Pertemuan pertama Smith Carlos dengan Elinoure langsung menumbuhkan benih-benih cinta. Waktu demi waktu berlalu, cinta mereka semakin tumbuh secara mengerikan hingga mereka telah lupa siapa mereka sebenarnya. Suatu ketika, hubungan keduanya terkuak. Dari keluarga kedua belah pihak, tidak ada satupun yang setuju. Hal itu dikarenakan perbedaan status yang besar di antara keduanya. Smith Carlos yang merupakan tuan muda keluarga bangsawan dilarang keras memiliki ikatan dengan Elinoure yang berstatus masyarakat kelas rendah. Hubungan mereka berjalan penuh luka liku dan tantangan yang berat. Apakah keduanya bisa bertahan atau justru saling lepas? Sampul by Amea. Sumber gambar dan edit Canva Pro.
View MoreWaktu cerita adalah pada zaman setelah tragedi tenggelamnya kapal Titanic.
Di luar hujan mengguyur deras. Anginnya menggulung-gulung. Meniup kencang pohon-pohon, serta membawa percikan air ke dalam.
Diantara gemuruh hujan, aktifitas panas sedang terjadi. Mereka adalah Smith Carlos dan kekasih tercintanya, Elinoure.
Keduanya saling menyatu tanpa sehelai benang pun. Mengeluarkan desahan demi desahan, yang tidak akan mungkin bisa didengar oleh siapapun, mengingat tempat mereka bercinta adalah sebuah menara setinggi 20 meter dari permukaan tanah.
Semakin lama, desahan keduanya semakin kencang. Bahkan bisa dibilang, hampir-hampir ingin menyamai gemuruh hujan.
Nampak merah wajah pria itu. Keningnya yang putih dihiasi buliran keringat. Dan sungguh, bila seperti ini, bagi Elinoure, Smith Carlos teramat gagah perkasa.
"Aku mencintaimu," bisik Smith Carlos membuat dada Elinoure terasa hangat.
Selang dua detik kemudian, sebuah cairan hangat menyembur hebat memenuhi dinding rahim Elinoure. Disusul tubuh Elinoure mengejang beberapa saat sebelum akhirnya ia terkulai lemas.
"Aku mencintaimu, Elinoure," ulang Smith Carlos dengan nafas berderu. Kemudian ia menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh wanita itu.
20 menit kemudian.
Keduanya sudah berpakaian lengkap seperti saat sebelum pergulatan panas tadi terjadi.
Dengan penuh kasih sayang, Smith Carlos menata rambut ikal Elinoure. Ia juga menuang wewangian di gaun khas gadis desanya. Kata Smith Carlos, wewangian itu dibeli seharga satu ekor kambing. Padahal isinya tidak lebih dari 50 ml. Tapi emang wanginya awet. Elinoure sudah membuktikan sendiri.
"Aku akan sangat merindukanmu," kata Smith Carlos sambil menatap sedih.
Elinoure menangkupkan kedua tangan pada pipinya. Bola matanya yang kecil dan kecoklatan itu tampak indah dimata Smith Carlos.
"Jangan khawatir," ucap Elinoure dari mulut kecil yang selalu manis bila dilumat, "dua Minggu lagi kita bertemu," lanjutnya, secara penuh memberi semangat.
Smith Carlos mengangguk. Tapi rasanya tetap berat. Bagaimana tidak?
Selama tiga bulan ini, ia dan Elinoure tidak pernah saling berjauhan. Tiga kali selama satu pekan, keduanya pasti bertemu. Entah sekedar menikmati pemandangan hamparan rumput atau melakukan hubungan panas seperti barusan.
Intinya, Smith Carlos tidak bisa, jika tidak bertemu Elinoure meski itu hanya dua pekan.
"Hujan berpamitan." Elinoure mengarah ke luar jendela tanpa kaca. Smith Carlos mengikuti arah pandangan wanita itu.
Langit masih mendung, tetapi hujannya benar-benar reda. Rintik-rintik tipis pun tidak ada sama sekali. Seolah hujan tadi benar-benar puas mengguyur.
"Pulanglah," suruh Elinoure.
"Kau juga," balas Smith Carlos.
Elinoure mengangguk. "Tentu aku pulang, jika tidak, Bibiku akan marah-marah sampai fajar."
Smith Carlos terkekeh-kekeh.
Elinoure menjauhkan kedua tangannya. Wanita itu mengambil payung hitam, yang agak usang. Maklum, itu payung pertama yang dibeli Bibi nya Elinoure. Bahkan, payung tersebut menjadi satu-satunya payung di rumah mereka.
"Elinoure," panggil Smith Carlos.
Elinoure menoleh. "Iya?"
Smith Carlos menggigit bibirnya pelan. Bola matanya mengarah bibir tipis nan merah milik Elinoure. Seketika, nafsu pria itu kembali terpancing.
Dengan sigap, ia meraih pinggul wanita itu. Ia dekap dan ia sambar bibirnya yang merekah.
Elinoure tersenyum. Pun balas melingkari leher Carlos usai meletakkan payungnya secara asal.
Tidak tahu seberapa lama mereka beradegan kissing. Yang jelas, saat ini Carlos berhasil menurunkan resleting celananya (lagi). Kemudian ia berangsur duduk diikuti Elinoure, yang juga duduk diatas pangkuannya sembari menyingsing gaun agar Carlos kembali memasukinya.
Smith Carlos melepas satu persatu tali pengikat gaun di bagian belakang. Sesudah terurai, ia masih harus menanggalkan kain lapisan kedua. Tapi itu tidak lama. Jelasnya, ketika gaun itu tidak menutupi dada Elinoure lagi.
"Carlos," desis Elinoure seraya lebih menenggelamkan kepala Carlos.
"Aku tidak akan pulang. Kita tidak akan pulang. Tunggu sampai tengah malam, sayang," minta Carlos tanpa menghentikan kesibukan tangan dan mulutnya.
"Tapi, Carlos."
Carlos tidak peduli. Ia meremas gundukan itu sangat keras sampai Elinoure menjerit, menggigit bibirnya.
Persetan dengan waktu.
Seakan mendukung, hujan tiba-tiba mengguyur lagi. Bahkan kali ini lebih deras dari sebelumnya. Itu memancing semangat Carlos kian menggebu.
Disisi lain.
Yolanda beranjak dari kursi kayu eboni yang dilapisi cat hitam mengkilap. Jam tua di kediaman megah mereka menunjukkan pukul sepuluh malam. Dan anak bungsu wanita itu belum juga kembali usai tadi siang pamit berkuda.
"Cari putraku itu!!! Besok ada perjalanan jauh, dan sampai sekarang, ia belum pulang." Perintah Yolanda bak perintah raja. Sekali ucap, jangan harap bisa ditentang.
Maka berlari terburu-buru seorang pelayan rumahnya yang membawa payung berkualitas. Demi tidak membuat Yolanda naik pitam, pria itu rela menerobos derasnya hujan, juga melawan ketakutan atas kilatan petir yang menyambar kesana kemari.
"Ya Dewi Fortuna, beri aku keberuntungan," doa pria tersebut.
Bagai didengarkan, ia pun diberi pendengaran suara kuda sekaligus cambukan yang tidak asing di telinganya.
Seketika mata pelayan itu berbinar-binar. "Itu pasti tuan muda."
Harap-harap, tebakannya benar. Namun, rupanya salah. Yang datang bukanlah Carlos, melainkan seorang anak lima belas tahun yang entah kenapa membawa kuda Carlos.
Hiii
Kuda meringkik. Penunggangnya turun. "Hei, paman," sapanya.
Si pelayan berhenti. Cepat-cepat, ia menghampiri. "Tuan kecil, bagaimana bisa kuda tuan muda Carlos ada disini?" Tanya si pelayan.
Bocah yang ia panggil tuan kecil, tidak lain adalah keponakan Carlos. Tepatnya, anak dari kakak perempuan pria itu. Ia lahir saat krisis ekonomi terjadi di negeri penghasil susu sapi terbaik ini. Nama bocah itu, Diego Marvel.
Sambil melepas pakaian Bangsawannya, bocah itu menjawab, "Aku tidak tahu. Si coklat, aku temukan tengah makan rumput di kejauhan sana. Kebetulan, kudaku sedang ngambek. Jadi aku menggantinya dengan kuda milik paman Carlos."
"Jadi tuan kecil tidak melihat tuan muda Carlos?"
Diego Marvel menggeleng. Lalu, pergi begitu saja sembari menyeret tali kudanya.
Si pelayan bergumam, "Terpaksa harus pergi ke padang rumput."
***
Jarak kediaman bangsawan Yolanda menuju padang rumput tidak jauh, juga tidak dekat. Kurang lebih membutuhkan waktu satu jam untuk sampai disana. Pun karena tengah hujan, sekaligus jalan menanjak.
Si pelayan tidak bisa memaksa kuda miliknya menempuh perjalanan ini. Bukannya sampai, nanti yang ada ia terguling-guling mengelilingi dataran bukit.
Bermodalkan payung, serta jantung yang sehat. Akhirnya, si pelayan sampai di lokasi.
Benar, kuda milik Diego Marvel ada di sini. Sungguh tega bocah itu. Meninggalkan kuda tanpa perlindungan dari derasnya hujan.
Lantas, si pelayan membawa kudanya ke bawah pohon yang lebih dari cukup untuk melindungi si kuda dari guyuran hujan.
Kemudian ia berdiri memandangi hamparan hijau basah tersebut.
Meski tanpa penerangan, akan tetapi malam ini bulan nyaris menunjukkan seluruh rupanya.
Berkat cahaya rembulan itulah, si pelayan dapat memastikan, tidak ada seorangpun di atas hamparan rumput tersebut.
Ia mendesah kesal. Ia harus mencari ke sebelah mana?
Kereta berhenti dengan sentakan kasar. Tubuh Elinoure ikut terhempas ke depan, bahunya membentur sisi bangku kayu yang dingin. Ia mengerjap, menahan nyeri. Pria tua itu—si pembeli menjijikkan—berdiri sambil merapikan kerah bajunya dan menyisir rambut panjangnya dengan jari-jari dekil. “Jangan ke mana-mana, ya,” katanya, menyeringai, sebelum turun dari kereta. Langkahnya menjauh, suara derit sepatu botnya menghilang dalam hembusan angin padang. Elinoure memutar kepala, mendengarkan. Tak ada suara lain. Hanya sepi. Sunyi yang menusuk telinga. Kesempatan. Dengan nafas terengah, ia menarik-narik pergelangan tangannya yang masih diikat tali kasar ke sisi bangku. Tali itu keras dan kuat, mungkin terbuat dari serat goni tua. Ujungnya merobek kulitnya sedikit demi sedikit. Darah mulai mengalir. Tapi Elinoure menggertakkan gigi dan terus mencoba. Tarik. Putar. Dorong. Luka semakin menganga. Tapi ia tidak peduli. Setiap tetes sakit adalah bukti bahwa ia masih hidup—bahwa ia belum menyera
Elinoure membuka matanya perlahan, seolah kelopak matanya terbuat dari timah berat. Cahaya remang menelusup dari sela jendela kecil di samping, mengguncang kepalanya yang masih berdenyut hebat. Pandangannya berkunang-kunang, dan detik demi detik kesadarannya mulai kembali. Ia berada di dalam kereta. Tapi… bukan kereta yang tadi. Interiornya berbeda. Lebih pengap, lebih sempit, dan bau keringat bercampur parfum murahan memenuhi udara. Langit-langit kayunya kasar, ada bercak noda tua di sudutnya. Derap roda di atas tanah berbatu terasa lebih kasar, seperti kereta itu melaju di jalanan pedalaman. Ia mencoba mengangkat tangan—tapi tak bisa. Pergelangan tangannya diikat ke sisi bangku dengan tali kasar. Napasnya tercekat. “Apa ini,” bisiknya, nyaris tak terdengar. Suara tawa rendah dan pelan menjawab dari samping. "Ah, kau akhirnya bangun juga." Elinoure menoleh cepat, dan saat itulah jantungnya nyaris berhenti. Di sebelahnya duduk seorang pria. Usianya sekitar 50 tahunan, be
Carlos mengatup rahangnya kuat-kuat. Dadanya bergemuruh, bukan hanya karena amarah—tapi juga karena kecewa. Emma… gadis itu ternyata sedang dijadikan alat tukar demi menyelamatkan keluarganya. Dan semua ini terjadi di balik punggungnya, saat dia sibuk menghindari pernikahan yang dijodohkan kakeknya. Tangannya mengepal, namun pikirannya tetap jernih. “Aku harus melaporkan ini pada Kakek. Pria tua itu tidak akan mau rugi besar!" *** Kediaman keluarga Carlos, malam hari. Lampu-lampu di aula utama masih menyala ketika Carlos kembali dari perjalanan diam-diamnya. Meski tubuhnya lelah dan bajunya tertempias debu perjalanan, sorot matanya tetap menyala penuh tekad. Langkahnya mantap menyusuri lorong, hingga sampai di ruang kerja sang kakek—ruang yang biasanya tertutup rapat di malam hari. Tok. Tok. "Masuk," suara berat sang kakek terdengar dari dalam. Carlos mendorong daun pintu kayu itu perlahan. Pria tua di belakang meja tampak memindahkan pandangannya dari berkas-berkas tua ke
Memikirkan rencana Kakeknya, Carlos tidak bisa tertidur. Pria itu berjalan mondar-mandir mencari cara supaya pernikahan tersebut tidak terjadi, karena jika Kakeknya sudah berencana maka semuanya akan berjalan cepat.Tok! Tok! Tok!Pintu kamar pria itu tiba-tiba diketuk.Carlos spontan mengarahkan matanya ke jam dinding, dan keningnya seketika berkerut. "Siapa yang tengah malam masih terjaga?"Tok! Tok! Tok! Ketukan berlangsung lagi.Karena penasaran, Carlos membuka perlahan pintunya dengan kepala tertunduk lalu terangkat dan …"Bibi Anne!" Rupanya asisten rumah tangga pria itu yang datang semalam ini.Sambil memastikan tidak ada orang melihat, Anne bertanya pelan. "Apa saya diperbolehkan masuk, Tuan muda?"Carlos membuka pintunya lebih lebar. "Silahkan."Anne segera masuk kemudian Carlos menutup pintunya sesegera mungkin."Ada yang harus saya sampaikan, Tuan muda," ungkap Anne serius."Katakan," suruh Carlos pun tak kalah serius. Anne mendekatkan kepalanya pada telinga Carlos untuk
Begitu sampai rumah, Carlos mendapati kuda hitam legam gagah milik Krunoslav Marion; sang Kakek, tengah asyik memakan jerami.Perasaan Carlos tak enak. Pria itu berinisiatif tidak langsung memasuki rumah, melainkan berjalan mengendap-endap dari pintu belakang menuju tembok perbatasan ruang tamu dengan ruang belakang."Tu—" Melihat Carlos, Anne selaku Pelayan bagian dapur nyaris bersuara. Bagus wanita itu sadar Carlos sedang menghindari sesuatu, jadi mulutnya lekas dibekap rapat-rapat.Melalui tembok pembatas, Carlos mengintip apa yang sekarang Kakek dan Ibunya lakukan.Meski mereka terlihat duduk normal seperti biasanya, tetapi wajah mereka terlihat serius apalagi saat Tom ikut andil.Sayangnya, suara mereka tidak berhasil sampai ke telinga Carlos. Pria itu balik badan menghela nafas menyayangkan."Apa Tuan muda ingin aku menghampiri mereka?" tawar Anne.Kelopak mata Carlos membuka lebar bersemangat. "Ya! Kalau bisa."Anne menunjuk baki berisi satu set teko keramik putih. Berdasarkan
Sampai di rumah, Larissa sudah berdiri di depan pintu masuk seperti penjaga. Berhubung Carlos ada di antara mereka, Larissa langsung berkacak pinggang siap memarahi."Apa-apaan ini, Andrew! Kalian …" Larissa berpikir bahwa Andrew sengaja mendekati Elinoure supaya Carlos lebih gampang menjumpai gadis tersebut.Andrew segera menjelaskan, "Tidak seperti yang Bibi Larissa duga."Larissa mengernyitkan kening dengan kepala sedikit miring.Andrew melanjutkan, "Carlos menyusul kami ke danau."Karena fakta, Carlos tak mengelak. Dia bahkan membenarkan ucapan Andrew. "Benar, aku yang menyusul mereka. Bukan Elinoure yang mendatangiku atau kami yang sengaja ketemuan."Di antara dua pria itu, Elinoure tak beraksi; menundukan kepala.Kemudian Larissa menarik tangan Elinoure, serta memposisikan gadis itu di belakangnya. "Terima kasih telah menjaga Elinoure, Andrew. Sekarang silahkan bawa Tuan muda bangsawan ini pergi dari hadapanku!"Dari nada bicara Larissa, jelas sekali tidak ada kebaikan sedikitpu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments