Share

2. Lamaran Tak Terduga

Penulis: Nalla Ela
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-11 23:46:04

“Ka-kak D-Dante...?” gumamnya nyaris tak percaya.

Senyuman tipis terangkat di bibir pria itu. “Akhirnya.”

Binar tercekat. Dante yang dulu ia kenal adalah laki-laki lugu dengan sorot mata penuh kelembutan. Bukan pria yang memiliki tatapan tajam dan aura berbahaya di sekelilingnya.

Binar membisu untuk sesaat. Benarkah dia adalah Dante yang ia kenal? Dilihat dari wajahnya memang mirip dengan yang ada di ingatannya, tapi mata itu ... aura dingin yang bertolak belakang dengan kepribadian Dante-nya yang hangat sedikit membingungkan untuknya.

Tubuh Binar menegang kala Dante makin mendekat, mengungkungnya di kepala ranjang. Ia terkesiap kala tangan besar itu mengelus rambutnya lembut.

“Sebenarnya aku ingin membawamu sejak dulu,” ungkapnya pelan. “Tapi aku terlalu lambat. Dan orang-orang itu ...,” Tatapannya menjadi gelap penuh kebencian. “ ... membuangmu ke neraka.”

Tangan Binar mengepal begitu mendengar pengakuan Dante. Jadi, apa sebenarnya Dante mengetahui semua tentangnya? Tentang hidupnya yang sengsara dan berakhir di tangan mucikari sialan itu?

Dante menatapnya dengan intens. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi lagi.”

Binar menelan ludah. “Apa maksudmu?”

Dante menyeringai, mengeluarkan sebuah kotak beludru merah dari sakunya dan membukanya di hadapan Binar.

Tubuh Binar hampir goyah ketika disuguhkan sebuah cincin berlian yang nampak berkilau saat terkena cahaya matahari pagi.

Jantung Binar seketika berhenti berdetak.

“Menikahlah denganku.”

Suaranya yang dalam terdengar tenang, seakan dia telah merencanakan semua ini. Hanya Binar yang menatap kosong ke depan.

Ini gila. Mereka baru bertemu kembali setelah lima belas tahun, dan sekarang Dante melamarnya?

Binar ingin membuka mulut untuk menolaknya, tapi suara tegas Dante yang penuh ancaman membuatnya bergetar.

“Kau tahu, Binar.” Dante menyentuh Binar lembut, memaksanya untuk melihat keseriusan di matanya. “Ini bukanlah permintaan.”

Binar semakin terperangah mendengarnya. Ini bukan lamaran biasa.

Ini adalah klaim sepihak darinya.

Binar mencengkeram ujung bajunya erat. Jemarinya bergetar saat ia menatap Dante. Lamaran ini terlalu mendadak untuknya. Meski dia adalah Dante, tapi ia tetap merasa asing dengannya. Dia ... sangat berbeda.

"Kak Dante, kita bahkan tidak saling mengenal lagi," tutur Binar lemah. "Kau tidak bisa memaksaku untuk menikah denganmu!"

Mata tajam Dante menelisik wajah Binar penuh perhitungan. "Ini bukan paksaan, tapi pilihan."

"Pilihan?" Binar tertawa sinis. "Sejak kapan pilihan tak membiarkanku menjawab tidak?" geramnya.

Dante makin memupus jarak keduanya hingga hidung mereka saling menempel.

"Kau sendirian," bisik Dante, menatap lekat mata Binar yang berpendar ketakutan. "Kau tidak punya rumah, keluarga, ataupun teman. Hanya aku. Hanya aku yang bisa melindungimu dari bahaya di luar sana."

Binar tertohok mendengar fakta yang baru saja Dante ungkapkan. Ia sendirian. Orang tua yang ia sayangi telah dengan tega menjualnya. Tak ada lagi tempat untuknya.

"Kenapa sekarang?" gumam Binar dengan suara bergetar.

Mata Dante sulit ditebak. Ia mengelus bibir Binar dengan gerakan seduktif. "Karena aku tak akan membiarkanmu jatuh ke tangan orang lain. Kau adalah milikku sejak awal."

Binar mengertakkan giginya, mendorong dada Dante menjauh. "Aku bukan barang!"

Dante tak mengacuhkannya. Ia menarik tangan Binar, memaksanya untuk memakai cincin itu di jemarinya.

"Kau tau ... ini adalah pertama kalinya aku begitu menginginkan sesuatu." Dante menatap Binar tepat di matanya. "Dan kau akan terus berada disisiku, suka atau tidak."

Binar menelan ludah. Ia tahu kalau ia tak punya pilihan sejak berurusan dengan Dante.

---

Binar pasti telah gila saat ini. Ia berdiri di altar bersama Dante, dikelilingi wajah-wajah yang tampak menakutkan. Seolah mereka berasal dari kegelapan.

Kepala Binar terasa pening mencerna semua hal yang tiba-tiba terjadi. Walaupun ia menjadi tokoh utama di ruangan yang telah dihias dengan megah ini, ia tetap merasa asing dan ... aneh.

Dante tak berhenti menatapnya tajam sepanjang acara berlangsung. Harus Binar akui, kalau Dante memang mempesona dengan tubuh tegap yang menunjang wajah tampannya. Hanya saja ... aura gelap yang menyelimutinya membuat Binar bergidik.

Andai, dia adalah Dante yang dulu.

"Mulai sekarang, kau adalah istriku," klaim Dante dengan rasa puas yang tergambar jelas di wajahnya.

Lalu, dengan gerakan cepat, Dante menarik Binar mendekat dan mencium bibirnya.

Tubuh Binar menegang kaku kala bibir tebal itu bergerak liar menjelajah isi mulutnya. Ia tak menghindar, tak juga menikmati. Pasrah sepenuhnya pada pria yang kini telah mengikatnya.

Ketika akhirnya Dante menyudahi ciuman panjangnya, benang perak tipis masih menghubungkan bibir mereka yang seakan enggan menjauh.

Mata kelam Dante menyorot tajam Binar. Menegaskan posisinya sebagai sang pemegang kendali.

Binar tidak tahu harus merasa apa.

Namun, satu hal yang pasti. Tak akan ada jalan kembali.

---

Tubuh Binar terhimpit antara dinding dingin dan tubuh Dante yang membara. Bibirnya terkunci rapat oleh bibir tebal pria itu yang terus bergerak liar menginvasi mulutnya.

Gaun pengantin putih yang Binar kenakan telah berkerut akibat gerakan Dante yang terburu-buru. Tangan kecil Binar tak sanggup menahan tenaga yang berkali-kali lipat lebih besar darinya.

Dante memberi jeda hanya untuk melihat wajah kemerahan Binar yang tengah meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Sangat. Menggairahkan.

Binar terengah, menatap Dante murka. Ia ingin bererak menjauh, tapi rengkuhan pria itu sangat erat. "Lepaskan, Dante!" sungutnya kesal. Binar bahkan enggan memanggilnya kakak lagi. Baginya, Kak Dante yang ia kenal telah lama hilang.

"Aku suka panggilanmu. Terdengar intim." Dante menyeringai senang. Bertolak belakang dengan Binar yang makin geram.

"Brengsek!"

Satu tangan Dante mulai merayap naik, melepas resleting gaun Binar dan mengelus punggung terbuka itu lembut. Membuat Binar meriding.

"Kau bisa terus mengataiku, tapi itu tak bisa mengubah fakta kalau sekarang kau adalah milikku."

Dante kembali menyerang bibir Binar lebih liar. Tak butuh usaha lebih, gaun itu telah lolos sepenuhnya. Mempermudah Dante menelusuri tubuh yang akan menjadi candunya.

Sentuhan Dante yang panas, membakar perlahan tembok yang Binar bangun. Ia kehilangan arah seiring deru napasnya yang memburu.

Binar telah kalah.

Kedua matanya berkabut, dadanya naik turun seirama dengan geraman halus Dante yang menggema di seluruh kamar pengantin bernuansa merah. Ratusan kelopak mawar berhamburan ke lantai menandai betapa Dante tak menahan diri.

Setiap sentuhan, bisikan, dan gerakan Dante yang berirama membawa Binar ke tempat yang tak pernah ia duga.

"Kau milikku," bisik Dante dengan suara serak. Jemari besarnya terus bekerja di bawah sana, kembali membuat Binar mengerang keras untuk kesekian kalinya.

Di tengah kamar temaram, dua siluet itu saling bertaut erat. Terbuai dalam harmoni hingga fajar menyingsing.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   3. Menjadi Miliknya

    Tubuh Binar terasa remuk redam kala terbangun di siang harinya. Ia hanya diam berbaring untuk meredakan bagian inti tubuhnya yang masih nyeri.Binar menyadari rambutnya sedikit lembab, tubuhnya juga telah dibalut piyama kebesaran. "Apakah Dante yang melakukannya?" tanyanya skeptis. Binar melirik noda merah pada seprai yang teronggok di sudut ruangan dengan tatapan kosong. Ia telah menyerahkannya. Tangan Binar mengepal, merasakan denyut menyakitkan di dadanya. Ia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri karena ini adalah pilihannya. Ia yang memberikan akses kepada Dante untuk mengambil semuanya hanya karena sentuhan kecil. Suara pintu kamar mandi yang terbuka menarik atensi Binar. Ia melihat Dante keluar dari sana sambil mengenakan kausnya, memperlihatkan perut sixpack dan beberapa bekas luka di sana. Binar menggigit bibirnya berusaha bangun melawan nyeri yang makin terasa, tapi tubuhnya tak bisa diajak bekerjasama. Dante dengan tenang menghampiri Binar. Membaringkannya kembali dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   4. Kecemburuan Dante

    Binar tak tahu sejak kapan semuanya mulai berubah.Dante masihlah pria dingin dan mengintimidasi, tapi terkadang ... perlakuan lembutnya kembali mengingatkan pada masa kecil mereka yang damai. Pria itu masih mengingat makanan apa yang ia sukai dan ia benci. Menyiapkan segala keperluannya, meski ia tak diperbolehkan keluar dari rumah. Dante juga selalu membasuh tubuhnya ketika Binar sudah terkapar tak berdaya karena sentuhannya. Namun, masalah sebenarnya datang dari Valeria yang terus-terusan datang ke rumah dan mengacaukan semuanya. Sikap Dante yang tak pernah menjawab ketika Binar mempertanyakan hubungan keduanya, semakin membuatnya kesal dan jengkel. ---Binar merapatkan jari-jarinya yang terasa dingin sambil menyesap teh hangat di balkon kamarnya. Ia sendirian. Diana pamit entah kemana setelah mengantarkan teh untuknya. Tak lama kemudian, tatapannya tertuju pada Adrian yang berdiri di depan pintu kamar. Laki-laki aneh yang nyaris tak pernah mengangkat wajahnya di hadapan Binar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   5. Pelarian

    Binar masih bisa mencium aroma darah yang menguar dari pintu kamar meski lantai itu telah dibersihkan, seolah tak pernah ada kejadian mengenaskan yang terjadi. Diana terus membujuknya untuk makan, tapi ia terus menolak. Makanan itu selalu berakhir di toilet saat ia mengingat kejadian kemarin. Tangan Binar terus mencengkeram selimut dengan erat. Gemetar di tubuhnya tak juga kunjung mereda. Suara pistol yang menggema, darah yang berceceran ... terekam jelas di kepalanya. Binar ingin pergi.Ia tak bisa tinggal di sini lebih lama.Binar tak lagi peduli jika ia harus kehilangan segalanya. Yang terpenting, ia harus segera pergi dari sini bagaimanapun caranya. Dengan tangan gemetar, Binar meraih ponsel yang selama ini ia simpan di laci nakas. Ia mencoba menghubungi kontak sahabatnya dari panti -Vera untuk meminta bantuan. "Vera ... tolong aku. Aku ingin pergi dari sini." Binar mengetik sambil menahan gemetar di tangannya.Tak menunggu lama, pesan itu segera di baca. Dan sebuah notifikas

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   6. Kunjungan Tak Terduga

    Binar berdiri untuk waktu yang cukup lama setelah sampai di sebuah sebuah kota kecil. Tangannya mencengkeram erat koper kecil-satu-satunya harta berharga yang ia punya dengan memandang lurus jalanan sepi di depannya.Jemarinya berganti mengusap pipinya yang telah basah entah sejak kapan. Tidak. Ia harus bergerak. Menjauh dari Dante adalah keputusan yang bijak."Kau bisa, Binar. Dari awal kau sudah sendirian."Malam itu, Binar berjalan sendirian menembus dinginnya malam. Setidaknya, ini lebih baik daripada hidup dalam bayang-bayang ketakutan dan kekangan erat yang Dante buat.---Binar menyesap segelas kopi instan yang mulai mendingin di tangannya, memindai isi kamar kecil yang bisa ia sewa untuk sebulan kedepan. Tempat ... yang ia pikir akan lolos dari intaian Dante.Ia menghitung sisa uang yang Valleria berikan padanya yang mulai tersisa sedikit. "Aku harus mencari pekerjaan segera."Begitu matahari mulai naik, Binar dengan semangat membersihkan diri dan pergi untuk mencari peruntung

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   7. Buruan

    Binar menggigit bibirnya kencang, menunduk di bawah meja. Tubuhnya gemetar dengan jantung yang memompa cepat melihat pecahan kaca yang berhamburan di lantai. Situasi yang Binar benci. Mengingatkannya akan tragedi berdarah yang menciptakan trauma mendalam di benaknya. Dan sekarang, ia berada di tengah kekacauan yang sama. Lagi. Semenjak bertemu Dante, sepertinya hidupnya tak pernah damai untuk sekejap. Memaksakan tububuhnya yang terus bergetar untuk bergerak, Binar merangkak di balik meja, menghindari serpihan kaca yang berserakan. Hingga ... siluet familiar tertangkap dari sudut matanya. Dante. Pria itu berdiri tegap memandang dingin ke arahnya dengan pistol berasap di genggaman. Binar jatuh terduduk dengan pupil bergetar tak bisa bergerak ketika Dante beranjak mendekat ke arahnya. Tatapan Dante terlihat gelap. Rahangnya mengeras. Jemari panjangnya melingkar erat di gagang pistol, seakan siap menghabisi siapa pun yang menghalangi jalannya. Binar mundur perlahan, berusaha men

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11
  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   8.Tawanan

    Binar menggigit bibir dalamnya, menahan amarah yang bergejolak di dadanya. Matanya memerah, menahan genangan air mata menghunus tajam ke arah Vincent. "Kalian ...," geram Binar. Ia pikir Valleria tak akan mengusiknya lagi, tapi melihat Vincent di sini ... berarti wanita itu berusaha melenyapkannya. Sialan! Vincent tertawa melihat Binar yang berusaha melawan. Ia menjepit dagunya, tertawa senang. "Kau menggemaskan sekali, kucing kecil. Sayang sekali, cakar kecilmu tak berhasil melukaiku." Jemari Vincent terus menelusuri wajah Binar meski wanita itu trerus memberontak. "Dante pasti frustasi sekali ketika trophy kebanggaan miliknya kuambil paksa tepat di depan matanya." Binar terus memperhatikan dengan waspada tatapan Vincent yang seperti menelanjanginya. Ia ingin berteriak, tapi tenggorokannya terasa sakit. Vincent tertawa geli. "Sepertinya, ruangan ini kurang cocok untukmu." Ia mencondongkan tubuhnya, berbisik lirih tepat di telinga Binar sembari mengendus lehernya. "Aku puny

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-12
  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   9. Kembali Terpenjara

    Langkah kaki Dante terhenti hanya beberapa jengkal dari tubuh Binar yang berdiri tegak, nampak lusuh dan penuh luka memandangnya kosong seperti raga tanpa jiwa. Tatapan keduanya tertaut cukup lama. Hening, sunyi, tapi batin mereka seperti berbicara satu sama lain. “Binar.” Suara Dante terdengar pelan dan datar, tapi jelas membawa tekanan, seperti racun yang menyusup pelan ke dalam darah. Binar tidak menjawab. Pandangannya masih kosong, tapi Dante dapat menyadari sesuatu dengan cepat. 'Wanitanya telah berubah.' Wajah Dante makin mendingin, nyaris tak berkedip. Vincent telah melewati batas dengan menyentuh miliknya yang paling berharga. "Aku ingin Vincent, hidup ... atau mati," ucapnya tegas bak petir. Lekas, Matthias mengangguk dan mengisyaratkan yang lain untuk bergerak. “Aku sudah bilang … kau milikku. Bahkan neraka pun tahu itu.” Binar masih diam. Menahan getaran tubuhnya yang makin menjadi. Ia muak! Setelah segala upaya melarikan diri akhirnya ia kembali lagi pada Dante.

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   10. Retakan Dalam Jeruji

    Keesokan harinya, Dante bangun lebih awal. Ia telah memakai setelan rapi, berdiri diam di samping ranjang Binar yang tengah tertidur pulas. Jemarinya menyentuh pipi Binar perlahan, takut membangunkan. Wajah Dante tetap tenang, tapi sorot matanya menyimpan emosi campur aduk. “Aku lebih suka kau membenciku,” bisik Dante lirih. “Itu lebih baik daripada kau pergi dari jangkauanku.”Di ruang kerjanya, Dante menyalakan rokok. Memandang diam tumpukan laporan organisasi yang ia abaikan beberapa pekan. Berulang kali ia menghembuskan kepulan asap. Di depannya, berdiri Matthias yang senantiasa diam tak bergerak menanti perintah. "Apa kau akan terus diam, Matthias?" tanya Dante memecah keheningan. "Aku di sini untuk mendengar perintah."Dante mengangguk pelan, menyesap rokoknya sekali lagi. "Begitu. Kalau begitu jaga dia.""Dia?" Matthias sedikit terperangah, tapi dengan cepat menguasai ekspresinya untuk kembali tenang. "Binar."Matthias mengedip, tetap tenang. "Sejauh mana aku harus menja

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15

Bab terbaru

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   24. Memori Kelam

    Binar menatap lantai kamar dengan rasa sesak yang tiba-tiba menghimpit dadanya. Di lantai itu, kedua orang tuanya terbaring. Di genangan Darah sementara Binar menyaksikan semuanya dari balik lemari. Kini, Binar terpekur menatap noda bekas darah yang masih terlihat di sana. Dan suara kejadian itu menggema di telinganya. “Aku ingat mereka bilang … kalian lalai.” "Kalian gagal melindungi pewaris." Air mata Binar jatuh semakin deras seiring ingatan yang membanjiri kepalanya. "Tapi... haruskah kalian dihukum? Dan meninggalkan aku sendirian?" Binar menggigit bibir. Teringat akan mimpi-mimpi panjang yang ia lewati tiap malam. Melihat noda darah di lantai itu kembali, hatinya terasa remuk. Memang sudah pudar ... tapi Binar masih ingat jelas memorinya. Bekas tubuh Ayah dan ibunya yang berada di genangan merah. Dan di sudut kamar, ada lemari kecil yang berdiri kokoh. Lemari tempat Binar sembunyi malam itu. Tempat ia memeluk lututnya yang gemetar dan menutup mulut agar tak menangi

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   23. Kembali

    Telinga Binar terasa berdenging, tak mampu mencerna apapun. Ia melihat bayangan kabur dua sosok pria yang berdiri tegap dengan aura permusuhan yang pekat. Namun begitu, Binar berusaha bangkit meski nafasnya berat dan tubuhnya terasa sakit tiap tarikan nafasnya. Lalu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Tegas. Ringan. Cepat dan tak ragu. Binar menoleh perlahan dan mencelos saat melihat sosok yang kini terlihat berbeda di matanya sejak ingatannya kembali. Matthias. Pria itu muncul dari balik reruntuhan kaca yang berserakan. Mengenakan pakaian serba hitam memimpin beberapa orang untuk membantu Dante. Matthias menghentikan langkahnya tepat dua meter di depan Binar. Tak berani mendekat. Namun, matanya tetap menuju ke arah Binar seolah memastikan apakah ia baik-baik saja. Namun, sebelum Binar sempat bicara... tatapan kelam itu bergeser ke arah Dante yang makin mengeluarkan aura gelap. Dante mengabaikan darah yang mengalir di pelipisnya, menggenggam erat kedua pistol di tan

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   22. Binar Veyra

    "Veyra?" Saat mendengar nama itu, dada Binar seolah terhimpit batu besar. Familiar, tapi terasa asing. Bibir Vincent menyeringai. "Kau ingat? Binar ... Veyra?" Binar menegang. Matanya membulat dengan napas tercekat. Ia mendengar suara jeritan nyaring yang kian menggema di kepalanya. “Tidak ... aku bukan ... siapa Veyra ...?” bisik Binar pelan, nyaris seperti anak kecil yang tersesat. Namun pikirannya meledak. Sebuah bayangan bak kaset film yang diputar cepat menghantamnya. Seperti seberkas cahaya merah yang tiba-tiba melintas di benaknya. Sebuah laboratorium. Cermin-cermin. Suara seorang pria yang ia pangggil 'ayah' dan wanita muda yang ia panggil 'ibu'. Lalu... tangan kecilnya yang berlumuran darah. memegang erat boneka beruang, menangis terisak mengintip kedua tubuh mereka terbujur kaku di tengah genangan cairan merah. Tak bernyawa. Akhirnya, meledak! Tubuh Binar limbung. Ia mencengkeram kepalanya, merasakan nyeri yang amat sangat. Kemudian ... matanya mengabur.

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   21. Tangan Tak Terlihat

    Sementara itu, di aula utama ... Dante berdiri di tengah kehancuran. Pecahan vas berserakan. Darah menetes dari bibir dan pelipisnya, tapi senyum dingin mengunci wajahnya. Saat Dante mengangkat kepala, ia menatap Vincent tanpa gentar. "Ini rumahku, Vincent," gumam Dante, suaranya berat. "Dan kau baru saja menandatangani surat kematianmu." Vincent terkekeh pendek. "Aku belum selesai." "Tidak," sahut Dante pelan, langkahnya maju satu-satu. "Yang selesai di sini adalah kau." Dalam sekejap, dua bayangan bertabrakan. Pertarungan tanpa belas kasihan dimulai. Bukan sekadar perkelahian. Ini pertarungan dua monster yang saling menghancurkan. Di kejauhan, suara Binar terputus-putus dalam pikirannya. Meskipun dalam keadaan linglung, ia tetap memaksakan langkah untuk terus berlari. Ia merasa dejavu. banyak darah, suara ledakan, membayangi setiap langkahnya. Binar jatuh tertelungkup, kepalanya nyeri hebat. "Apa itu tadi?" Ingatannya tumpang tindih dengan realita. Binar hanya mampu

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   20. Tenggelam Tanpa Suara

    Mimpi itu datang lagi. Darah. Tubuh-tubuh yang membujur kaku. Dan ada satu wajah yang mulai Binar sadari kehadirannya-Matthias. Dengan tubuh lebih muda, memegang pergelangan tangannya. Binar terbangun dengan napas memburu. Tangannya mencengkeram seprai erat, tubuhnya banjir keringat dingin. Saat ia berusaha mencerna segalanya, suara ketukan pelan terdengar dari pintu. Hampir bersamaan, suara Matthias mengikutinya. "Binar ... kau baik-baik saja?" Hanya itu, biasanya Matthias akan langsung masuk untuk mengecek keadaannya, tapi kini pria itu mulai menjauh. Binar menelan ludah getir. Ia ingin meluapkan semua pertanyaan, kemarahan, dan ketakutan yang mencokol di tenggorokannya. "Aku harus mendapatkan jawabannya kali ini." Binar bangkit dengan cepat dan membuka pintu, hanya untuk menemukan punggung Matthias yang menghadapnya. Pria itu berdiri beberapa langkah jauhnya, tak berani mendekat. "Matthias," panggil Binar dengan suara pecah dan lirih. "Aku ... aku perlu bicara."

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   19.Mimpi dan luka lama

    Suasana malam ini cukup aneh. Seperti ada beban berat yang menggantung di udara, terlalu berat dan menyesakkan untuk diabaikan. Heningnya mencekam. Binar berusaha tidur, tapi gelap malah menjeratnya dalam ingatan lama yang tiba-tiba menyeruak ke permukaan. Tubuh Binar menggigil kala mimpi itu kembali menyeretnya ke bayangan itu lagi. Dua sosok berlumuran darah. Terbaring tak bernyawa, disaat ia hanya bisa mengintip dari balik lemari. Binar menjerit dalam tidurnya, sama seperti malam-malam sebelumnya. Namun, kali ini... ada tangan hangat yang menggenggamnya saat Binar tersentak dengan keringat membanjiri pelipisnya. Dante.Tubuh besar dan kokoh pria itu memeluk Binar erat, seolah membungkus semua ketakutan yang merayap dalam otak kecilnya. "Tenang ... Aku di sini," bisikya berat dan pelan.Suara Dante yang magnetis mampu menembus ketakutan Binar. Membuat nafas yang semula cepat, berangsur melambat. "Kak Dante."Panggilan itu terucap begitu saja. Binar seakan lupa dengan Dante

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   18. Aku Tau Segalanya

    Ruang kerja Dante malam ini terasa lebih dingin dari biasanya. Matthias tak sanggup meraih oksigen di sekitar saat tatapan Dante terlalu mengintimidasi. "Kau pikir bisa menyimpan rahasia itu dariku? Kita mengenal lebih dari 20 tahun. Harusnya kau bisa menebak, kan?"Mulut Matthias rasanya terkunci rapat, tak ada satupun suara yang bisa ia keluarkan untuk saat ini. Dante duduk di kursi kulit hitam dengan satu kaki disilangkan di atas lutut. Tangannya memainkan kalung dengan liontin bulan sabit milikny-pemberian Binar semenanjung kedua mata tajamnya terus mengawasi Matthias tanpa ekspresi. “Kenapa kau terlihat gugup?” tanya Dante pelan. Suaranya nyaris seperti bisikan, tapi sanggup membuat para orang yang Mendengarnya mendesah ketakutan. Matthias menelan ludah. “Maafkan aku, Dante." Hanya itu yang bisa ia ucapkan. “Aku tak peduli dengan rahasia masa lalu. Itu bukan urusanku," ujar Dante dengan santai. Namun, saat ia menatap Matthias, matanya menguatkan aura membunuh yang pekat. “t

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   17. Jejak Yang Tertinggal

    Malam makin pekat, tapi Binar masih terjaga. Memandang jendela berkabut jejak hujan yang sudah mereda. Tubuhnya dibalut selimut tebal, memegang secangkir coklat panas yang baru saja Matthias bawakan untuknya. “Jawab aku, Matthias …,” ucap Binar tiba-tiba, memecah keheningan. Suara Binar nyaris tak terdengar. Namun, tatapannya tajam dan menusuk seperti ingin menguliti kebenaran yang Matthias sembunyikan rapat-rapat.Pria itu berdiri di dekat pintu. Ragu untuk mendekat. Walaupun hujan tak lagi mengguyur, tapi hati Binar kini malah dilanda badai. Mengacaukan isi pikirannya. Binar meletakkan coklat panasnya tak selera. Beralih menatap Matthias tajam. “Aku lelah menebak-nebak. Dia ke mana? Kenapa dia meninggalkanku? Apa ini tujuannya menikahiku? balasan untukku yang pernah meninggalkannya?"Matthias masih diam. Tangan kirinya mengepal, menahan sesuatu. Marah ... dan rasa bersalah yang menyeruak, menghimpit dadanya. “Kau orang terdekatnya, kan? Harusnya kau tau!” Binar berdiri, mendeka

  • Terperangkap Hasrat Tuan Mafia   16. Satu nama, dua punggung

    Ruangan itu sunyi.Kecuali suara detak jam dinding yang terdengar seperti lonceng kematian untuk pria yang menggeliat kesakitan. Dante berdiri tegak, menatap dingin salah satu anak buahnya yang berkomplot dengan Vincent secara diam-diam.Wajah penghianat itu penuh luka lebam, mulutnya berdarah, dan tangan terikat ke belakang. Tubuhnya gemetar, tapi bukan karena rasa sakit.Melainkan karena tatapan Dante yang dingin, kosong, dan terlalu tenang untuk seorang pria yang baru mengetahui dirinya dikhianati.“Berapa lama kau menjual informasi padanya?” tanya Dante pelan, tapi membuat anak buahnya yang lain ikut menggigil saat mendengar suaranya. Pria itu menggigit bibirnya. “Tuan, saya—saya dipaksa. Vincent mengancam keluarg—”DORSebuah peluru menembus betis pria itu, menciptakan jeritan kesakitan menggema di penjara kumuh dan pengap. Dante tetap tenang. Matanya tetap menatap tanpa memperlihatkan emosi apapun. “Kau berkhianat. Aku tak peduli siapa yang mengancammu. Kau tetap memilih untu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status