Share

Enam

Author: Puspita
last update Last Updated: 2022-03-14 21:27:03

"Yang sabar ya, Nak Mila," ucap Bu Asih ketika berpapasan denganku di depan rumah.

"Ada apa?" Sungguh aku tak mengerti mengapa tetanggaku itu berkata begitu. Sebenarnya hati ini ingin sekali bertanya lebih banyak. Namun, karena waktu yang sudah mepet, aku harus menahannya dulu.

Alhamdulillah, walau pikiran ini melayang saat naik sepeda tadi, gara-gara masih kepikiran kata-kata Bu Asih, "Yang sabar ya, Nak Mila" memang ada apa? Ih! Gemes deh!

****

Hari ini terasa sangat panjang dan lama, apalagi gak begitu banyak pelanggan yang datang, semakin membuat hariku kurang bergairah.

Aku hanya melirik sekilas ketika kurasakan sesuatu yang dingin menempel di tanganku.

"Napa sih? Lesu banget hari ini?" tanya Ari temanku, wanita yang masih senang melajang itu memberikan sebungkus es tebu padaku.

"Ar--" Aku mengurungkan niat untuk bercerita padanya. Rasanya malu jika harus mengumbar masalah rumah tangga kita.

"Kenapa sih?" Ari semakin penasaran, jiwa keponya meronta-ronta.

"Gak jadi ah," pungkasku.

"Ya elah, Mil. Kayak sama siapa aja? Padahal ini yang kunanti selama ini. Rumah tanggamu kan selama ini adem-ayem aja, kayak pengantin baru terus, jarang bertengkar, eh tiba-tiba kok kamu kelihatan sumpek banget, pasti ada sesuatu ini. Ayo cerita aja, aku siap kok menjadi pendengar yang baik," ocehnya panjang dan lama kayak coki-coki #eh.

"Gak ada," sahutku lalu kembali meletakkan kepala di atas meja.

"Mila! Yaelah. Beneran gak mau es tebunya?" Aku menggeleng.

"Mau soda gembira, biar kembali ceria." Aku tersenyum setelah mengucapkannya. Kira-kira dia mau gak ya membelikan untukku?

Hening tak ada jawaban hanya detik jam yang terdengar bak irama pengiring hati yang merana.

****

"Ni, nanti gelasnya kamu yang balikin." Mataku berbinar melihat sesuatu di dalam gelas dengan ukuran jumbo itu. 

Seolah mendapat kekuatan, gegas aku meraih gelas lalu mengangkat kemudian mendekatkan ke mulutku. Alhamdulillah ... MasyaAllah seger banget. 

****

"Mil, kalau pulang jangan lupa gelasnya ya!" seru Ari yang lebih dulu pulang karena sudah dijemput adiknya.

Aku hanya mengacungkan jempol, tanda kalau pasti beres. Setelah merapikan semua peralatan dan menutup pintu serta menguncinya. 

"Ini, Bu. Gelasnya terima kasih ya ...." Tak lupa kupersembahkan senyum terbaik untuk Ibu War pemilik warung es. 

Sepertinya ada yang aneh, wanita tambun itu masih saja memandangku dengan tatapan yang menghujam langsung ke manik mataku.

"Bayar dulu, Neng. Terima kasih belum jadi alat transaksi," ucapnya mak jleb ke hatiku.

Aku sempat membuka lebar mata serta mulutku mendengarnya. Tanpa menunggu lebih lama, segera mengeluarkan lembaran berwarna ungu dari saku rok yang kupakai.

"Ini, Bu. Maaf ya, kukira tadi sudah dibayar sama temanku. Maaf ya ... em masih ada kembaliannya tidak?" tanyaku hati-hati.

"Eh, ini pas Neng. Tadi temannya ambil gorengan," balasnya tanpa melihat ke arahku. Tangannya sibuk meracik beberapa macam es dalam gelas. 

"Oh ya, sudah. Mari, Bu. Permisi ...." Sepertinya dia tak dengar kata pamitku, buktinya dia gak menyahut.

"Iya, Neng. Makasih ya." Aku tak menyangka dia membalas walau agak terlambat.

****

Kukayuh sepeda mini ini dengan perasaan yang lebih ringan dari pada pas waktu berangkat tadi. Sampai di warung Mbak Na, aku berhenti untuk membeli kebutuhan untuk besok. Kebetulan di sana ada beberapa ibu-ibu yang lagi belanja juga.

"Baru pulang, Mil?" tanya Mbak Sari. Ketika aku melewatinya.

"Iya, Mbak," balasku sambil tersenyum.

"Mil, siapa sih wanita yang ada di rumahmu itu?" Sekarang giliran Mbak Rahma yang bertanya.

Aku memandangnya sekilas lalu kembali sibuk memilih beberapa sayuran.

"Oh, itu istrinya temannya mas Aryo, Mbak. Namanya Ratih, beberapa bulan yang lalu suaminya mengalami kecelakaan," jawabku.

"Oh ... hati-hati ya, Mil. Pokoknya kamu jangan sampai lengah, jaga baik-baik suamimu," pesannya. Aku sempat menyunggingkan senyum mendengarnya.

"Eh, dikasih tahu malah senyam-senyum," sewotnya.

"Iya-iya, Mbak. Terima kasih sudah diingatkan. Mereka gak lama kok. Kalau sudah menemukan kost atau kontrakan yang cocok mereka akan segera pergi. Terima kasih ya ...," ucapku sungguh-sungguh.

"Iyaaaa," balasnya sambil mengangguk.

"Sudah, Mbak. Berapa punyaku?" Mendengar pertanyaanku, Mbak Na segera mengambil kolkulator untuk menjumlah belanjaaku. Setelah selesai aku pun pamit pada mereka semua yang ada di warung.

****

Dari kejauhan bisa kulihat ada seorang sedang duduk di teras rumah, seorang wanita paruh baya.

"Ibuk?" Spontan aku bertanya sendiri. Gegas kukayuh sepeda lebih cepat.

"Ibu ...." Segera aku menghampiri wanita yang sudah melahirkan lelakiku itu. Wanita paruh baya yang masih kelihatan cantik itu berdiri menyambut diriku, segera meraih tangannya kemudian menciuminya dengan takzim. Setelah itu baru kami berpelukan.

"Sudah lama? Kok gak kasih kabar dulu, kan aku bisa jemput di terminal, Bu." 

"Kan mau beri kejutan, Mil. Eh malah ibu yang terkejut," sahutnya.

"Maks--"

"Silakan diminum, Bu." Tiba-tiba Ratih sudah membawa nampan berisi dua gelas, satu air dan satu teh hangat.

"Oh, iya, Bu. Ini Ratih, istrinya teman mas Aryo. Untuk sementara mereka akan tinggal di sini." Aku menjelaskan pada ibu, tentang keberadaan Ratih.

"Oh iya, Mil. Ini ibu ada oleh-oleh untuk kamu." Wanita itu tak menggubris, beliau malah menyerahkan buah tangan padaku.

"Alhamdulillah ... terima kasih, Bu. Sudah repot-repot bawain Mila oleh-oleh," ucapku.

"Iya, dong. Kamu kan mantu kesayangan ibu," sahutnya. Ada yang aneh dari sikap ibu, mertuaku itu sama sekali tak menganggap jika ada Ratih di sini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • WANITA YANG DIBAWA PULANG SUAMIKU    Dua puluh tiga

    Untuk kalian yang ada diluar sana, jadilah manusia yang bijak. Jangan melukai orang lain, jika kamu tak ingin terluka.Terima kasih untuk semua yang sudah membaca cerita ini, semoga bisa diambil hikmahnya. Aamiin Aamiin Aamiin ...***Malam ini aku kembali merenung, memilih berdiri di ambang jendela yang terbuka. Dari sini aku bisa melihat terangnya cahaya bulan purnama. Pikiran ini benar-benar tak tenang semenjak kunjungan mas Aryo ke sini."Lagi mikirin apa?" tanya Mas Bayu yang tiba-tiba sudah memeluk tubuh ini dari belakang. Lelaki itu berbicara tepat di telingaku, seketika membuat bulu romaku berdiri."Aku kepikiran sama dia, Mas. Bagaimana kalau lelaki itu berniat mengambil Lintang dariku?" Aku mengutarakan isi hatiku pada mas Bayu."Kamu gak usah khawatir, Sayang. Percayalah aku akan selalu melindungi kalian berdua." Mas Bayu menjeda kalimatnya, untuk mengecup pipiku sekilas."Bagaimanapun juga Aryo itu ayah kandungnya. Jadi ... Aku mengizinkannya untuk menengok Lintang sebulan

  • WANITA YANG DIBAWA PULANG SUAMIKU    Dua puluh dua

    "Maaf, Nak Mila. Sepertinya ada yang harus diluruskan di sini," ucap seseorang dengan suara berat.Aku dan mas Nano sama-sama menoleh ke asal suara. Ada seorang bapak-bapak dengan kopiah khas berwarna putih."Maaf, Bapak ini siapa?" tanya mas Nano."Saya orang yang dimintai tolong oleh nak Aryo. Perkenalkan nama saya Husain," sahutnya sambil mengulurkan tangannya pada mas Nano."Saya Nano, kakaknya Mila. Mari silahkan masuk dulu. Ayo, Mila. Cuma sebentar saja," bujuknya, saat aku menolak ikut masuk ke rumah.****"Sebelumnya, cerai (talak) dalam Islam terbagi dua macam, ya Nak," ucap Pak Husain mengawali obrolan, setelah kami sudah duduk di ruang tamu. Semua menyimak termasuk Aryo dan Ratih."Yang pertama talak Sunni, yaitu talak yang dilakukan sesuai prosedur syariat. Yang kedua talak Bid’i, yaitu talak yang tidak sesuai prosedur syariat." Pak Husain berhenti sejenak, Pria dengan janggut tipisnya itu mengambil napas panjang sebelum kembali menjelaskan."Begini, Nak Aryo. Mentalak ist

  • WANITA YANG DIBAWA PULANG SUAMIKU    Dua puluh satu

    Bunyi pintu dibuka kasar membuat kami semua menengok ke asal suara. Di sana sudah ada Mas Aryo yang sedang berdiri di tengah pintu."Mila!" Lelaki itu berseru. Rahangnya mengeras karena sedang menahan amarah.Semua yang berada di sini terdiam untuk sesaat kerena melihat kedatangan mas Aryo yang tiba-tiba. Tak lama kemudian datang istri sirinya, kini mereka sudah berdiri berdampingan. Seperti biasa Ratih akan menggandeng lengan mas Aryo. Seakan ingin menegaskan kalau dia yang berhak atas diri lelaki itu."Mila, apa yang sudah kamu lakukan pada Ratih?!" tanyanya geram, tatapan matanya tepat menghujam manik mataku, seolah diri ini sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal."Apa? Emang apa yang kulakukan padanya?" Jujur aku masih kurang faham dengan maksud pertanyaannya."Kamu boleh tak menyukainya, tapi jangan bersikap seperti preman. Mila, aku ini tetap suamimu, jadi gak usah cemburu sama Ratih! Mengertilah ... aku akan berusaha bersikap adil pada kalian," sahutnya dengan percaya diri

  • WANITA YANG DIBAWA PULANG SUAMIKU    Dua puluh

    "Kamu ... mau kan, bertahan? Kita coba dulu menyadarkan Aryo," lanjutnya.Demi Allah aku sampai tersedak mendengar kalimat yang keluar dari mulut Ibuku.Setelah batuk akibat tersedak tadi reda, kini aku tengah memandang ibu yang sedang tersenyum."Ibu ... Boleh gak orang hamil dicerai?""Ibu juga kurang faham, Mil. Tunggu ibu punya seorang teman yang mengerti tentang masalah seperti ini, mungkin dia bisa memberikan masukan dan memberi jalan keluar," jawab ibu. Wanita yang masih gesit di usianya yang tak muda lagi itu bangkit."Mau kemana, Bu?""Ambil ponsel. Tunggu ibu akan segera kembali. Jangan keluar kamar dulu, oke?" pesannya sebelum meninggalkan kamarku.Aku hanya tersenyum dan menyatukan jari jempol dan jari telunjuk hingga membentuk huruf O.Kembali aku merenung, apa keputusanku ini sudah tepat?"Ya Allah tolong hamba, tunjukkanlah jalan yang terbaik untukku." Selalu kupanjatkan doa di setiap tarikan napas ini.Banyak yang bilang dengan kita rela dan ikhlas dimadu, balasannya

  • WANITA YANG DIBAWA PULANG SUAMIKU    Sembilan belas

    Setelah aku sampai di sana, akan kupastikan kalau aku tak akan keluar dari sana. Itu rumah suamiku, jadi akan menjadi milikku juga istri satu-satunya mas Aryo."Tunggu kedatanganku, Mila," gumamku. Aku benar-benar gak sabar menunggu nanti malam.***Kedatangan kami disambut oleh Mila. Aku sendiri sedikit terkesan dengan penampilannya, dia nampak berbeda. Wajahnya kelihatan semakin berseri, begitu juga dengan bentuk badannya yang kelihatan sedikit berisi tapi nampak se*si. Seperti ada aura yang sangat baik di dirinya.Tak kusangka mas Aryo langsung menghambur memeluknya. Tentu saja itu membuatku cemburu dan jengkel. Sepertinya jalanku akan lebih mudah, karena Mila sudah melakukan penolakan pada mas Aryo dengan mendorong tubuh suamiku itu, dengan segera aku menggandeng tangannya.Mas Aryo memaksaku untuk mengatakan yang sebenarnya pada Mila, kalau yang mengirim pesan bukanlah dia, tapi aku. Saat seorang laki-laki yang dipanggil mas Nano itu pamit masuk ke dapur untuk menemui ibunya."Ce

  • WANITA YANG DIBAWA PULANG SUAMIKU    Delapan belas

    Pov Ratih Aku sungguh terkejut bercampur kesal mendengar kabar kalau mas Agus mengalami kecelakaan dan sudah dibawa ke rumah sakit. "Kenapa bisa kecelakaan sih? Kalau sudah begini siapa yang susah? Apa-apa gak bisa hati-hati. Apa tadi kata Pak Polisi? Parah? Oalah Agus! Agus! Belum juga membuat hidupku bahagia kamu wes kena musibah, Gus ... Agus. Apes!" omelku sepanjang aku berkemas beberapa barang yang akan kubawa ke rumah sakit. "Bang, anterin ke rumah sakit," pintaku pada tukang ojek yang standby di pos kamling. "Siapa yang sakit, Mbak?" tanyanya kepo. "Mas Agus kecelakaan," sahutku sambil menerima helm darinya. "Innalilahi, di mana kecelakaannya, Mbak?" Pak ojek malah ngajak ngobrol. "Kurang tahu, Pak. Udah ah! Ayok cepetan!" sungutku. "Iya, iya. Ayo, Mbak. Duh, kasihan si Agus. Mudah-mudahan selamat tidak terjadi apa-apa," Pak ojek berdoa sambil menjalankan motornya. "Terima kasih, Bang. Ini, aku cuma punya duit segitu, Bang. Terima aja ya." Aku tak ped

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status