Wanita Penghibur

Wanita Penghibur

By:  Hitam Putih  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
27Chapters
2.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Kata orang, jika ada laki-laki yang mengajakmu berkencan tanpa mengatakan cinta, hanya ada dua kemungkinan, pertama dia terlalu cinta padamu, kedua, dia laki-laki brengsek tak punyak hati. Sepertinya kata-kata ini cukup untuk menggambarkan sosok Ray yang terlalu arogan. Caranya yang cenderung memaksa tak jarang membawa Rahma pada situasi sulit. Meski terkadang di satu sisi bisa bersikap lembut, tetapi pergi dari jerat Rayhan adalah keinginan terbesar Rahma selama ini. Akankah ia benar-benar bisa lepas dari jerat laki-laki itu? Ataukah justru terjebak pada sikap ambigu Ray?

View More
Wanita Penghibur Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
27 Chapters
Rayhan Bagaskara
"Astaga, apa lelaki itu benar-benar berniat menemuiku?"Aku mau tak mau merutuk kesal saat jam sudah menunjukkan sebelas malam, tetapi Ray masih juga tak menunjukkan tanda-tanda kedatangannya. Aku bahkan harus ekstra sabar menghadapi beberapa lelaki yang datang merayu, sementara itu Mami Berta sebagai mucikari diam-diam mengawasi sembari sesekali melihat keluar dan memencet telepon."Sudahlah, Nona, lebih baik kau temani kami. Kau tau 'kan kami orang berduit juga, tak akan kukecewakan kau dengan bayaran."Mereka masih berusaha merayu, beberapa di antara mereka bahkan berjanji akan memberikanku perhiasan bila sekali aku berbagi ranjang dengan salah satu di antara mereka, tetapi aku hanya diam, melihat keluar. Perasaan ragu itu bahkan membuatku mendadak bangkit, mendekat pada Mami Berta setelah wanita itu mengisyaratkan padaku untuk maju."Ray sepertinya tak akan datang, Nona. Mungkin dia harus menyelesaikan pekerjaannya."Ia menatap padaku, menjeda sebentar."Kau akan menerima satu di a
Read more
Kuno!
Apa dia Ray? Mataku melebar mendapati lelaki tinggi atletis tengah membelakangiku sembari menggandeng wanita berkemeja toska. Mereka memasuki bank BRI sambil sesekali bercakap-cakap. Sepatu hells-ku yang baru saja menginjak lantai mendadak terhenti. Pakaian lelaki itu kemeja abu-abu dengan lengan pendek dipadukan celana bahan hitam yang senada dengan warna sepatunya. Aku yakin itu Ray, kulit mulusnya yang berciri khas kuning langsat itu makin membuatku kenal. Yah, itu dia yang selalu bergelut dengan tubuhku tiap malam. Meski yakin, untuk beberapa saat aku hanya berdiri saja sambil menyaksikan mereka. Tubuhku sendiri sudah berbalut kaus putih dengan bagian luar blazer maroon, sudah tidak lagi memperlihatkan bagian dada, sementara kepalaku tertutupi Hijab Saudia yang cukup aku ikat bagian ujungnya. Ini penampilan yang mungkin tak akan membuat Ray kenal.Aku memilih berjalan lalu masuk dan duduk di kursi antrean. Sebelum ke tempat kerja, aku ingin mampir dan menabung dulu. Ada banyak
Read more
Ajakan Rayhan
Apa dia Ray? Mataku melebar mendapati lelaki tinggi atletis tengah membelakangiku sembari menggandeng wanita berkemeja toska. Mereka memasuki bank BRI sambil sesekali bercakap-cakap. Sepatu hells-ku yang baru saja menginjak lantai mendadak terhenti.Pakaian lelaki itu kemeja abu-abu dengan lengan pendek dipadukan celana bahan hitam yang senada dengan warna sepatunya. Aku yakin itu Ray, kulit mulusnya yang berciri khas kuning langsat itu makin membuatku kenal. Yah, itu dia yang selalu bergelut dengan tubuhku tiap malam. Meski yakin, untuk beberapa saat aku hanya berdiri saja sambil menyaksikan mereka.Tubuhku sendiri sudah berbalut kaus putih dengan bagian luar blazer maroon, sudah tidak lagi memperlihatkan bagian dada, sementara kepalaku tertutupi Hijab Saudia yang cukup aku ikat bagian ujungnya. Ini penampilan yang mungkin tak akan membuat Ray kenal.Aku memilih berjalan lalu masuk dan duduk di kursi antrean. Sebelum ke tempat kerja, aku ingin mampir dan menabung dulu. Ada banyak oran
Read more
Dia mengetahuinya?
[Layani dia, lagi pun ini pertama kalinya Ray mengajakmu, Nona.]Mami Berta sampai ikut campur, mau tidak mau aku akhirnya izin sama Ibu Helni dan segera pulang kos. Aku harus ganti pakaian. Wanita itu bosku dan yang berusaha melindungi identitasku saat bekerja. Menolaknya sama saja mencari masalah. Ini semuanya gara-gara Ray! Dia benar-benar kurang ajar, bagaimana mungkin dia memintaku menemuinya saat Nona Bintang tidak pernah ada jika belum malam? Aku masih Rahma![Assalamualaikum, Kak, jangan lupa sholat dhuhur. Sehat selalu]Lail malah mengirimiku SMS itu, jilbabku sudah dilepas, pakaianku juga. Meski kesal aku balas juga.[Ya, Laila, Kakak sudah tau, tak perlu kamu ingatkan terus]Kuhapus lantas mengetik lagi.[Kakak baru mau sholat,] ketikku akhirnya lalu menekan kata send dan menyegerakan sholat sebelum melipat mukena. Warnanya sudah agak kusut, ada bunga-bunga berwarnah hijau toskah di bagian samping dan sedikit ber-renda. Ini pemberian Ibu dulu, katanya aku diminta menjagan
Read more
Ceroboh!
Mataku melebar melihat benda kecil berbungkus plastik yang ikut terkumpul di antara kosmetik. Masih utuh dan tak ada tanda-tanda bahwa aku baru saja menyentuhnya, itu artinya aku sama sekali tidak memakainya saat tadi bersama Ray? Entah dari mana pergulatan tubuhku dengan Ray yang baru saja berlangsung, seperti menjelma kembali menutup kesadaranku dengan sesaat, diikuti bayang-bayang benih yang akan tumbuh dalam rahimku. Aku yang harus mendapat ocehan dari banyak orang, aku yang harus merawat si kecil dan mengecewakan Ibu, aku yang harus melihat Ibu menangis dan ikut dihina, dikucilkan dan .... Tenagaku merosot, bersimpuh dengan dada ngilu seketika. Apa yang bisa aku lakukan? Kebingungan itu menjalar seiring bayangan buruk yang mengantarkanku pada ketakutan. Ini belum nyata, tetapi kenapa Tuhan seolah menumpukiku dengan ribuan ton beban? Aku meniti langkah, mengangkat telepon begitu deringnya mengalihkan perhatian. Kuusap wajah yang barangkali sudah kusut. Dari Ibu ternyata.“Iya, B
Read more
Pulang
"Kamu beneran tidak mau digaji? Ini hak kamu, Neng.""Benar, Bu, saya juga, 'kan, hanya sesekali saja kerja di sini. Sering cuti ditambah lagi sepuluh hari lalu baru gajian, jadi tak apa," jelasku tanpa melepas pegangan pada koper yang sudah berada tepat di sampingku. Airin hanya menatapku dengan wajah sembap, tadi pelukannya seperti lem saja yang nempel dan tidak mau lepas dariku. Sepertinya sekarang ia menjaga kemungkinan agar tidak mengulanginya lagi."Ya sudah, kamu hati-hati, ya. Salam buat keluargamu.""Hem, ya, Bu. Makasih."Sudah itu aku segera beranjak lalu melambai pada sopir angkot."Jangan lupa sama kami, Rahma."Airin setengah melambai, matanya makin berkaca-kaca. Sepertinya akan ada gumpalan air mata yang kembali jatuh darinya. Tak pelak lagi, saat aku sudah duduk dan angkot melaju,-ia langsung bersimpuh dengan air mata menganak sungai. Aku hanya tersenyum kalem, apa dia benar-benar akan secengeng itu? Padahal aku seringkali jahat dengan meninggalkannya bekerja sendirian
Read more
Jebakan
"Di mana ini, Ray?" Tubuhku terlonjak mendapati posisiku di sebuah kamar dengan warnah serba putih. Lelaki berkulit kuning itu hanya tertawa renyah, apa begitu menyenangkannya melihat aku cemas dan terkejut?Kembali kupandangi langit-langit kamar yang menunjukkan warna sama, tetapi sedikit berwarnah kuning telur, memberikan kesan cream bila diperhatikan lebih saksama."Tenang, Nona, aku akan mengantarmu. Tidak baik bila kau sendirian. Kau tau 'kan kamu sudah milikku, jadi aku tidak mungkin membiarkan kamu kenapa-napa."Aku mendadak menahan senyum kecut. Dia benar-benar tidak waras, sejak kapan aku jadi miliknya? Aku Rahma dan hanya aku yang berhak atas tubuh sendiri. Aku mulai berdiri lantas mencari-cari bagian koperku.Kamar ini tepatnya adalah apartemen dengan ukuran cukup besar dan luas. Dua tangga harus aku lewati sebelum benar-benar sampai keluar, anehnya pelayan yang sempat kujumpai menurut saja dan membuatku lebih mudah menemukan koperku. Kubongkar sedikit dan memilih slop hak
Read more
Masa Lalu
Tatapan wanita paruh baya itu tajam. Tangannya memegang kursi kayu dengan setengah mengeraskan pegangan, bibirnya sejak tadi sudah mengeluarkan ribuan keresahan yang barangkali sudah menggumpal menjadi kekesalan. “Kau pikir mencari kerja itu gampang, hah? Ingat, ijazahmu hanya sebatas SMP!”“Aku tau, tapi ini sudah kuputuskan!”Nadaku tak kalah ditekan. Lelah juga sebenarnya, harus bermanis-manis kata meminta Ibu menginkanku, tetapi akhirnya selalu saja mendapat penolakan. Lebih lagi dadaku yang harus terombang-ambing di balik perkataannya. Harus jauh dari keluarga, makan seadanya, teman yang kadang menipu, keadaan sekitar yang memakai konsep gue-gue lo-lo.Belum lagi kemungkinan ijazah yang katanya dianggap terlalu rendah, apalagi yang lebih menyusahkan bila alasan untuk pergi justru tak dapat ditemukan di tempatnya? Yah, itu yang barangkali sudah menjadi pertimbangan Ibu, tetapi ini sudah kuputuskan dan risiko apa pun itu tak akan kepedulikan lagi. “Apa pun keadaannya Ibu tidak me
Read more
Lelaki yang Sama
"Ini untuk Obhek Karman, ini Obhek Saumi, Obhek Ahmad, Rasita .... "Aku memilah-milah bungkusan untuk oleh-oleh yang sempat kupersiapkan sebelum pulang. Ibu dan Lail ikut membantu, isi dan nama-namanya bahkan kami catat takut ada yang terlewat, masing-masing juga sudah kuselipkan amplop berisi uang dengan nominal yang berbeda. Yang paling besar untuk Obhek Ahmad, saudara tertua ibuku yang sebenarnya sangat-sangat tidak pantas dan bahkan sempat kuniatkan tak akan kukasih sama sekali. Namun, karena selain karena permintaan Ibu, aku juga ingin menunjukkan bahwa ada hal yang sudah benar-benar berubah dalam kehidupanku, Ibu, dan Lail. "Kamu itu kalau miskin ya miskin saja, tak perlu jadi parasit!" Itu yang diucapkan Obhek Ahmad saat dulu Ibu hendak meminjam uang untuk biaya SPP-ku yang sudah nunggak tiga bulan. Ibu bahkan hampir bersujud kalau-kalau tak ada aku yang waktu itu menghalangi, akibatnya aku jadi tak lulus karena tak ikut ujian. Sejak itu aku juga meminta ibu untuk sama-sama
Read more
Bukan Berarti Baik-baik Saja
“Saya pacarnya Rahma, Bu. Saya akan meni—” “Dia temanku, Bu!” Aku buru-buru memotong, setengah mengeraskan suara, tetapi tidak lagi melihat pada Ray, melainkan lebih-lebih pada Ibu Halima, Ravan, dan Ibu yang terlihat menganga karena Ray bahkan tak mau melepas cekalannya dari lenganku. “Saya boleh tinggal di tempat Ibu untuk sementara ini? Paling lama hanya dua harian, saya hanya menunggu kedatangan keluarga saya.” Ray malah bertanya itu setelah Ibu meminta pamitan pada Ibu Halima. Mungkin merasa tak enak karena bahkan Ravan pergi setelah menatap Ray dan aku. Lelaki itu juga sempat menyunggingkan senyum kecut, sesuatu yang entah apa karena perkataanku tadi atau karena Ray?“Tidak boleh. Rumahku bukan penginapan!” Aku menjawab cepat saat Ibu ingin mengiyakan. “Tetapi aku tidak memiliki kenalan selain kamu di sini, Ra. Kalau bukan di rumahmu di mana lagi?” “Terserah! Cari saja sebisamu. Itu bukan urusanku. Lepas!” Aku mengentakkan lengan dengan suara keras, tak memedulikan tatapa
Read more
DMCA.com Protection Status