalu lelah."

Aku muak mendengarnya dan berbalik hendak pergi.

Namun, Darel tiba-tiba mencengkeram pergelangan tanganku dan membantingku ke dinding. "Kamu sudah keterlaluan."

Aku menatap postur pelindungnya yang sok heroik itu dan hanya bisa tersenyum pahit.

"Minta maaf pada Nadina." Nada bicaranya masih semena-mena dan penuh dominasi seperti dulu. Dia mencengkeram daguku dan memaksaku mendongak.

Aku melepaskan jarinya satu per satu, langkahku bergeser ke belakang. "Berhenti berpura-pura jadi pahlawan, Tuan Penyelamat. Jangan lakukan ini di depan makam ibuku. Kamu membuatku jijik."

Tangan Darel terhenti di udara, tidak mampu menutup jarak itu lagi. Dia terlihat goyah, terkejut oleh penolakanku yang begitu dingin dan tenang. Mungkin dia tidak pernah membayangkan aku akan menatapnya dengan mata tanpa perasaan seperti ini.

"Kamu ...." Suaranya serak dan pecah.

Aku berpaling, pergi mengemasi barang-barangku dan memutuskan kembali ke Amrik Selatan malam itu juga.

Namun sebelum aku sempat naik pesawat, Benedict dan Darel mengadangku. Benedict mencengkeram leherku dengan erat, matanya merah padam, dan ekspresi wajahnya tampak seperti kehilangan akal.

"Ini semua salahmu!" hardiknya. "Nadina semalam pergi ke kasino sendirian! Dia ingin mendapat sebuah kesepakatan besar untuk membuktikan dirinya."

"Tapi dia dijebak. Dia kalah habis-habisan. Bahkan ada orang yang berniat menjual rahimnya untuk melunasi utang! Dia sedang ditahan kasino sekarang. Sebelum dia diselamatkan, jangan harap kamu bisa pergi ke mana pun!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terlahir Kembali: Menagih Utang Penyesalan   Bab 8

    Sejak hari itu, aku tidak pernah melihat Darel lagi.Setelah Keluarga Lewis diakuisisi sepenuhnya, aku langsung naik menjadi penguasa termuda di dunia mafia. Sejak itu, namaku bukan lagi "Nona Lewis", melainkan penguasa sejati keluarga ini.Zander juga secara resmi melamarku dalam rapat keluarga.Tiga bulan kemudian, di gereja keluarga di Pulau Sisilia.Zander menggenggam tanganku, kehangatan telapaknya terasa menembus lapisan kain putih. Pandangannya penuh cinta dan kelembutan."Ravina, meskipun kamu selalu menunjukkan diri sebagai sosok kuat, aku ingin bilang ... semua kelemahan yang kamu sembunyikan, itu bukan kelemahanmu. Itu adalah harta yang ingin kulindungi seumur hidupku.""Abu Nadina sudah kularungkan di laut lepas. Semua orang yang pernah menjebakmu ... sekarang sedang menyesal di neraka."Suaranya tiba-tiba mendingin, tetapi berubah lembut lagi saat dia melanjutkan, "Mulai hari ini, aku akan selalu ada di sisimu. Menjadi benteng terkuatmu."Zander lalu berlutut satu kaki, me

  • Terlahir Kembali: Menagih Utang Penyesalan   Bab 7

    Ketika kehancuran Keluarga Lewis muncul di halaman utama berita finansial, hari itu bertepatan dengan ulang tahunku. Zander menyiapkan 999 bunga mawar untuk menyatakan cintanya sekali lagi. Dalam suasana manis itu, aku akhirnya menyetujuinya.Namun, suara dering ponsel tiba-tiba memecah momen tersebut. Ternyata telepon dari pengacara yang mewakili sisa-sisa kekuatan Keluarga Lewis.Aku mengangkatnya dengan santai, mengira ini pasti urusan Darel yang ingin memperebutkan tiga pelabuhan Amrik Selatan milik keluarga kami yang tersisa. Bagaimanapun juga, tiga jalur penyelundupan itu cukup membuat keluarga mafia mana pun tergiur."Bu Ravina, bukan tentang perebutan." Suara pengacara itu terdengar berhati-hati, "Pak Darel meminta saya menyampaikan bahwa dia bersedia melepaskan seluruh hak waris Keluarga Lewis. Termasuk hak penggunaan permanen tiga pelabuhan itu, semuanya akan dialihkan kepada Anda tanpa syarat."Ujung jariku terhenti. "Syaratnya?""Dia hanya menginginkan satu kesempatan untuk

  • Terlahir Kembali: Menagih Utang Penyesalan   Bab 6

    Di ruang kontrol kasino, aku melihat dengan jelas setiap detik yang baru saja terjadi melalui layar monitor. Melihat kegilaan dan keputusasaan yang muncul di mata Darel, aku tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan tawa sinis.Saat dia melihat "mayat Ravina", dia pasti akan jauh lebih gila daripada sekarang.Namun, apa gunanya cinta yang datang terlambat?"Sudah cukup lihatnya?" Zander menatapku, lalu berkata dengan suara dalam, "Kamu nggak seharusnya melirik sampah seperti dia."Di mata Zander, aku adalah satu-satunya yang terlihat."Aku hanya menikmati melihat para lelucon itu mengerahkan sisa tenaganya," jawabku pelan. "Nggak lama lagi, rantai pendanaan Keluarga Lewis akan putus sepenuhnya. Semua berkat kamu berhasil menahan akun rahasia mereka di bank luar negeri."Zander tersenyum tipis. "Kamu bilang akan memberiku kesempatan untuk mengejarmu. Ini adalah ketulusanku."Ujung telingaku memanas. Aku refleks mundur setengah langkah, tetapi dia dengan mudah menarikku ke dalam pelukan

  • Terlahir Kembali: Menagih Utang Penyesalan   Bab 5

    Darel tiba-tiba melempar ponsel itu tepat di depan Nadina. Layar ponselnya pecah menjadi serpihan kecil, tetapi catatan transfer uang terlihat sangat jelas di mata Nadina. Itu adalah uang tutup mulut yang dia kirimkan kepada para penjudi itu satu per satu.Wajah Nadina seketika memucat, tubuhnya kaku karena ketakutan."Kamu benar-benar nggak menganggap nyawa adikmu sebagai nyawa, ya?" Amarah Darel hampir membakar habis akalnya. Tatapan yang dia arahkan pada Nadina penuh kebuasan.Air mata Nadina tiba-tiba mengalir menghantam punggung tangan Darel."Bukan seperti yang kamu pikirkan ...."Benedict mengernyit dan segera melindungi Nadina dalam pelukannya. "Darel, kenapa kamu membentak Nadina? Dia nggak bersalah!"Darel tertawa sinis. Tangannya yang berlumuran darah mengepal kuat. "Nggak bersalah? Nadina, kalau di kartumu ada 30 triliun, kenapa kamu nggak bayar utang judi itu? Semua ini adalah sandiwara yang kamu rencanakan sendiri, 'kan?"Mata Nadina gemetar dan menghindari tatapannya den

  • Terlahir Kembali: Menagih Utang Penyesalan   Bab 4

    Begitu mobil yang meninggalkan kasino keluar dari garasi bawah tanah, Darel langsung mengeluarkan ponsel dan menelepon pihak bank.Namun, Benedict tiba-tiba menahan pergelangan tangannya. "Tunggu!"Darel mengerutkan kening dan berusaha menarik tangannya, suaranya penuh ketidaksabaran. "Lepaskan! Ravina masih di dalam, terlambat satu detik saja dia bisa celaka!"Benedict mendengus dingin."Kenapa panik? Ravina itu selalu merundung Nadina. Menurutku, justru bagus mengambil kesempatan ini untuk memberi dia sedikit pelajaran, supaya dia tahu posisi dirinya.""Kasino itu cuma mau uang, bukan mau nyawanya. Biarkan saja dia tinggal di sana beberapa hari, biar hatinya luluh. Nanti kita jemput dia, baru dia akan lebih menurut."Darel tercengang.Memang, seperti kata Benedict. Sejak aku terlahir kembali, sikapku terhadap Nadina, mulai dari pemilihan pasangan perjodohan sampai ketidakpedulian di depan makam ibuku, semua itu seperti duri yang menusuk hati Darel satu per satu.Mungkin, "pelajaran"

  • Terlahir Kembali: Menagih Utang Penyesalan   Bab 3

    Dalam perjalanan ketika aku dibawa paksa menuju kasino, Darel menghela napas pelan. "Aku tahu ... kamu juga terlahir kembali."Aku tertawa sinis. "Lahir kembali atau nggak, apa bedanya? Apakah itu membuatmu lebih memihakku?""Maafkan aku," katanya lirih.Aku menggeleng, tidak tahu harus berkata apa. "Darel, sudah dua kehidupan ... dan kamu masih hanya bisa mengucapkan tiga kata itu?"Tanpa peringatan, dia menunduk dan menciumku dengan keras."Ravina," katanya sambil menyandarkan dahinya pada dahiku, suaranya penuh tekad, "Ini terakhir kalinya kamu harus menanggung kesakitan karenaku.""Ke kasino hanya untuk mengeluarkan sedikit uang menebus kakakmu. Kamu nggak akan kenapa-napa. Setelah itu, aku akan menikahimu. Aku akan menebusmu dengan sisa hidupku."Sudut bibirku bergerak, suaraku terdengar serak, "Darel, aku cuma mau bertanya satu hal terakhir. Kamu benar-benar nggak bisa melihat bahwa dia sengaja melakukan semua ini untuk menarik perhatian?"Darel terdiam lama, lalu mengalihkan pan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status