Share

Chapter 135

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2025-02-07 23:59:40

The Underground Exchange, meski itu tempat tersembunyi, tempat itu tak pernah sepi. Semakin malam, tempat itu semakin ramai.

Tempat itu tersembunyi dari pandangan publik dan sering digunakan untuk kegiatan tidak sah, tempat mencari informasi, dan pertemuan rahasia antar individu.

Letaknya di bagian belakang klub, atau biasa disebut backroom. Dan tak semua orang memiliki akses untuk masuk.

Seorang memakai jubah hitam tampak memasuki area tersebut dengan santai dan tenang. Dia adalah salah satu langganan di tempat tersebut.

Dia duduk di salah satu bangku, di hadapannya terdapat seorang pria yang seperti sudah menunggunya.

Dengan gerakan perlahan, tangannya membuka penutup di kepalanya. Orang itu adalah … Julia.

Namun, orang di depannya itu terlihat biasa saja. Seakan mereka sudah terbiasa saling bertemu.

“Selamat malam, Nona,” sapa orang di hadapannya.

“Kau sudah mengamankan mobil itu?” Julia tidak mau berbasa-basi.

Pria itu menjawab, “Semua sudah saya amankan, Nona.”

Rupa-rupan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 136

    Ekspresi Henry perlahan-lahan berubah, mata yang semula penuh kehangatan, dalam hitungan detik menjadi datar dan dingin. Eva menatap Harry dengan tenang, dia sudah terbiasa dengan ekspresi seperti itu. Tak ada kejutan atau kekagetan di wajahnya, hanya sekedar kebiasaan yang sudah mengakar. Dia menyadari bahwa ucapannya itu membuat Henry sensitif. Dia tak bermaksud mencari perkara, dia hanya ingin melihat bagaimana kondisi Samuel saat ini.Apakah pria itu baik-baik saja?Setelah operasi berlangsung, dia tak lagi melihat kehadiran Samuel di sana. Padahal, pria itu biasanya lebih antusias. Dia hanya ingin mengucapkan terima kasih, karena Samuel sudah banyak membantunya. “Aku rasa itu bukan pilihan yang tepat.” Suaranya terdengar lebih datar, meskipun dia berusaha untuk tidak menunjukkannya. “Aku hanya ingin menjenguknya dan berterima kasih. Dia sudah banyak membantuku selama ini.” Eva menjawab dengan tenang, tanpa rasa takut. Tik!Tik!Tik!Suasana hening seketika, hanya terdengar

    Last Updated : 2025-02-09
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 137 Ikhlas Adalah Bentuk Cinta Luar Biasa

    “Kau sangat mencintainya, ‘kan?” Nyonya Rosie tidak terkejut. Ia bisa melihat perlakuan dan bagaimana tatapan Samuel selama ini. Wanita itu menjeda ucapannya sejenak, kemudian melanjutkan, “Tidak semua cinta harus memiliki, Anak Muda.”Samuel memandang Nyonya Rosie. Wajahnya menyimpan luka yang dia sembunyikan. Entah bagaimana wanita tua itu bisa tahu perasaan tanpa perlu menjelaskan panjang lebar. "Kadang, cinta sejati adalah tentang mengorbankan perasaan kita sendiri demi kebahagiaan orang yang kita cintai," lanjut Nyonya Rosie. "Aku pernah muda sepertimu.” Nyonya Rosie memulai untuk bercerita. "Dulu aku mencintai seseorang dengan seluruh hatiku. Tapi dia memilih orang lain.”“Benarkah, Nyonya?” kata Samuel, suaranya penuh keterkejutan. “Lalu, apa Anda menyesal sudah mencintainya, Nyonya?” tanyanya dengan penasaran.Nyonya Rosie menggeleng samar. “Tidak! Aku tidak pernah menyesal.” Dia tersenyum, mengenang kenangan yang jauh. “Aku bisa saja membencinya, atau berusaha memisahkan

    Last Updated : 2025-02-10
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 138

    Henry duduk di meja kerjanya dengan wajah serius menatap layar ponsel yang ada di tangannya. Jari-jarinya terus menggulir di atas layar, mencari yang penuh perhatian. Di atas meja, tumpukan dokumen itu tidak tersentuh, terlupakan karena dia begitu fokus pada apa yang sedang dia baca. “Cara menyenangkan hati istri” begitu judul artikel di layar ponselnya. Dia merasa ini adalah topik yang penting. Sampai saat ini, dia tidak bisa memahami perasaan Eva, dan kali ini dia mencoba yang terbaik untuk memperbaiki rumah tangganya. Dengan penuh rasa ingin tahu, dia segera menggulir layar dan membaca artikel itu dengan cermat. Artikel itu memberikan beberapa tips, dari mulai memberikan perhatian lebih, menghargai waktu, mengajak makan malam bersama, dan memperhatikan hal-hal kecil yang sepele, tapi berarti bagi pasangan. Henry mendesah pelan, beberapa dari tips itu sudah pernah dia lakukan. Namun itu tidak berhasil. Eva hanya diam, menunjukkan emosinya dan selalu menghindar. Dia kembali meng

    Last Updated : 2025-02-11
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 139

    Henry mendengus sebal. “Sudah kubilang, kau memang tidak berguna!” kata-katanya penuh sarkasme. “Saya ‘kan tidak setiap hari bersama Nyonya, Tuan. Harusnya Tuan yang lebih tahu apa saja yang disukai Nyonya Eva.” Ryan membantah. “Tugasmu sebagai Asistenku untuk apa kalau tidak mencari tahu semuanya?” Tatapan Henry begitu tajam ke arahnya. Dengan nada pasrah Ryan menjawab, “Siap salah, Tuan. Saya akan mencari tahu apa saja yang disukai Nyonya Eva.” Dia memilih pasrah, karena tahu bahwa berdebat lebih lanjut dengan Henry tidak akan membawa hasil apa pun. “Oh, iya, Tuan, begini saja.” Suara Ryan kembali terdengar penuh semangat. “Anda tahu Chef Miles, ‘kan? Nah … kebetulan dia sedang membuka kelas memasak. Mungkin Tuan bisa ikut kelasnya dan membuat masakan untuk Nyonya Eva.” “Ya sudah tunggu apa lagi? Cepat hubungi dia sekarang juga!” perintahnya. “Aku mau kelas pribadi.” Rasa semangat Ryan membara, dia senang sekali karena Henry menuruti setiap saran yang diberikan. D

    Last Updated : 2025-02-13
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 140

    Henry menggaruk kepala, sedikit malu. "Mungkin sedikit terlalu lama di atas kompor. Tenang saja, ini bisa dimakan!" jawabnya dengan suara pelan, berusaha mempertahankan semangat. Namun, ekspresinya yang canggung dan mencoba terlihat yakin, justru membuat suasana semakin konyol.Eva terdiam sejenak, rasanya ingin tertawa keras. "Kau … sudah mencobanya?" “Aku membuatkan ini untukmu, aku akan makan kalau kau sudah makan,” jawabnya dengan percaya diri. Ia memberikan piring itu pada Eva.Dia sebenarnya niat atau tidak, sih? Apa dia mengejekku menggunakan makanan ini?Eva yang melihatnya dibuat speechless. Lidahnya mendadak keluh tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Salah satu pelayannya terlihat ragu, dia melirik ke dalam piring bergantian menatap majikannya dikelilingi rasa cemas dan takut hingga akhirnya dia angkat bicara, “Tu-tuan … itu ….” Dia menghentikan ucapannya. Sejak awal, dia sudah berusaha memberitahu Henry tentang masakan itu, tapi Henry mengabaikan, enggan mendeng

    Last Updated : 2025-02-16
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 141

    Henry mengemudi dengan fokus, sementara Eva duduk tenang di sebelahnya. Mobil melaju mengikuti arus lalu lintas yang ramai, dan sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil tampak sunyi. Sesekali Henry melirik ke arah Eva, dan pada akhirnya, Henry mulai membuka suara, “Kenapa tidak izin kalau kau keluar?” Eva menoleh, mengerutkan kening. “Aku tidak mau mengganggu waktumu,” jawabnya singkat.Henry kembali bersuara, “Kenapa kau menolak pengawalan yang kuberikan untukmu?” “Aku tidak perlu pengawalan,” jawabnya santai. “Terlalu mencolok, dan itu membuatku tidak nyaman saat di luar.”Henry menghela napas panjang, matanya tetap fokus mengarah ke depan. “Aku sengaja menempatkan mereka untuk menjagamu. Anggap saja mereka tidak ada bersamamu. Keselamatanmu lebih penting.” Eva terdiam mendengar pernyataan Henry. Kata-kata itu terngiang di benaknya. Dia menoleh perlahan, mencoba mencari ekspresi di wajah Henry, tetapi pria itu tetap menatap lurus ke depan dengan wajah penuh keseriusan.Hat

    Last Updated : 2025-02-17
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 142

    Eva kembali menatap piringnya, sendok berikutnya terasa lebih lembut dan akrab. Setiap gigitan menghidupkan kembali kenangan yang hampir terlupakan di dapur ibunya. Suara obrolan ringan yang menyelingi waktu makan malam, hingga pelukan hangat yang selalu datang setelah mereka selesai makan bersama."Terima kasih," ucap Eva pelan tanpa menoleh, suaranya penuh dengan rasa syukur yang tak terucapkan.Henry memiringkan kepalanya sedikit, menatap wajahnya yang terlihat lebih tenang. “Untuk apa?”“Sudah membawaku ke sini,” jawabnya sambil menatap piringnya. “Aku hampir lupa bagaimana rasanya. Tapi akhirnya aku bisa mengingatnya lagi.” Kata-katanya begitu tulus.Sesimpel itu? Henry menghela napas perlahan, senang melihat cahaya lembut kembali ke mata Eva. Di momen itulah Henry menyadari sesuatu yang sederhana, tetapi begitu berarti. Wajah Eva yang biasanya datar dan diselimuti dengan emosi kini tampak tenang. Senyumnya yang tidak pernah muncul saat bersamanya, kini terlihat lembut dan tulu

    Last Updated : 2025-02-18
  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 143

    Pagi ini, Henry datang ke kelas memasak dengan semangat tinggi. Ruangan dapur berkilauan dengan peralatan masak yang tertata rapi. Aroma rempah-rempah yang tercium samar, memberikan suasana yang hangat dan menyenangkan."Selamat datang, Tuan Henry!" sapa Chef Miles dengan ramah.Henry mengangguk. “Apa yang akan kita masak hari ini?" tanyanya tanpa berbasa-basi. Hari ini adalah hari pertamanya untuk mengikuti kelas memasak, dan terlihat dia sudah tidak sabar untuk memasak sendiri. Chef Miles tersenyum lebar melihat antusias Henry. "Kita akan mulai dari resep sederhana, Tuan. Kita akan membuat salad segar dari sayuran dan saus sederhana. Semua bahan sudah tersedia di meja. Yang perlu Anda lakukan hanyalah mengikuti instruksi dari saya," jelas Chef Miles sambil menunjukkan meja berisi sayuran.Chef miles memilih untuk dengan sesuatu yang mudah, membuat salad sayur yang sederhana. Meski itu terbilang mudah, dia tahu betul bahwa memasak bisa menjadi hal yang membingungkan bagi pemula.H

    Last Updated : 2025-02-19

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 191

    Perlahan, Eva mengerjap. Dia tak tahu sudah berapa lama tertidur. Cahaya senja masuk melalui celah tirai, menandakan waktu sore. Sudah sore?Seketika, mata Eva terbuka lebar. Ternyata, dia tertidur dalam waktu yang lama. Dia berniat untuk bangun, tapi gerakannya terhenti saat menyadari ada tangan kekar yang melingkar di pinggangnya. Dia menoleh perlahan dan melihat sosok di sampingnya. Sudah pulang? Sunyi beberapa saat.Dia memerhatikan wajah Henry yang masih tidur dengan napas teratur dan wajah tenang. Pria itu masih mengenakan baju kantornya, dengan kancing kemeja atasnya terbuka. Saat tidur, pria ini begitu pulas seperti bayi, tapi saat terbangun, sikapnya begitu menyebalkan. Entah mengapa, pria ini membingungkan, terkadang tak masuk akal bahwa ada orang sepertinya di dunia ini. Masih dengan mata terpejam, Henry bergumam, suaranya serak khas seseorang yang baru bangun tidur. “Apa kau selalu menatapku diam-diam seperti itu?”Eva terkejut, tidak menyangka jika pria itu sudah ban

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 190

    Ryan meringis, lalu menjawab, “Tuan … apakah Anda tahu berapa banyak laporan yang saya kerjakan saat Anda liburan?”Henry menatapnya datar. “Itukan memang tugasmu sebagai Asisten,” jawabnya santai dan bodo amat. “Berarti saya tidak bermalas-malasan, Tuan ….” Ryan menjawab dengan suara merendah. “Kalau tidak malas, kenapa dokumen ini masih menumpuk di mejaku?” Henry ngotot menyalahkannya.Ahirnya Ryan terdiam sejanak, meratapi nasibnya. Dalam lubuk hatinya, dia bertanya-tanya, kenapa hari ini Henry begitu menyebalkan? Biasanya, bosnya itu biasa saja mengatasi semua dokumen itu dan asik tenggelam dalam pekerjaannya. Namun, kenapa hari ini berbeda sekali? Dia seperti serba salah di mata Henry. Pasti gara-gara tadi pagi aku menerornya!Tapi, itukan karena Nyonya Besar. Kenapa tidak marah saja padanya? “Baiklah, maafkan saya, Tuan,” katanya pasrah.Tak ada yang menang berdebat dengan Henry. Henry menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Matanya melirik ke arah ponselnya yang ada di s

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 189

    “Kurang ajar sekali mereka mengganggu waktuku!” gerutunya, di selah-selah memasang dasinya. Waktu paginya yang indah itu terganggu, semua orang menghubunginya dengan hal-hal yang tidak penting menurutnya. Dia merasa belum puas menghabiskan waktu bersama Eva.Benar-benar menyebalkan!Eva mendekat, mengambil alih untuk mengikat dasinya. “Mungkin ada hal yang benar-benar mendesak,” katanya dengan suara menenangkan. Pandangan matanya turun menatap Eva. Dia meletakkan tangannya di pinggang istrinya dengan nyaman. Hanya butuh satu menit dasi itu terpasang dengan rapi. Eva mendongak, matanya bertemu mata gelap Henry. “Jangan terlalu keras pada dirimu, kau baru saja sembuh,” katanya penuh perhatian. Henry menarik napas panjang. “Kau tidak mau menahanku?”Eva memandangnya malas. Pria ini mulai bersikap dramatis. “Untuk apa?”Seketika Henry memasang wajah serius. “Kau benar-benar tidak peka dengan keadaan.”Eva mengedipkan matanya cepat. “Memangnya apa yang harus kulakukan?” Wajah Henry s

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 188

    Pagi menyapa dengan cahaya lembut menyusup dari celah gorden. Henry dan Eva masih tertidur pulas. Kehangatan masih terasa di antara mereka, sisa dari kebersamaan yang baru saja terjadi semalam. Eva membuka matanya perlahan, mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya dia benar-benar terbangun. Kedua matanya mencerna suasana kamar yang begitu asing. Di mana ini?Dia belum sepenuhnya sadar. Hingga dia merasakan tangan kekar memeluk tubuhnya. Dia menoleh. Di sampingnya, Henry masih tertidur pulas. Deru napasnya terdengar begitu teratur. Henry? Butuh tiga detik untuk mencerna hingga dia benar-benar sadar dengan kejadian semalam. Dia mengangkat selimut dan melihat ke dalamnya. Rona merah mulai terlihat di pipinya. Dia malu, dan segera menarik selimut untuk membungkus kepalanya. Pergerakannya itu membuat Henry terbangun. Mata Henry masih setengah terpejam, ekspresi khas seseorang yang baru saja terbangun. Dengan mata setengah terbuka itu, dia bisa melihat gundukan selimut di depannya.

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 187

    Dengan satu gerakan cepat, Henry mengangkat tubuh Eva, merasakan betapa ringannya tubuh itu dalam dekapannya. Eva begitu terkejut ketika tubuhnya terangkat begitu saja. Matanya menatap Henry dengan penuh kebingungan. “Apa yang sedang kau lakukan?” “Yang kulakukan …?” Henry tersenyum penuh makna. Tanpa menjawab lagi, dia membawanya menuju tempat tidur. Henry membaringkan tubuh Eva perlahan. Eva merasakan jantungnya mulai berdetak lebih kencang saat ini. Suasana hening sejenak sebelum akhirnya Henry meraup bibir Eva. Awalnya ragu-ragu, tapi semakin lama, semakin dalam dan penuh hasrat. Tindakan itu begitu cepat. Eva yang sedikit terkejut kini memejamkan kedua matanya, merasakan gelombang hasrat yang Henry ciptakan. Kali ini, Henry seperti tidak memberikan ruang lagi untuk mereka berjarak. Kemudian, bibirnya turun perlahan menyentuh leher Eva.Eva bisa merasakan hembusan napas berat menyentuh kulitnya. Dia mencoba mendorong tubuh Henry, tetapi, Henry menarik tangannya ke atas kep

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 186

    Eva membalas dengan tatapan bingung. “Kenapa? Apa kau perlu sesuatu?”Henry hanya diam, dan tatapan mata yang masih tertuju pada Eva.Dia kenapa? Apa ada yang salah?Eva berdehem pelan. “Aku ambilkan makan malam untukmu.” Dia bersiap untuk bangkit dari duduknya.Namun, dengan gerakan cepat, Henry menariknya, membuatnya terduduk kembali. Akan tetapi, kali ini ia terduduk di pangkuan Henry. Saat itu, jantungnya berdetak lebih kencang, antara rasa terkejut dan tatapan dalam suaminya padanya. “Kenapa kau buru-buru sekali?” Suaranya pelan dan sedikit serak. “Aku hanya ingin mengambilkan makanan untukmu.” Eva sedikit gugup dan mengalihkan pandangannya lurus ke depan. “Jangan seperti ini. Tidak enak jika pelayan melihatnya.” Dia berusaha bangkit, tapi tangan Henry menekan pinggangnya, memaksanya untuk tetap tinggal. “Memangnya kenapa jika mereka melihat?” jawabnya dengan acuh tak acuh. “Mereka tahu kalau kau Istriku.” Eva menoleh.Pria ini memang benar-benar keras kepala dan tidak ped

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 185

    “Ayolah … tidak ada yang salah jika kita melakukannya. Kenapa wajahmu seperti itu? Kau bahkan sering menuntut lebih,” ucapnya dengan penuh percaya diri.Tatapan mata Eva menjadi tajam. Pria ini benar-benar tidak punya malu dan terlalu percaya diri!Pintar sekali membalikkan fakta!“Racun itu bersarang di perutmu, tapi kenapa jadi otakmu yang bermasalah?” Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Eva. Ekspresinya yang datar dan tanpa emosi itu membuat setiap kata yang diucapkan terdengar lebih tajam dan menusuk. Henry tidak mau kalah. Dia terus melayangkan serangannya menggoda Eva. “Aku hanya bicara sesuai fakta.” Eva membantah cepat, “Tapi fakta yang kau katakan justru sebaliknya.” “Coba katakan di mana kebohongannya? Setiap kau membalas, aku selalu kuwalahan.” Eva terdiam. Melihat wajah dan senyum nakal Henry itu membuatnya semakin jengkel. Rasanya dia ingin keluar dan mengambil sesuatu untuk memukul kepalanya yang sedang bermasalah. Dasar pria mesum!“Aku rasa, racun itu

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 184

    Dua hari kemudian.Lawson menutup teleponnya, lalu mengambil mantel panjangnya dengan tergesa-gesa. Sophia mendekat, memasang wajah penasaran. “Papa mau ke mana? Ada kabar apa?”Gerakannya saat memakai mantel tampak terburu-buru. “Papa mau ke Dermaga. Kepala Koki menjadi tersangka dari insiden kemarin.”“Kepala Koki?” Mata Sophia terbelalak lebar. “Papa pergi dulu, ya.”“Mama ikut!” Sophia menyambar tas, kemudian berlari mengejar langkah suaminya. ****Dermaga. Di tengah suasana tegang, kepala koki itu terlihat berlutut, dengan suara gemetar. Dia menahan tangis, dan memohon ampunan di depan orang-orang yang berjejer penuh kekuasaan, memandang ke atas dengan tatapan penuh harap. “Saya berani bersumpah, saya tidak pernah melakukannya.” Salah satu tim keamanan itu menjawab dengan penuh otoriter, “Simpan semua jawabanmu itu, kita tunggu Tuan Lawson datang.” Kepala koki memegang ujung bajunya dengan tangan gemetar, dia terus memohon, tetapi tak ada seorang pun yang bergeming, maupun

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 183

    “Itu ….” Dengan sekuat tenaga, Henry mengangkat kepala, mendekat, lalu menempelkan bibirnya di atas bibir Eva, memberikan ciuman yang lembut tanpa terburu-buru atau memaksa. Dia memberikan jeda satu detik. Namun, detik berikutnya dia sedikit menekan kepala Eva.Ciuman yang semula lembut itu perlahan semakin dalam. Eva yang mencoba mengimbangi irama Henry itu kini dibuat kuwalahan. Tangannya bergerak, mencengkeram baju yang dikenakan oleh Henry. Suasana di antara mereka semakin memanas, bukan sekedar hasrat, tetapi seperti pengakuan diam-diam tentang rindu yang tertahan, luka yang perlahan sembuh dalam pelukan. Ruangan itu hanya berisi helaan napas yang mulai tak beraturan, dan ciuman itu masih terus berlanjut, menghapus batas logika di antara keduanya. Henry melupakan kondisinya. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah, menciptakan momen bersama istrinya. Dia menginginkan lebih. Ciuman itu bergerak perlahan ke leher Eva. Namun, tidak lama ciumannya terhenti karena Eva menarik

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status