Nita bermaksud untuk memperkaya dirinya sebelum bercerai dari Kun Hartadi—suaminya yang juga seorang konglomerat. Namun, serentetan peristiwa tragis terjadi di hadapannya. Tak disangka, perselingkuhan suaminya menyeret Nita ke dalam dunia yang kejam. Rasa sakit hatinya mendorong Nita untuk tetap bertahan di dunia penuh kekejaman itu, sambil terus berusaha menjalankan misinya. Akankah Nita berhasil membuat suaminya melarat, atau malah sebaliknya ... dialah yang melarat?
Lihat lebih banyak“Papa gak tahu perselingkuhan ini akan membuat Mama marah,” ucap suamiku dengan begitu entengnya.
Tumpukan baju yang sedang kupindahkan ke dalam koper ini, adalah saksi bisu atas kemarahanku pada Mas Kun—suamiku.
Sepuluh tahun sudah aku menjadi istrinya, dan selama itu pula dia selingkuh di belakangku. Entah dari mana datangnya seorang pelakor bernama Renata. Yang jelas, selama ini mereka selalu bermain rapi tanpa meninggalkan jejak.
Hanya kasih sayang Tuhan lah yang mengungkap perselingkuhan mereka. Tiga jam yang lalu, tiba-tiba aku ingin mengunjungi sebuah coffeeshop baru di kotaku. Padahal, aku bukanlah pecinta kopi, bahkan menghirup baunya pun sudah membuatku mual. Namun, tadi pagi tangan-Nya seolah menggugah hasratku untuk memesan secangkir moccachino dan duduk manis di kursi nomor tiga belas, tatkala kulihat suamiku menggandeng tangan seorang wanita di depan mataku!
“Mas Kun?!” Pita suaraku hampir putus saat meneriaki lelaki berbadan kekar itu.
Semua mata tertuju padaku.
Tak pikir panjang, langsung kutarik tangan suamiku dan kuhempaskan pelakor—yang belakangan kuketahui bernama Renata— hingga dia jatuh tersungkur, kepalanya membentur meja.
Kubawa paksa suamiku pulang ke rumah.
Dua hal yang membuatku beruntung. Pertama, adalah menikahi Mas Kun. Dia seorang konglomerat, kesuksesannya sudah diraih ketika dia masih muda. Menjadi istrinya adalah nasib baik. Aku yang tadinya melarat mendadak jadi sosialita dengan jadwal arisan padat merayap. Tak hanya itu, dengan jatah bulanan yang diberikan Mas Kun, aku bisa membangun bisnisku sendiri. Menikahinya, adalah salah satu jalan menuju kaya raya.
Akan selalu ada orang yang menginginkan posisi ternyaman kita saat ini. Ya, pepatah itu benar adanya. Renata adalah contoh nyata. Dia mengganggu hidup nyamanku dengan menggunakan jurus rayuan mautnya pada Mas Kun.
“Sejak kapan kau lakukan ini, Mas?” Kudorong tubuhnya, tapi tak membuatnya mundur sama sekali.
“Nita, dengarkan aku. Kau tak berhak marah atas perselingkuhanku. Aku telah memberimu segalanya! Hidupmu yang serba enak ini, adalah hasil kerja kerasku. Sekarang, izinkan aku bersenang-senang. Sebentar saja. Hanya sebentar!” ucapnya seraya merentangkan tangan, mencoba memelukku.
Kudorong lagi tubuh kekar itu. Merasa jijik dengannya. “Sepuluh tahun. Kau bilang ‘hanya sebentar’?! Kau telah berhubungan dengannya selama itu, sejak pernikahan kita!” Kuteriaki dia semauku sambil melempar tumpukan struk belanja dari berbagai toko, restoran, hotel, dan masih banyak lagi!
Mas Kun adalah orang yang sangat rapi, bahkan dia selalu menyimpan segala macam bukti transaksi pengeluaran uangnya. Dan tumpukan struk itu disimpannya dalam sebuah pouch hitam, lengkap dengan alat kontrasepsi pria di dalamnya. Baru saja aku menemukannya di lemari pakaianku, ketika aku hendak memindahkan semua bajuku ke koper. Mungkin dia lupa menaruhnya di sana. Atau mungkin karena mabuk, dia jadi salah membuka lemari, karena lemariku dan lemarinya bersebelahan. Aku ingat, malam lalu mencium bau alkohol ketika dia pulang kerja.
“Dari mana kau dapat semua ini?” Mas Kun terkejut saat menerima tumpukan struk yang kulempar barusan.
“Semua terbongkar begitu saja, Mas! Hotel Crown tanggal 15 Januari 2020, sepuluh tahun yang lalu. Kau pergi bersama wanita itu dan menghabiskan beberapa malam di sana. Malam itu harusnya menjadi malam bulan maduku bersamamu. Tapi kau malah menghabiskannya bersama wanita lain! Lihat tanggal di struk check-in itu, di situ ada lipstik bekas kecupan bibir wanita! Kau bahkan menyusun bukti transaksi itu dengan urut sesuai tanggal, bulan, dan tahunnya!”
Air mataku mengalir deras. Terisak, tersedu-sedu. Dia selalu bilang, dia mencintaiku sepenuh jiwanya. Setiap pagi bahkan menjelang tidur, selama sepuluh tahun pernikahan kami, tak pernah sekalipun dia absen mengucapkan kata-kata itu.
Sekarang setelah semuanya terbongkar, aku merasa menjadi wanita paling bodoh di dunia. Termakan kata-kata palsu seorang konglomerat yang jadi suamiku ini.
Dan kali ini, baru pertama kali aku melihatnya mati kutu. Badannya jatuh lunglai, dia berlutut di hadapanku. “Maafkan Papa,” ucapnya. Kini, dia memanggilku ‘Mama’ untuk mengingatkanku, bahwa aku adalah ibu dari anaknya.
“Aku tak bisa memaafkan perselingkuhan!” tegasku.
“Tapi semua ini juga salahmu, Ma! Kau selalu sibuk dengan jadwal arisanmu, liburan dengan geng sosialitamu, hingga Bobbi pun selalu kau titipkan dengan pengasuh. Aku, dan bahkan anak kita, selalu tak mendapatkan waktu kebersamaan denganmu.” Pembelaannya cenderung menuduhku.
Sebuah alasan yang tak masuk akal. Dia bahkan mulai berselingkuh sehari setelah pernikahan kami, jauh sebelum aku mengenal dunia sosialita. Dan sekarang aku mengerti, mengapa dulu dia selalu mendorongku untuk memiliki banyak kegiatan di luar, hingga mengenalkanku dengan gemerlapnya dunia kelas atas itu. Dia bahkan menggaji seorang pengasuh untuk membantuku mengurus Bobbi, agar aku bisa leluasa berkegiatan bersama teman-temanku. Semua itu dia lakukan agar aku sibuk dengan duniaku sendiri, dan dia bisa bersenang-senang bersama Renata.
“Kau tak pernah berubah! Kau selalu membolak-balik fakta setiap kali melakukan kesalahan. Jelas kau yang berulah, malah aku yang kau salahkan!” jawabku tak terima. “Aku akan pulang dan membawa Bobbi bersamaku. Kita urus perceraian nanti!”
Mas Kun menahan langkah kakiku. Dia mempertanyakan kesungguhanku untuk pergi dari rumahnya.
“Apa kau yakin, Nita? Kau akan kembali hidup melarat jika bercerai denganku,” ucapnya.
Ia benar-benar murka ketika menemukan alat kontrasepsi milik Rey dan langsung membuangnya ke wajahku.“Berani-beraninya kau mencoreng wajahku! Jadi selama ini kau selalu membagi tubuhmu dengannya, hah?! Kau telah menjatuhkan harga diriku!” hardik Mas Kun sambil menendang dadaku.Dia memperlakukanku sama seperti aku memperlakukan Renata dahulu. Dari mulai membuatku jatuh tersungkur hingga menendang dadaku. Semua itu pernah kulakukan pada wanita binal itu. Hatiku panas, menganggap perlakuan Mas Kun padaku sebagai bentuk membalaskan dendam Renata. Aku bangkit dan dengan berani menghadapinya, kulupakan sejenak rasa sakit di kening dan dadaku.“Coba lihat dirimu sebelum meenilaiku. Pantaskah kau marah setelah mendapatkan pembalasan atas perselingkuhanmu dengan Renata?” Aku menantangnya. “Kau telah berselingkuh dengannya dan mencoreng wajahku di hadapan teman-teman sosialitaku. Mereka tahu kelakuan bejatmu! Tidakkah kau memi
Rey melayangkan tinju di udara, mungkin kesal karena aku tak tahu password itu. Dia mengusap-usap dagu dengan jari tangan dan menggigit bibirnya, seperti sedang berpikir keras.Tak sengaja pandangannya beredar ke seluruh dinding dan menemukan foto-foto yang dikirim Mas Kun terpajang rapi. Ia menunjukkan ekspresi cemburu dengan menatapku dalam-dalam. Rey telah berubah jadi kekasihku lagi."Aku tak suka kau memajang foto-foto ini!" katanya, ketus.Rey melepas foto itu satu per satu. Sementara aku tak ingat kapan pernah memajang foto itu di sini.Sejenak Rey berhenti, seperti teringat hal penting. "Apa ada sesuatu yang sangat erat dengan suamimu?" tanya Rey. "Misal tanggal lahir, artis favorit, nama anak, nama istri—"Aku langsung menjentikkan jari, seketika mendapat ilham tentang kemungkinan kata sandi yang dipakai Mas Kun. "Ya, Rey! Aku ada ide. Kita coba dengan nama Renata!" kataku, memotong omongan Rey. "N
Kurebahkan diri di sofa, kekhawatiran akan gagalnya rencana ini membuat pikiranku semrawut.Teleponku berdering lagi, Madame menghubungiku untuk kedua kali. Firasatku mengatakan hal buruk.“Sebuah mobil hitam mengejar mobilku. Dia sangat cepat!” ucapnya di ujung telepon dengan penuh ketakutan.“Siapa? Kau bisa lihat plat nomornya? Katakan padaku, akan ku-cek!”“Sulit, aku bahkan tidak fokus melihat jalan. Lengah sedikit saja, dia bisa menangkapku! Jika selamat, mungkin aku akan datang terlambat. Jika tidak, maka aku tak akan datang padamu sama sekali,” katanya.“Kau tidak sedang bercanda, kan? Atau jangan-jangan kau sengaja mengecohku agar bisa lari dan memberitahu Willy bahwa aku memegang chip-nya?!” Kecurigaan itu tiba-tiba muncul.Terdengar suara mesin mobil yang semakin kencang, Madame sepertinya benar-benar sedang berada dalam kesulitan. Apakah kecurigaanku salah, ataukah dia m
Ketika memasuki kamar pribadi Mas Kun, kulihat deretan foto Renata berjajar di setiap meja dan di sekeliling dinding—membentuk sebuah garis lurus yang mengelilingi kamar. Betapa terkejut dan geramnya diriku mengetahui Mas Kun masih menyimpan foto-foto Renata!“I told you. Aku belum sempat bereskan kamar ini, jadi kau pasti akan terkejut!” katanya seraya menurunkanku dari pangkuannya.Dengan memakai lingerie yang didesain mirip daster—jadi tak terlalu seksi—aku berjalan menyusuri setiap bagian kamarnya. Ini bukan saatnya menghiraukan rasa sakit hati atau pun rasa cemburuku, walau sebenarnya dadaku terasa sangat panas. Ingin rasanya kuhunjamkan pisau ke dada Mas Kun karena ia berani memajang foto wanita lain di rumah ini! Tapi, aku harus bisa menahan diri karena tujuanku adalah untuk mengambil dokumen perusahaan-perusahaannya.“Banyak sekali fotonya, Mas,” ucapku seraya berpura-pura melihat foto Renata satu per satu yang t
“Gue kangen dengan masa-masa bekerja sebagai SPG toko parfum. Dan Rey memiliki parfum yang dulu dijual di sana. Gue minta parfum itu darinya,” jawabku seraya menunjukkan parfum The Blue Lover pada Lexa.“Lo pake parfum cowok?” Lexa mengernyitkan dahi keheranan.“Apa salahnya?” tanyaku, langsung berlalu meninggalkannya di belakang.Lexa mengejarku, ia terus memanggil namun kuabaikan, merasa risih dengan pertanyaan-pertanyaannya. Perhatiannya kadang berlebihan, dia tipe yang overprotektif. Aku tak suka.Aku sedang memilih sayuran ketika Lexa menarik tanganku. “Apa?” tanyaku.“Tadi lo kemana di jam istirahat? Lo gak sama Rey, kan?”“Please, berhenti mengurusi hidup gue, Lex,” jawabku.“Nita … kenapa lo jadi berubah?”“Bukan gue yang berubah. Lo yang overprotektif!” jawabku.“Nita! Lo bener-bener berubah.
“Do you really feel good?” Rey memastikan perasaanku. “I mean, semoga kau tak merasa buruk setelah kita melakukannya barusan.”Aku termenung beberapa saat. Jujur, rasa bersalah itu pasti ada. Apalagi, baru kali ini aku melakukannya dengan pria lain.“Aku melihatmu tidak baik-baik saja. Oke, kita tak akan melakukannya lagi sampai kau benar-benar siap,” lanjut Rey.Dia bersandar ke sandaran ranjang, memperlihatkan dada bidang dan perut six pack-nya. Kami masih sembunyi di balik selimut, dan aku menjatuhkan kepalaku di dada Rey yang begitu menggoda. Saat itu juga tangan kekarnya meraih tubuhku, membenamkannya ke dalam pelukan hangat yang menenangkan.“Kenapa aku harus ragu dan merasa tidak baik, bukankah Mas Kun pun melakukan hal yang sama dengan Renata, dengan leluasa dan tanpa banyak berpikir macam-macam?” tanyaku.Rey mengecup keningku, “baguslah kalau begitu. Kau jangan khawatir, ak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen