แชร์

3. Berusaha Menentang Takdir

ผู้เขียน: Zee Zee
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2022-08-21 21:48:58

Sofia terus berusaha menghubungi Rayyan, akan tetapi sudah dua hari berlalu, Rayyan tak kunjung datang untuk menemui ayahnya.

Pikirannya semakin kalut. Sofia yakin, tidak membutuhkan waktu lama untuk ayahnya menjalankan rencana perjodohan itu.

"Sofia?" tegur seseorang.

Sofia menoleh lalu memeluk erat laki-laki ke dua setelah ayahnya. Alfi yang tak lain adalah putra sulung dari Ustaz Azzam.

"Kenapa, Dek? Kok sepertinya lagi galau?" goda Alfi.

Sofia menuntun kakaknya untuk duduk di sampingnya. Alfi tak berhenti memandangi wajah adik kesayangannya itu.

"Mas Alfi belum tahu?" tanya Sofia ragu.

"Soal?"

Sofia mengembuskan napas panjang. Alfi mengerti kegundahan hati adiknya. Setelah pertemuan itu, ayahnya langsung menelpon putra sulungnya. Tentu Alfi hanya bisa menyetujui keputusan ayahnya.

Sofia memandang wajah kakaknya dengan tatapan memohon. Berharap Mas Alfi bisa membantunya.

"Sofia dijodohkan, Mas, dengan putra Ustaz Luthfi," lirihnya.

"Lalu?" pancing Alfi berharap adiknya mau terbuka.

"Sofia sudah punya pilihan lain," ucapnya setengah berbisik.

Sofia sangat takut jika kakaknya tahu bahwa selama ini adiknya dekat dengan seorang laki-laki.

Sebaliknya, Alfi sudah menduga hal ini akan terjadi. Sejak dulu dia sudah mengawasi adiknya secara diam-diam. Tentu saja pengakuan adiknya bukanlah hal yang mengejutkan baginya.

"Siapa laki-laki itu?" Kembali Alfi memancing adiknya untuk berterus terang.

"D-dia Rayyan, salah satu pengajar di pondok pesantren milik keluarga ustaz Luthfi."

Alfi tak menyangka jika Sofia tak mengetahui status Rayyan sebenarnya. Atau apa mungkin Rayyan sengaja menyembunyikan identitasnya?

Alfi sedikit mengerti sekarang. Bisa jadi Sofia juga belum tahu kalau yang dipilih oleh ayah mereka adalah saudara kandung Rayyan?

"Sudah jujur sama ayah?" Sofia menggeleng lemah.

"Kenapa?" tanya Alfin lagi.

"Sofia takut," lirihnya.

Alfi mendekat kemudian mengelus kepala adiknya yang terbalut kain khimar.

Alfi sangat mengerti kegundahan hati adiknya. Dia sudah bisa membayangkan bagaimana kisah cinta segitiga ini berjalan nantinya. Terlebih saat Sofia tahu hubungan antara Rayyan dan pilihan ayahnya.

"Cobalah untuk terbuka sama ayah. Apa salahnya kan?"

"Akan sia-sia, Mas."

"Lebih baik mencoba dari pada tidak sama sekali."

"Tapi, Mas—"

"Jangan takut, nanti mas dampingi."

Mereka berdua beranjak dari dalam kamar menuju ruang keluarga. Di sana ada bunda Halimah yang sedang bermain dengan cucunya, Bilqis dan Sarah-kakak iparnya.

Mereka tersenyum kala melihat Sofia. Terlebih si kecil Bilqis yang langsung memeluk erat tubuh Sofia. Kehadiran keluarga kecil Mas Alfian mengurangi sedikit beban pikiran Sofia.

*

"Ayah, Sofia katanya ingin bicara."

Alfian memulai pembicaraan kala mereka duduk di ruang kerja ayahnya. Saat ini hanya ada mereka bertiga. Bunda Halimah, Mbak Sarah dan Bilqis berada di ruang keluarga.

"Ada apa, Nak?" tanya Ustaz Azzam lembut.

Sekali-sekali mata Sofia melirik ke arah Masnya. Alfi meyakinkan adiknya untuk berani bersuara.

"Sofia ingin menolak perjodohan itu, Ayah" jawabnya takut.

"Kenapa? Apa Sofia sudah punya pilihan lain? Atau apa ada alasan lain?"

Sofia berusaha tetap tenang. Pandangannya terus menunduk. Dia bahkan takut menatap wajah ayahnya.

Ustaz Azzam masih setia menunggu jawaban dari putri bungsunya. Dia tahu bahwa kejadian ini pasti akan terjadi.

"Sofia punya pilihan lain, Ayah."

"Siapa lelaki itu, Nak? Apa ayah mengenalnya?" Sofia mengangguk.

"D-dia santri kesayangan ayah dulu. Rayyan."

Ustaz Azzam menarik napas dalam kemudian mengembuskannya pelan. Terjadi jeda beberapa menit di antara ke duanya.

Tak dia sangka bahwa putrinya telah jatuh cinta pada orang yang berbeda. Sedangkan perjodohan itu sudah ditentukan. Tapi, sebisa mungkin ayahnya pelan-pelan memberikan pengertian pada anaknya.

"Sofia, rencana perjodohan ini sudah lama kami inginkan. Bahkan saat kami masih sama-sama menjadi santri. Karena ustaz Luthfi tidak mempunyai anak perempuan, makanya kami memutuskan menjodohkan kamu dan putra sulungnya."

"Rayhan-putra sulung Ustaz Luthfi itu anak yang baik. Ayah memang mengakui juga bagaimana posisi Rayyan. Hanya saja, ayah sudah terlanjur memilih Rayhan untukmu."

Hanya itu jawaban dari ayahnya yang tentu saja Sofia tidak merasa puas.

Kembali matanya melirik masnya, Alfi hanya tersenyum seraya mengangguk.

"Tapi, Ayah. Sofia dan Rayyan sama-sama saling mencintai. Bahkan Rayyan sudah berkomitmen untuk menjaga cinta kami agar tak terjerumus. Kami sudah memiliki rencana untuk menikah, Ayah."

"Nyatanya, dia belum datang juga kan untuk meminangmu? Padahal ayah sering bertemu dengannya. Sedikitpun dia tidak pernah membahas tentangmu. Bertanya saja tidak pernah."

"Mungkin Rayyan takut, Ayah."

Ustaz Luthfi menyandarkan tubuhnya di badan kursi. Pandangannya tak mau lepas dari putrinya. Alfi hanya bisa terdiam menyimak obrolan keduanya.

Sofia begitu takut untuk melanjutkan. Namun, dia kembali bertekad, perjodohan ini harus digagalkan.

"Rayyan sudah tahu soal ini?" Sofia mengangguk.

"Bagaimana tanggapannya? Apa dia tahu siapa calon pilihan ayah?"

Sofia terdiam tak tahu mau menjawab seperti apa. Karena pada kenyataannya, Sofia belum memberitahu semuanya.

Perlahan wajahnya terangkat. Sosok wajah ayahnya yang penuh wibawa tertangkap olehnya. Kembali wajah itu dia tundukkan.

"Apa dia berencana menemui ayah untuk berterus terang?" Sofia mengangguk.

"Kapan?"

"Sofia belum tahu, Ayah."

Ustaz Azzam mengalihkan pandangan pada putra sulungnya.

"Bagaimana tanggapanmu?" tanya Ustaz Azzam pada putranya.

"Maaf sebelumnya, Ayah. Tapi, bisakah Rayyan diberi kesempatan untuk menemui ayah lalu menceritakan semuanya? Biar bagaimana pun kita harus melihat usaha Rayyan juga."

Ustaz Azzam terdiam sejenak memikirkan usulan anaknya.

Sofia kembali mengangkat wajahnya berharap ayahnya berbesar hati menerima usulan putranya itu.

Ustaz Azzam menegakkan posisi duduknya. Senyum terpatri dari wajahnya.

"Baiklah kalau begitu. Ayah menunggu Rayyan datang menemui langsung ayah."

"Setelah Rayyan datang apakah ayah akan menggagalkan rencana perjodohan itu?" tanya Sofia antusias. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.

"Jika dia berhasil meluluhkan ayah. Semua tergantung pada usahanya."

Ustaz Azzam berlalu meninggalkan kedua anaknya. Alfi mendekati adiknya lalu memeluknya begitu erat.

Sofia sedikit lega, ayahnya memberi sedikit kesempatan kepada mereka untuk memperjuangkan cintanya.

"Segera hubungi Rayyan! Jangan mengulur waktu sebelum ayah mengubah keputusannya."

"Baik, Mas. Sofia bersyukur ada mas di pihak Sofia."

Alfi tersenyum begitu melihat senyum adiknya yang semula sendu. Meskipun di benak Alfi, hanya kecil kemungkinan mereka berhasil memperjuangkan cinta mereka.

Sofia berlalu meninggalkan masnya kemudian berlari kecil menuju kamarnya. Ponsel di atas nakas segera diraih lalu menghubungi Rayyan.

Berulang kali dering sambungan telpon berbunyi. Namun, si pemilik tidak juga menjawab panggilannya. Sofia menjadi resah dibuatnya. Hingga panggilan ke tujuh, akhirnya panggilannya terjawab.

"Assalamu'alaikum, Sofia."

"Kamu harus datang ke rumah menemui ayah. Kalau kamu benar mencintaiku. Ayah sudah memberi kesempatan pada kita," seru Sofia setelah menjawab salam.

Hening. Tak ada sahutan dari seberang.

Sofia mengernyitkan dahi setelah menunggu beberapa saat.

"Rayyan, kamu masih di sana kan?"

"Iya."

Senyum Sofia memudar. Rasa kecewa kini menggantikan rasa bahagia.

Sofia tak mengerti mengapa Rayyan meresponnya begitu dingin.

"Maaf, Sofia, sepertinya aku harus berhenti berjuang."

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   120. Akhir yang bahagia

    "Alhamdulillah ya, Allah," pekik Azizah saat dua garis merah tampak di depan matanya. Tubuhnya langsung bersujud dan terus menyebut asma' Allah. Air matanya luruh. Azizah terisak di dalam sujudnya. Penantiannya selama ini terjawab. Allah masih memberinya kepercayaan untuk dititipkan amanah. "Mas Rayyan harus tahu."Azizah bergegas keluar dari kamar. Langkahnya dipercepat. Air mata tak berhenti mengalir dari mata indahnya. Beberapa santriwati yang kebetulan lewat di sana sedikit heran dengan sikap Ustazahnya kali ini. "Mas, lihat Mas Rayyan?"Rayhan yang baru saja selesai mengajar di kelas berhenti sejenak."Sepertinya masih di kantor. Kenapa, Zah?""Aku harus bertemu dengan dia, Mas.""Ada yang mencoba menyakitimu? Bilang sama Mas."Azizah menggeleng. Rayhan tak mengerti karena melihat mata Azizah yang terus mengkristal. "Aku ingin memberi dia kejutan.""Ya sudah, kamu tunggu dia di rumah, biar Mas yang panggilkan dia ya?" bujuk Rayhan.Azizah mengangguk antusias. Dia kemudian b

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   119.Jodoh dari Allah

    "Menghadiri undangan itu wajib selama tidak ada halangan syar'i, Dek.""Tapi, Mas ....""Kamu tenang saja. Atau kamu juga mau ikut?"Sofia terdiam. Dia merasa ragu. Namun, atas penjelasan Rayhan akhirnya dia memilih ikut. Sepanjang jalan Sofia memilih diam. Farhan terus berusaha mencairkan suasana dengan bermain bersama Fatih. Perjalanan tiga puluh menit mereka tempuh hingga tampak terlihat janur kuning melengkung. Farhan turun, menyusul Rayhan dan keluarga kecilnya. Mereka memasuki ruangan. Rupanya keluarga calon mempelai pria belum tiba. "Belum tiba, Han.""Biar saja. Kita di sini menunggu."Tiba-tiba datang sosok yang mereka kenal. Ustaz Afwan."Assalamu'alaikum, Rayhan, Farhan."Keduanya mendekat dan mencium punggung tangan gurunya yang sangat mereka hormati. Ustaz Afwan tersenyum lebar dan memeluk satu per satu muridnya. Rasa rindu bertahun-tahun akhirnya terobati. "Apa kabar, Ustaz?""Alhamdulillah, baik. Kalian bagaimana?""Alhamdulillah, Ustaz."Matanya beralih pada dua

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   118. Pertemuan

    Humairah menutup pintu kamarnya. Pertemuan hari ini begitu mengejutkan. Bagaimana tidak, orang yang tak sengaja dia temui di mesjid setelah dipatahkan oleh keadaan adalah sosok laki-laki yang sudah lama dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Dia tidak memungkiri bahwa sikapnya persis dengan sikap Rayhan. Dia mampu memberikan kesejukan saat hatinya rapuh. Bahkan patah. "Ya, Allah, apakah dia jodohku?"Humairah berjalan ke sisian ranjang kemudian mendudukkan dirinya. Disentuhnya dada kiri yang sejak tadi tiba bisa ditahan untuk tidak mengeluarkan detaknya yang tak berirama. Humairah tersenyum tipis. Melihat tatapan teduh dari Hadid membuatnya merasa nyaman. "Astaghfirullah."Humairah buru-buru berdoa agar dijaga hatinya. Suara pintu diketuk. Rupanya ada Umi Hilda. "Sibuk, Nak?""Tidak, Umi."Umi Hilda tersenyum dan duduk di sebelah putrinya. "Bagaimana pendapatmu tentang Hadid?"Humairah menunduk dalam. Kedua jari telunjuknya memilin ujung jilbabnya. "Apa kamu setuju?""Insya Allah,

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   117. Dijodohkan

    "Kamu di mana, Nak? Abi ingin bicara penting.""Lagi di mesjid, Bi. Humairah segera ke sana."Humairah menyeka air matanya setelah panggilan terputus. Baru saja ingin mengucapkan terima kasih, sosok laki-laki yang berdiri di sampingnya menghilang. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sosok tadi untuk mengembalikan sisa tisu yang dipakainya, namun orangnya tak kunjung ada. Jarum jam menunjukkan jam dua siang. Humairah memutuskan untuk meninggalkan area mesjid untuk menemui orang tuanya. "Ya Allah, kuatkan hamba."***"Kamu dari mana saja, Mai? Keluarga Ustaz Hilal datang bertamu.""Aku .... Berkunjung ke rumah Rayhan, Bi."Ustaz Hasan mengembuskan napas berat. Usianya sudah kepala tiga namun sampai saat ini putrinya masih menutup diri. Alasannya tetap sama. Masih belum bisa melupakan sosok Rayhan. "Sampai kapan kamu akan terus berharap pada dia, Nak? Ingat, umi sama abi sudah tua. Kami juga ingin melihat kamu bahagia dan hidup bersama dengan orang yang tepat.""Tapi, ti

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   116. Menghadapi Musuh

    "Ya, aku sudah menemukan jawabannya tanpa perlu mencari tahu. Mba lupa? wanita baik-baik tidak akan menyakiti sesama wanita. Wanita baik-baik itu berkelas, bukan merendahkan dirinya untuk merebut lelaki yang sudah beristri!"Sebuah tamparan keras dilontarkan Sofia pada Humairah yang sontak membuat mereka tercengang. Bagaimana tidak, mereka tidak menyangka Sofia akan mengatakan hal itu.Azizah tersenyum sumringah. Di dalam hatinya dia bersorak dan memuji keberanian Sofia."Justru aku wanita baik-baik, makanya aku pun memintanya baik-baik," sanggah Humairah. "Aku tidak akan memintamu untuk merasakan posisiku saat ini. Tapi, sebagai wanita cerdas lulusan universitas ternama dunia, tentu Mbak Humairah sudah tahu jawabannya tanpa harus berada di posisiku."Lagi dan lagi Sofia menekan posisi Humairah saat ini. "Lagi pula, aku tidak yakin, Mbak Humairah bisa ada di posisiku. Jadi, pintu ada sebelah sana. Silahkan, Mbak!"Humairah geram dengan sikap Sofia. Secara tidak langsung dia telah m

  • Cinta Untuk Sofia (Ketika Takdir yang Memilih)   115. Humairah Kembali

    "Eum, itu bagi Rayhan tapi bagiku, kami lebih dari teman," jawabnya seraya mengukir senyum."Jangan memancing keadaan, Humairah. Nyatanya kita hanya teman biasa," tegur Farhan yang tiba-tiba muncul dari aeah belakang."Ada perlu apa ke sini?" tanya Rayhan."Aku ingin ketemu kamu," jawab Humairah santai. Rayhan mendengus kesal. Sofia dan Azizah sama-sama menyimak pembicaraan mereka. Keduanya sama-sama tidak suka dengan kehadiran Humairah. Farhan yang mengerti suasana hati Sofia merasa tidak enak dengan situasi yang terjadi saat ini. "Humairah, memang dulu kita berteman, tapi kamu harus tahu batasan.""Batasan?"Farhan menyenggol lengan Rayhan. Dia memberi kode untuk peka dengan raut wajah istrinya. Rayhan menangkap maksud dari Farhan. Dia kemudian merangkul Sofia dengan hangat. "Oh iya, aku sampai lupa. Ini istriku, namanya Sofia."Humairah terpaku sejenak melihat sosok wanita cantik yang ada di depannya. Di dalam hatinya dia merasa kalah. Pantas saja Rayhan dulu menolak mentah-m

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status