Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci

Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci

Oleh:  Bulan Mentari  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
19Bab
1.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Apa jadinya jika orang yang dulu membenci kita, namun justru terancam menjadi jodoh kita di masa depan? Itulah yang kualami. Nathan Muhammad—teman sekelasku saat di SMP dulu, mendadak datang ke rumah bersama orang tuanya atas tujuan perjodohan. Siswa yang paling membenci diriku sebab alasan fisikku yang menurutnya buruk itu kini terancam akan menjadi jodohku. Namun, secara mendadak pula pria itu tak lagi mengenali wajahku sedikit pun. Terbukti dengan ramahnya dia memperkenalkan diri tanpa rasa curiga padaku. Tentu saja dia tidak mengenalku. Wajah yang penuh jerawat dengan kulit sawo matang; belum lagi dengan tubuhku yang hampir seberat 70 kg saat itu, sangat berbeda dengan penampilanku saat ini. Lalu, apa alasan atas perjodohan itu? Bagaimana nasib perjodohan setelah Nathan tahu jika wanita yang akan bersanding dengannya adalah siswi si buruk rupa yang selalu ia bully di masa sekolah dulu?

Lihat lebih banyak
Terpaksa Menikah dengan Pria yang Kubenci Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
19 Bab
Pertemuan
“Ya ampun, Habibah! Kenapa masih tiduran, sih? Ayo, cepet! Bentar lagi tante Sintia sekeluarga datang.” Kali ini, mamah langsung masuk ke kamarku setelah panggilan tiga kali sebelumnya tak juga kuhiraukan, terdengar dari suara lembut mamah yang menggema di ruang pribadiku ini.Sayangnya, rasa lelah sepulang dari tempat kerja yang melanda tubuhku, masih belum juga sirna. Tiga jam terbuai dalam tidur pun tetap belum membuat badanku segar bugar. Terlebih lagi dengan posisi tidurku yang begitu nyaman memeluk guling bermotif Hello Kitty berwarna merah muda, senada dengan warna seprei kasurku.Selain itu, kedatangan teman mamah yang bernama tante Sintia itu tak lain adalah untuk menjodohkan aku dengan anak laki-lakinya. Tentu semakin menambah rasa malasku saat ini.Padahal sudah berkali-kali aku bilang ke mamah, agar tak lagi memperkenalkan aku dengan laki-laki manapun. Namun, mamah tetap saja seorang ibu, yang pasti punya rasa khawatir karena anak perempuannya ini masih belum juga mendapat
Baca selengkapnya
Kilasan masa lalu
“Cuih! Jijik aku sama dia. Amit-amit jabang bayi kalo sampai jadi pacarnya. Sudah gendut, jelek, hitam, kucingku di rumah bahkan lebih cantik dari wajah dia itu.”Aku hanya bisa berdiam saja di bangku kelasku, saat mendengar celotehan yang tak kunjung usai sejak tadi dari Nathan. Jarak kami sudah cukup jauh. Aku berada di meja dekat tembok sebelah kanan, sementara Nathan berada di meja tembok sebelah kiri. Namun, hal itu tetap tidak membuat anak laki-laki itu menyudahi caci makinya padaku.Nathan—teman laki-laki sekelasku yang sebelumnya kukenal baik dan tidak sombong, ternyata memiliki sisi yang mencengangkan. Dia tak pernah luput membuliku setiap kehadiranku disadari olehnya. Apalagi sebutan yang selalu dia lontarkan, selain si buruk rupa, jelek, cewek berjerawat, gendut dan masih banyak yang lainnya, membuatku rasanya ingin pindah ke Sekolah Menengah Pertama di kota yang dulu.Jika bukan karena bujukan mamah dan papah, mungkin aku sudah berhenti sekolah saja. Hati ini rasanya tidak
Baca selengkapnya
Rencana awal
Kilasan masa itu seketika berakhir saat lenganku menyadari kehadiran mamah di sampingku. Mamah terdiam sesaat setelah sambutan senyum darinya kuterima baik. Pandangan beliau lalu sama sepertiku, menatapi jalanan yang sepi dari bangku tempat kami duduk saat ini.“Bagaimana menurutmu, Nak? Anak tante Sintia itu ganteng, kan?” tanya mamah yang masih berada di posisi sama.Sontak, bibirku seakan terkunci untuk menjawab. Tidak mungkin kujawab “tidak”, karena fakta ucapan mamah menang benar adanya. Namun, jika kujawab “iya” pun, justru akan bertolak belakang dengan gejolak di hatiku. Biar bagaimanapun, laki-laki itu telah menghancurkan mentalku. Perbuatan buruknya sama sekali tak pantas tertutup hanya karena paras rupawannya.Sebab alasan itu, aku memutuskan untuk tidak menjawab, namun melempar senyum tipis yang terdengar samar sebagai tanda merespons ucapan mamah. Aku tahu, mamah memuji Nathan di depanku, supaya aku merasa yakin untuk menerima laki-laki itu.Andai mamah mengetahui jika kam
Baca selengkapnya
Dilema
“Habibah, itu ada Nathan di luar,” ucap mamah berbisik setelah membuka pintu kamarku.“Heeh.” Hanya itu jawaban yang kuserukan, tanpa menatap wajah mamah karena terlalu sibuk dengan aktivitasku memperbaiki jilbab di depan cermin almari. Walau tak terlihat jelas, namun rona bahagia mamah bisa kulihat dari ujung mataku. Beliau kemudian berlalu dengan membiarkan pintu kamarku tetap terbuka.Setelah dua jam lamanya berkelana dalam peraduan antara otak dan hati, akhirnya permasalahan dilemaku mulai teratasi. Perjuanganku mengurangi jam tidur semalam tadi, setidaknya telah membuahkan hasil. Kuputuskan untuk menerima kehadiran Nathan dalam kepura-puraan. Iya, hanya sandiwara saja.Saat jarum jam hampir mendekati angka dua dini hari, dengan sigap aku membalas pesan Nathan yang telah mendarat ke ponselku sebanyak tiga pesan. Isi pesan terakhir adalah ajakannya untuk berjalan-jalan yang kemudian dilanjut makan siang. Lalu, sorenya dia meminta aku langsung ikut ke rumahnya atas undangan makan ma
Baca selengkapnya
Kencan pertama
“Kamu kenapa? Sedang ada masalah?” Tatapan Nathan mengedar ke arah meja, namun nada kepedulian di kalimatnya bisa kudengar jelas. Dia berani bertanya setelah waiters berlalu menyiapkan menu yang kami pesan baru saja.“Oh, iya. Sedikit,” sahutku tersenyum menutupi alasan yang sebenarnya.Mungkin karena lamunanku di dalam mobil tadi yang memancing Nathan bertanya seperti itu. Aku sendiri tidak menyadari, berapa kali dia berucap sampai akhirnya ketiga jari tangannya menempel perlahan untuk membangunkanku dari bayangan masa itu.“Cerita saja jika benar ada masalah. Aku bisa jadi pendengar yang baik, dan penyimpan rahasia yang handal.” Kali ini, Nathan menatapku lekat. Kesemua jari tangannya menyatu bertumpu ke atas meja. Tak lupa juga senyuman manisnya menyertai di setiap kalimatnya. “Mungkin dengan bercerita, hatimu bisa sedikit lega,” lanjutnya lagi.Tak ada kata yang bisa kuucapkan selain hanya senyuman keterpaksaan. Untung saja, waiters sudah menghampiri kami dengan membawa menu makan
Baca selengkapnya
Pilihan sulit
[Maaf, ya soal tadi siang. Mungkin saya salah karena bercerita tentang mantan pacarku padamu. Padahal, kita akan menikah sebentar lagi.] [Sekali lagi, maaf.] Aku hanya menatap layar ponsel yang menampilkan pop-up pesan dari Nathan. Membaca kedua pesan itu sekilas, lalu meletakan ponsel yang kupegang kembali ke atas kasur. Untuk malam ini, aku merasa melipat pakaian yang menumpuk lebih penting dari membalas pesan dia. Dari bahasa yang ditulis di pesannya, mungkin Nathan menyadari jika ijinku membatalkan makan malam di rumahnya karena alasan itu. Terlebih lagi, perjalanan yang sebelumnya begitu hangat dengan canda tawa, siang tadi berubah sunyi karena pembuka obrolan dari Nathan tak sekata pun aku jawab. Aku lebih memilih diam hingga sampai kembali ke rumah. Sejujurnya bukan itu alasannya. Aku hanya butuh waktu untuk menyegarkan mataku saja, setelah bayangan masa laluku dengan dia terus bergulir mengikuti aktivitas kami siang tadi. Jika terus bersama Nathan, aku khawatir tangan ini
Baca selengkapnya
Gadis misterius
Pemandangan pagi ini begitu menyentuh. Om Darmawan begitu lahap menyantap nasi goreng buatanku, begitu pula Nathan. Bahkan, laki-laki menyebalkan di depanku itu sampai memakan masakanku hingga dua porsi. Ah, walau menyebalkan, setidaknya masakanku bisa disebut enak setelah memindai cara makannya. Meski santai, namun membuat yang melihatnya menjadi ikut lapar. Sementara tante Sintia, dia juga tak jauh beda dengan suami dan anaknya. Berkali-kali wanita paruh baya yang masih nampak muda itu memuji masakanku hingga wajah dan sikapku ikut menjadi penyerta pujian itu. Aku yang sebelumnya cukup percaya diri menjadi malu tiba-tiba. Lebih tepatnya, tersipu malu karena pujian tante Sintia yang berlebihan. Pasalnya, hal itu memancing pandangan om Darmawan dan Nathan untuk terus memperhatikanku. Nathan yang awalnya tak bersuara pun kini menatapku penuh senyum sambil mengajakku ngobrol ringan. Tapi tak bisa dipungkiri, kata mamah dan papah masakanku memang sangat enak. Hanya saja, rasa malas le
Baca selengkapnya
Bab 8
Sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, malam ini aku dan Nathan telah berada di kafe tak terlalu jauh dari rumah. Katanya, nongkrong sebentar saja untuk menghilangkan jenuh karena besok kami mulai sibuk dengan aktivitas rutin masing-masing. Sebagai pengusaha muda yang menurutku cukup sukses, Nathan termasuk sosok sempurna sebagai seorang pria. Selain tampan, pemikiran cerdas yang sesuai logika juga menempel menjadi ciri khasnya. Ditambah dengan penghasilan menjanjikan dari usaha yang digelutinya. Kata mamah yang bersumber dari tante Sintia, omset dari usaha restoran kuliner nusantara milik Nathan berkisar hingga 10 juta perhari. Lalu sebulan, katanya pernah hingga 100 juta. Begitu semangat tante Sintia menceritakan itu pada mamah beberapa waktu lalu saat akan mempertemukan aku dan Nathan. Selain itu, tampilan yang selalu rapi dan wangi; kemudian sifat perhatian dan yang paling penting adalah sikap royalnya yang tentu menjadi daya tarik paling utama untuk sekelas wanita. Terbukti dar
Baca selengkapnya
Kembali ke kota
Demi melancarkan rencana awalku, aku pun terpaksa menerima tawaran Nathan untuk mengantarku hingga ke tempat kos pagi ini. Dia bilang, mau sekalian kembali ke rumah pribadinya di kota sebelah, aku pun menyetujui itu. Padahal, arah kami justru bertolak belakang, tapi dia rela membuang waktu hanya demi mengantarku saja. Dari sini bisa kusimpulkan jika Nathan mulai menaruh rasa padaku. Aku yakin, cepat atau lambat dia akan jatuh ke pelukanku. Dengan begitu, rencana balas dendamku padanya akan berjalan sesuai alur yang kubuat. Keyakinkanku semakin diperkuat oleh sikap Nathan selama dalam perjalanan menuju indekosku. Dia menghentikan mobilnya lebih dulu di sebuah rumah makan agar kami bisa lebih dulu sarapan, lalu melanjutkan perjalanan setelah selesai. Selain itu, obrolan hangat dan canda tawa tak henti-hentinya dia lontarkan dengan ekspresi semangat sebagai seorang laki-laki ke lawan jenisnya demi mengiringi perjalanan kami yang mungkin saja akan terasa membosankan jika hanya diam saj
Baca selengkapnya
Bab 10
“Menurutmu gimana, Num, kalo aku balikan sama Kak Nathan? Cocok gak? Serasi gak?” Seperti biasa, tanpa basa basi Nanda langsung masuk ke dalam kamarku setelah mengetahui kepulanganku dari tempat kerja. Pakaian dinas perawat bahkan masih melekat di tubuhku, namun Nanda tidak merasa canggung sedikit pun jika harus melihatku berganti pakaian di depannya. “Balikan? Atas dasar apa?” tanyaku. Walau yang kurasakan saat ini bercampur aduk atas pertanyaan Nanda itu, aku tetap menjaga suasana. Kutanggapi biasa layaknya aku tidak tahu apa-apa. Aku dan Nanda memang cukup dekat, hanya saja tidak berada dalam satu kamar. Kedekatan kami pun hanya sebatas teman kerja saja sebagai sesama perawat di rumah sakit swasta di kota ini. Jadi, tetap ada batasan pribadi yang kututup darinya. Namun berbeda dengan Nanda yang selalu mudah mencurahkan isi hatinya padaku setiap kali merasakan sesuatu pada seseorang, baik rasa suka maupun benci. Dia tidak segan-segan meluapkan perasaan itu di depanku. Termasuk m
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status