Karena Kita Orang Miskin

Karena Kita Orang Miskin

Oleh:  Aisyah Nur Permata  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
Belum ada penilaian
49Bab
4.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Menjadi orang miskin dan tak mampu, bukan keinginan Ratna. Hanya karena ingin memenuhi keinginan anak yang sedang sakit, Ratna rela menebalkan muka meminjam uang. Namun, pada akhirnya hanyalah caci maki yang didapatnya.

Lihat lebih banyak
Karena Kita Orang Miskin Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
49 Bab
Bab 1
Karena Kita Orang MiskinAku berlari ke rumah mertua. Menggedor pintunya dengan tergesa-gesa seraya mengucap salam berkali-kali."Ada apa, sih, Ratna?" tanya ibu mertuaku setelah membuka pintu."Ratna boleh pinjam uang sepuluh ribu rupiah, Bu?""Buat apa, Rat? Kayaknya kamu buru-buru banget.""Buat ... beli obatnya Rindi, Bu. Demam dia." Hanya itu yang bisa kuberikan sebagai alasan. Bukannya berniat berbohong, uang itu sebenarnya akan kubelikan sate untuk putri bungsuku. Sate itulah yang menjadi obatnya.Benar adanya anak bungsuku sedang demam. Sudah tiga hari ini suhu tubuhnya meningkat. Sudah berbagai obat kuberikan, tetapi belum juga sakitnya sembuh. Sampai akhirnya aku mengetahui penyebab sakitnya puteriku."Rindi ... makan dulu, ya, Nak. Biar cepat sembuh." Aku mencoba membujuknya. Sejak sakit, Rindi memang susah sekali untuk makan. Dia selalu menolak makanan yang kusuapkan. Terpaksa, hanyalah teh manis yang masuk dalam perutnya untuk mengganjal lapar."Rindi pengen makan sate ka
Baca selengkapnya
Bab 2
Karena Kita Orang Miskin (2)"Hust ... nggak boleh bilang gitu, Nak!" Aku menasehati Bunga."Tapi emang bener, kan, Bu? Karena kita orang miskin, makanya Eyang Ti kayak gitu. Nggak kayak ke Kalina. Minta ini itu diturutin," keluhnya.Ingin rasanya aku membantah dan memberitahu bahwa nenek mereka tak pilih kasih. Namun, anak-anakku rupanya sudah cukup mengerti keadaan yang sebenarnya. Bukan baru sekali ini keluarga kami mendapat perlakuan tak mengenakkan dari keluarga suamiku."Iya, bener," sahut Kasih. "Kayak waktu Eyang Ti pulang dari Bali kemaren. Kita cuma dibeliin kaus satu. Kalina sama yang lainnya dibeliin macem-macem. Kaos lah, kalung lah, gelang, sampe sepatu yang bagus banget. Kalina juga dapet boneka. Padahal Rindi nggak dapet loh," lanjutnya.Ah, menyedihkan memang. Aku jadi kembali teringat hari itu. Andai bisa diulang, aku pasti akan memilih tidak ke rumah mertuaku hari itu kalau tahu ujung-ujungnya hanya kekecewaan dan penghinaan yang kami dapat.Aku ingat betul, hari it
Baca selengkapnya
Bab 3
Karena Kita Orang Miskin (3)"Waalaikumsalam," jawabku seraya membuka pintu.Benar saja, Bu Lurah sudah berdiri di depan pintu rumah sederhana kami. Sungguh, aku merasa sungkan beliau mampir ke sini. Meski begitu, segera kupersilakan beliau untuk masuk."Nggak usah, Mbak Ratna. Saya ke sini cuma mau nganter ini," ucapnya seraya menyerahkan sebuah kantong plastik hitam berukuran sedang."Ini apa, Bu?" Aku bertanya setelah kantong itu berpindah tangan. Sebenarnya, tanpa bertanya pun aku sudah bisa menebak isi bungkusan ini dari aroma yang menguar saat ia mendarat di tanganku."Itu, sedikit jajanan buat anak-anak Mbak Ratna. O iya, saya minta maaf, ya, Mbak. Kemarin kelupaan ngasih gajinya Mbak Ratna. Ini, Mbak, silakan." Bu Lurah kembali menyerahkan sesuatu padaku. Kali ini sebuah amplop putih yang yang biasa kuterima sebagai upah mencuci dan setrika tiap minggunya."Alhamdulillah ... terima kasih banyak, Bu Lurah," ucapku.Aku lagi-lagi mempersilakan beliau masuk ke rumah. Namun, belia
Baca selengkapnya
Bab 4
Karena Kita Orang Miskin (4)Cukup lama untukku bisa menetralkan diri sebelum bertanya maksud ucapan Bu Lurah."Iya, Mbak Ratna mulai hari ini saya berhentikan," jawab Bu Lurah.Mendengar itu, kedua lututku semakin melemas."Salah saya apa, Bu? Kalau saya ada salah, tolong ditegur, Bu. Asal jangan dipecat seperti ini.""Mbak Ratna nggak ada salah, kok. Malah, selama ini pekerjaan Mbak Ratna sangat baik. Tapi ... saya terpaksa berhentiin Mbak Ratna karena ada satu hal.""Boleh saya tau apa itu, Bu?""Saya ada rencana mau pesan catering makan siang buat para pekerja di kantor kelurahan. Sudah dua minggu ini nyari orang yang cocok, tapi belum ketemu. Kemarin, pas makan siang, kata Bi Sumi, Mbak Ratna yang masak, ya?""Iya, Bu. Maaf kalau saya lancang. Kemarin saya memang bantuin Bi Sumi masak pas beliau tiba-tiba pusing. Apa ada yang salah sama masakan saya, Bu?""Nggak, kok, Mbak. Malah, saya senang. Akhirnya ketemu juga orang yang pas.""Maksud Ibu?""Saya mau Mbak Ratna yang nanganin
Baca selengkapnya
Bab 5
Karena Kita Orang Miskin (5)Aku mencoba mengalihkan pandang ke arah lain. Sembari berdoa agar ibu mertuaku tidak melihat kami di sini. Semoga saja beliau berbelok masuk ke supermarket yang pintu masuknya beberapa meja dari tempat kami makan.Beberapa kali aku sempat mencuri pandang ke arah mertuaku itu, beliau tampak asik bercengkrama dengan cucu kesayangannya yang terlihat sibuk bertanya ini itu. Syukurlah, akhirnya mereka masuk ke super market. Aku bisa bernapas lega.Tak bisa kubayangkan kalau ibu mertuaku melihat kami di sini. Bisa-bisa, aku dibuat malu. Seperti yang dilakukannya empat bulan lalu saat aku mengajak anak-anak makan di warung bakso di pasar saat berbelanja kebutuhan dapur setelah Mas Dadang mengirim uang.Waktu itu, anak-anakku sedang asik menikmati bakso mereka saat neneknya datang dan memarahiku karena dianggap menghambur-hamburkan uang suami. Sakit dan malu rasanya, karena hal itu dilakukan di depan banyak orang yang sedang menikmati bakso. Padahal, harga semangk
Baca selengkapnya
Bab 6
Karena Kita Orang Miskin (6)Cukup lama aku berdiri mematung sebelum memberanikan diri untuk membuka pintu. Entah mengapa, perasaanku tak enak. Seolah sesuatu yang buruk akan terjadi."Nah, ada juga orangnya," ucap ibu mertuaku saat pintu terbuka.Segera saja kupersilakan beliau dan orang yang bersamanya untuk masuk."Ada apa, ya, Bu?" tanyaku setelah meletakkan nampan berisi teh dan cemilan."Kamu tadi abis dari pujasera, ya, Ratna?" tanya ibu mertuaku.Sontak saja aku terkejut akan pertanyaannya. Dari mana beliau bisa tahu secepat ini? Aku sudah siap sebenarnya bilamana beliau tahu, tapi tidak secepat ini."Iya, Bu." Aku menjawab pelan sekali sambil menunduk."Bener berarti dia, ya, Mbak?" Ibu mertuaku bertanya pada orang di sampingnya. Orang itu mengangguk."Ada apa sebenarnya, Bu? Saya belum mengerti," kataku."Mbak Ani ini tadi ke rumah Ibu. Katanya dompetnya hilang pas makan di Pujasera tadi siang. Ada yang ngasih tau kalau yang duduk dekat dia itu anak Ibu. Makanya tadi dia ke
Baca selengkapnya
Bab 7
Karena Kita Orang Miskin (7)Tanpa menunggu lama, ibu mertua mengajakku masuk ke dalam rumah. Beliau lantas duduk di kursi ruang tamu sambil memerintahku dengan tangannya untuk ikut duduk. Entah kenpa, perasaanku tak karuan. Takut kalau akan diinterogasi soal kejadian di Pujasera tadi siang."Kamu dapat uang dari mana bisa makan-makan di Pujasera?" tanya mertuaku tanpa basa-basi."Saya dikasih Bu Lurah, Bu. Upah nyuci." Aku menjawab pelan."Oh, habis gajian?"Aku mengangguk. Entah mengapa, pertanyaan itu terasa menusuk."Kamu itu, Ratna. Sudah tau suami lagi merantau, ekonomi susah. Bisa-bisanya kamu foya-foya." Ibu mertuaku menggeleng seraya tersenyum sinis."Bukan gitu, Bu." Aku bingung bagaimana menjelaskannya."Bukan gitu gimana? Jelas-jelas kamu itu foya-foya. Gaji cuma seratus ribu aja sok-sokan makan di Pujasera sana. Lihat, tuh, Lulu. Dia aja nggak sok kaya macem kamu."Sabar, Ratna! Sabar!Aku hanya bisa diam menanggapi omongan ibu mertua. Diam memang lebih baik. Aku takut ka
Baca selengkapnya
Bab 8
Karena Kita Orang Miskin (8)Sejak bangun tidur, perasaanku menjadi tak enak kalau teringat mimpi semalam. Entah apa arti dari mimpi itu. Aku berharap semua baik-baik saja.Jujur saja, tak hentinya aku mengkhawatirkan Mas Dadang sejak gagal menelepon semalam. Entah di mana kini dirinya berada, bagaimana kini keadaannya. Aku sangat cemas.Karena terlalu memikirkan itu, aku menjadi tidak konsentrasi saat membuatkan sarapan untuk anak-anak. Hampir saja telur dadar yang kubuat hangus. Ungtungnya Bunga cepat menegurku, kalau tidak, anak-anak pasti akan menunggu lebih lama lagi.Berulang kali aku beristighfar untuk menghalau pikiran buruk. Kemungkinan apa pun bisa terjadi. Bisa saja ponsel Mas Dadang hilang atau kartunya rusak.Aku harus sabar. Mas Dadang bukan tipe pria yang suka berselingkuh. Aku kenal betul suamiku itu. Pasti, nanti Mas Dadang akan menghubungi kami.Setelah anak-anak berangkat sekolah, aku langsung menuju dapur untuk memasak pesanan Bu Lurah. Aku tak boleh larut dalam pi
Baca selengkapnya
Bab 9
Karena Kita Orang Miskin (9)Kami berempat sampai di rumah sakit tepat pukul lima sore. Kami lantas segera menuju meja resepsionis untuk menanyakan lokasi ruang rawat ibu mertuaku. Beliau dirawat di ruang VIP di lantai tiga rumah sakit ini.Sesaat sebelum masuk ke lift yang pintunya sudah terbuka, Bunga menarik tanganku."Bu, itu Bude Lulu, kan?" katanya. Tangannya menunjuk orang di ruang tunggu pengambilan obat.Kuurungkan niat naik lift dan berjalan menuju orang yang ditunjuk Bunga. Benar saja, itu Mbak Lulu. Beliau sedang mengantre obat untuk ibunya.Anak-anakku berebut untuk mencium tangan budenya. Kegiatan itu membuat Mbak Lulu tersenyum dan berbalik mengecup satu per satu keponakannya. Kebiasaannya memang begitu. Mbak Lulu sangat sayang pada anak-anakku sejak dulu. Bahkan sebelum beliau hamil dan melahirkan Kalina.Mbak Lulu lantas mengajakku duduk pada kursi ruang tunggu itu. Sementara anak-anak diberikan uang untuk membeli camilan di kantin rumah sakit yang jaraknya masih terj
Baca selengkapnya
Bab 10
Karena Kita Orang Miskin (10)Belum sempat aku mengatakan perihal Mas Dadang yang hilang kontak, Mbak Lulu terburu-buru kembali ke kamar ibunya setelah menerima pesan yang entah apa."Kalian hati-hati, ya, Na! Kalau ada apa-apa, jangan lupa hubungi Mbak, ya," katanya sebelum pergi.Selama perjalanan pulang, anak-anak asyik berceloteh tentang apa saja yang mereka lihat di luar kaca jendela mobil. Sementara aku sibuk mencerna maksud kata-kata Mbak Lulu tentang pesan dari Mas Dadang. Entah apa maksudnya semua itu.Sampai di rumah pun aku masih mencoba menguak teka-teki dari pesan Mas Dadang ke Mbak Lulu. Aku bahkan kesulitan untuk terlelap karenanya. Belum lagi kalau memikirkan mimpiku tentang Mas Dadang. Sepertinya semua saling berkaitan. Akan tetapi, aku belum bisa menemukan benang merahnya.Selepas salat Subuh, aku segera berangkat menuju pasar untuk berbelanja kebutuhan masak pesanan makan siang untuk pegawai kantor kelurahan. Hari ini biarlah aku tak membuatkan anak-anak sarapan. Bi
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status