Perfect CEO

Perfect CEO

Oleh:  Elang Wicaksono  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat
110Bab
14.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Berlian Kamarisa Evan, gadis berusia dua puluh lima tahun yang saat ini menjabat sebagai CEO Indah Jaya, perusahaan di bidang produk fashion. Berlian gadis yang selalu melakukan sesuatu dengan sempurna. Segala sesuatunya harus terlihat perfect di matanya. Tidak pernah menangis, selalu kuat mendapatkan tekanan dari mana-mana, selalu melakukan apa-apa sendiri. Berlian perempuan, tapi seolah tidak membutuhkan laki-laki di sisinya, karena ia seolah bisa menggenggam dunia dengan tangannya sendiri. Namun di balik itu, Berlian adalah gadis yang rapuh, memiliki penyakit psikologi yang parah membuat hari-harinya tampak hancur. Beberapa kali Berlian ingin menyerah dengan hidupnya, hingga pertemenuannya dengan pangeran berjas putih, membuat hidupnya kembali penuh warna.

Lihat lebih banyak
Perfect CEO Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Marilyn Mateo
enjoyed reading.
2023-07-28 10:59:36
0
user avatar
Herni
suka sama karakter Berlian,,sebagai perempuan kita mmg dituntut untuk tidak terlalu bergantung pada yg namanya laki".. kerenn paling suka sama cerita yg tokohnya cewek kuat.........
2022-04-05 11:52:45
0
user avatar
Sea dewa
Ceritanya bagus,unik yang cewek CEO
2022-03-06 21:39:17
1
user avatar
Purplerill
Ceritanya bagus ...
2022-02-24 19:08:33
3
110 Bab
1. Perfect CEO
 Seorang perempuan cantik berjalan dengan langkah tegap, dagu diangkat ke atas terkesan angkuh dan menenteng tas dengan brand terkenal, yang selalu dipakai bintang internasional. Gadis yang memakai pakaian formal itu menapaki lantai mewah perusahaan Indah Jaya. Gadis itu adalah Berlian Kamarisa Evan, CEO perusahaan Indah Jaya. Di umurnya yang masih dua puluh lima tahun, Berlian sudah menjabat tahta tertinggi perusahaan. Setidaknya sudah tiga tahun ini ia mengemban tugas yang diamanahkan oleh kakak serta kakak iparnya. Langkah kaki Berlian dan suara ketukan sepatu hak tinggi membuat beberapa karyawan yang berpapasan menundukkan kepalanya dan menyapa sopan. Berlian balas menganggukkan kepalanya. Meski Berlian bukan tipe bos yang ramah dan berbaur dengan karyawan, setidaknya Berlian bukan CEO dingin dan angkuh pada karyawannya. Hanya denga
Baca selengkapnya
2. Risa Evan
Tidak pernah terpikirkan oleh para jajaran direksi bawah mereka mendapatkan pemimpin perempuan yang sangat ambisius seperti Berlian. Pasalnya dulu saat dipimpin oleh Dario Evan, kakak Berlian, tidak terlalu menegangkan seperti ini. Suara tapakan kaki membuat wajah-wajah di ruang rapat menegang, mereka sebagai operasional perusahaan tentu mempunyai alasan untuk menolak merek baru. Namun tetap saja mereka tegang dan was-was kalau berhadapan dengan Berlian. Tiga tahun ini Berlian selalu menjadi penakluk dimanapun berada. Saat bekerja sama dengan perusahaan lain, dan perusahaan lain ketahuan melakukan kecurangan, tanpa ampun Berlian membabat habis perusahaan itu. Jangankan sama perusahaan lain, sama perusahaannya sendiri pun demikian. Kalau ada yang berlaku curang, jangan harap satu hari bisa lolos. Belum dua puluh empat jam, sudah pasti kecurangan akan tercium oleh Berlian. 
Baca selengkapnya
3. Pertengkaran
 Suara gemericik air terdengar mengalun lembut di ruangan CEO milik Berlian. Tidak hanya ada alunan gemericik air, tapi alunan piano lembut juga terdengar. Di kursinya, Berlian tengah memejamkan matanya sembari menikmati alunan musik itu yang dia putar dari audio speaker yang terletak di meja. Saat ia merasa stres, itulah salah satu obat yang manjur digunakan. Setelah dari rapat, Berlian sudah mengerjakan tugas-tugasnya. Jam makan siang selalu dia gunakan tidur walau hanya satu jam. Kopi di mejanya masih utuh belum tersentuh, juga satu bungkus roti di sana belum jua ia makan. Berlian masih memikirkan ibunya, ia tidak paham lagi apa keinginan ibunya. Saat ia tidak mau menemui ibunya, ibunya selalu melakukan berbagai hal yang membuatnya marah. Ibunya selalu berpikir, kalau ia marah maka ia akan menemui ibunya itu. Namun ibunya sudah melak
Baca selengkapnya
4. Dokter Bara
 Berlian terjatuh, tubuh gadis itu luruh ke lantai. Mata Berlian terasa berkunang-kunang dengan kepala yang sangat berat, melihat darah segar miliknya sendiri membuatnya mual bukan main. Namun untuk menyangga tubuhnya sendiri ia merasa tidak sanggup. Sedangkan Risa, perempuan paruh baya itu menatap anaknya dengan bibir yang bergetar, kakinya turut lemas. Karena ulahnya, kini darah segar anaknya bercucuran di lantai. “Berlian, kamu baik-baik saja?” tanya Risa dengan bodohnya. Ceklek!Suara pintu terbuka membuat Risa menolehkan kepalanya. Bian dan dua orang lainnya bergegas masuk. “Bukan aku pelakunya,” ucap Risa menggelengkan kepalanya. Bian tidak menanggapi, pria itu segera menolong atasannya.
Baca selengkapnya
5. Bertemu Lagi
 “Dokter Bara, mau kopi rasa apa?” tanya Berlian menyodorkan menu pada Bara. Yang ditawari pun hanya bisa menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Bara celingak-celinguk, kini Bara seperti artis yang tengah menjadi bahan sorotan. Namun anehnya, Berlian sama sekali tidak peduli dengan tatapan orang-orang. “Pacar baru Bu Berlian, kah? Lebih tampan yang ini.” “Kayaknya memang iya. Sama Pak Deon tidak pernah begini.” “Pak Deon kalah jauh sama pria itu.” Bara menggaruk telinganya yang panas tatkala mendengar ocehan-ocehan dari orang-orang di sekitarnya. Mereka tidak berbisik-bisik, melainkan berbicara terang-terangan. Bara menutup wajahnya dengan buku menu. Mimpi apa ia semalam hing
Baca selengkapnya
6. Dokter Pribadi
 Berlian duduk tenang di tempatnya, sedangkan Dokter Bara juga mengambil duduk di samping Berlian seraya memangku Azka. Bara merasa tidak enak hati dengan Berlian yang kepalanya mendapatkan tendangan bola dari Azka. Azka adalah keponakan Bara yang sudah tidak punya orang tua dari Azka bayi. Karena Bara tidak bisa mengawasi setiap dua puluh empat jam, Azka tumbuh menjadi anak yang sangat usil. Setiap membawa bola, pasti korbannya adalah kepala orang yang terdiam. “Berlian, maafkan keponakan saya, ya,” ujar Bara yang sudah lama bungkam. “Om, aku mau minta tanda tangan Tante Berlian.” Azka merengek seraya memeluk leher omnya dengan erat. Tadi Azka sudah merengek pada Berlian agar Berlian mau memberikan tanda tangan padanya, tapi dengan angkuhnya Berlian tidak mau memberikannya. Berlian keukeuh tidak mau memaafkan Az
Baca selengkapnya
7. Kedatangan Deon
"Om, kenapa Tante Berlian kayak tadi?" tanya Azka mencubiti pipi omnya yang lumayan berisi. Saat ini kedua pria beda usia itu tengah jalan kaki menuju taman untuk mengambil motor Bara. Pria itu menggendong ponakannya yang terus usil mencubiti pipinya. "Tadi gimana?" tanya Bara balik. "Kayak gelisah banget kasih tanda tangan. Apa Tante itu setengah gila?" jelas Azka. "Tidak, Tante itu waras," jawab Bara yang setengah tertawa. Bagi Bara, Berlian tidak sepenuhnya waras. Kalau waras, mana mungkin Berlian akan menariknya dengan paksa untuk membeli kopi. Apalagi banyak karyawan gadis itu yang menatap mereka. "Aku dapat buku utuh dari Tante, pasti teman-temanku besok iri sama aku," ujar Azka dengan girang. Azka bocah yang masih lima tahun tapi sudah mengagumi sosok Berlian. Majalah Berlian selalu ada di rumahnya karena kakek dan neneknya selalu berlangganan majalah, kakeknya juga sering menceritakan sosok Berlian pada Azka ya
Baca selengkapnya
8. Meminta Kepastian
"Deon, apa yang kamu lakukan?" pekik Berlian mencoba mendorong tubuh Deon. "Berlian, jangan menguji kesabaranku lagi!" kata Deon yang kembali ingin mencium bibir Berlian. Dugh!"Akhhh!" pekik Deon dengan kencang tatkala Berlian menendang tepat ke bawah tubuh Deon. Deon jatuh terguling ke sofa, sedangkan Berlian segera berdiri. Berlian mengusap pipinya yang bekas ciuman Deon, gadis itu menatap Deon dengan tajam. Meski ia sudah pacaran lama dengan Deon, Berlian tidak mau bersentuhan secara lebih. Berlian sangat menjaga dirinya agar tidak kelewatan batas. "Ingat ya, Deon. Sejak kita pacaran aku sudah mengatakan padamu, aku gak akan mau rugi apapun. Termasuk kamu yang menyentuh tubuhku sembarangan. Kamu saja sulit ditemui, sekarang sekali bertemu kamu sudah kurangajar," oceh Berlian menunjuk-nunjuk Deon. Deon terdiam, pria itu masih memegangi area tubuh bawahnya yang sakit. Berlian memalingka
Baca selengkapnya
9. Sulit Digapai
Alasan Berlian menerima Bara menjadi dokter pribadinya karena dia menyukai pria itu sejak pertama kali membaca biografinya. Suka dalam artian hanya suka, bukan rasa suka seperti ia menyukai pacarnya. Terlihat dari biografi dan foto Bara, terlihat Bara baik hati. Hari ini Berlian bersiap untuk ke rumah sakit swasta, gadis itu sudah memakai pakaian lengkapnya. Berlian mengambil kopi instan dalam lemari pendingin dan meneguknya untuk sarapan. "Mau kemana?" tanya seorang pria yang hanya bertelanjang dada dan hanya handuk sebatas pinggang yang menutupi tubuh bagian bawahnya. Semalam Deon menginap di rumah Berlian dan tidur di ruang tamu. Pria itu kini mendekati Berlian dan memeluk tubuh gadis itu dari belakang. "Kok udah rapi? Mau kerja?" tanya Deon lagi. "Iya," jawab Berlian. "Bisa gak sih kalau sarapan itu makan nasi? Setiap hari kamu hanya minum kopi. Itu gak baik buat kesehatan lambung kamu," ujar Deon menarik kopi yang s
Baca selengkapnya
10. Tawaran Kencan
Berlian duduk di hadapan pria yang tengah memakai kemeja biru laut dengan lengan yang digulung sebatas siku. Gadis itu menatap lekat ke arah Bara, begitu pun dengan Bara. Sudah lima menit mereka saling berpandangan, tapi dari mereka tidak ada yang mau membuka suaranya. Bara mengetuk-ketukkan ujung jarinya ke meja, pria itu tengah mengamati Berlian yang sepertinya tidak terlalu fokus. Bara menggeser bolpoin di saku kemejanya ke arah pinggir. Hal itu ditangkap penglihatan Berlian. Dengan spontan Berlian berdiri dan menerjang tubuh Bara. Bara membulatkan matanya tatkala wajah keduanya hanya berjarak beberapa centi. Berlian menarik bolpoin Bara dan meletakkan tepat di tengah saku. Setelah selesai, gadis itu segera menjauhkan tubuhnya. Berlian berdehem kecil, sedangkan Bara menegakkan tubuhnya. "Letakkan bolpoin di tempat yang benar!" ucap Berlian. "Ini juga benar," jawab Bara menggeser kembali bolpoinya. Berlian ingin kembali membenark
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status