"Alasannya, kamu ini masih anak kecil. Kamu masih senang bermain-main. Jangan sampai-"
"Itu pemikiran konyol, Nay," pungkas Jayden."Apakah menikah harus dilihat dari umur? Kata siapa saya kekanakan? Bahkan kamu belum mengenal saya, dan kamu tidak akan tahu sifat dan sikap saya," ucap Jayden."So, jangan menyimpulkan sesuatu dari penampilan atau umur.""Terkadang, wanita yang mengaku dewasa tapi masih memiliki sifat kekanakan, egois, bahkan lebih memikirkan keinginan sendiri daripada kedua anaknya," sindir Jayden."Hey, maksud kamu apa?""Kamu nyindir aku gitu?" tanya Kanaya."Nyindir? Buat apa? Tapi kalau kamu merasa ya, sudah. Mungkin buat kamu," ucap Jayden dengan santainya."Dasar brondong tengil," gerutu Kanaya yang masih terdengar oleh Jayden.Jayden terkekeh, "Jangan salah, brondong begini juga sebentar lagi jadi imammu," goda Jayden."Astagfirullah, mimpi apa aku semalam," keluh Kanaya dengan wajah sedih."Ketemu pangeran setampan Muhammad Jayden Haris," jawab Jayden."Terserah kamu lah," ujar Kanaya. Toh, bicara panjang lebar pun tidak akan menenangkan lawan brondong tengil satu ini.Baiklah, mereka memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan. Kanaya dengan serius bertanya kepada Jayden tentang usia dan pekerjaannya."Saya umur 21 tahun, tidak bekerja tapi saya mahasiswa semester 4 jurusan IT," jawab Jayden.Jayden kemudian mengatakan kepada Kanaya bahwa jika dia sudah menjadi suami dan ayah, dia akan memberikan nafkah kepada mereka."Nafkah batin juga tidak akan dilupakan," kata Jayden sambil membuat wajah Kanaya memerah. Kanaya merasa malu dan tidak mengerti kenapa Jayden membahas hal sensitif seperti itu."Loh, kenapa wajahmu memerah?" goda Jayden."Gerah saja," jawab Kanaya asal."Wah, sepertinya kamu sakit. Bagaimana mungkin di luar begitu malam kamu merasa gerah?" kata Jayden sambil mencoba menahan tawa."Ya, itu karena kamu. Kalau aku merasa gerah," jawab Kanaya.Jayden kemudian bertanya kepada Kanaya apa mahar yang dia inginkan sebagai calon istri."Astagfirullah," ucap Kanaya dalam hati sambil merasa malu. Wajahnya kembali memerah."Hey, kenapa kamu tidak menjawab?" tanya Jayden."Gimana mau menjawab, aku sedang baper," gerutu Kanaya dalam hati."Kanaya," panggil Jayden."Apa!" jawab Kanaya tanpa sadar meninggikan suaranya. Tapi segera setelah itu, Kanaya meminta maaf kepada Jayden."Maaf ya, seharusnya aku tidak meninggikan suara seperti itu.""Tidak apa, calon istri. Jadi, apa mahar yang kamu inginkan?" tanya Jayden."Kalau aku, terserah kamu saja. Yang penting tidak memberatkan kamu," jawab Kanaya."Baiklah, ayo masuk sekarang. Tidak enak juga jika kita terlalu lama berbicara di luar," ucap Jayden sambil bangkit dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam.Jayden berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju Maryam, ibu Kanaya. Dia memberikan salam kepada Maryam sambil tersenyum."Bu Maryam. Terima kasih sudah menerima saya di rumah ini. Saya ingin memberitahukan bahwa dalam tiga hari lagi, acara pernikahan kami akan dilaksanakan. Besok saya akan kembali ke sini untuk mengambil berkas Kanaya agar bisa mengurus surat pernikahan," ucap Jayden dengan sopan.Maryam mengangguk pelan, namun dalam hati dia merasa bahwa waktu pernikahan ini terasa sangat cepat. Dia berharap semuanya berjalan lancar dan bahagia untuk Kanaya dan Jayden.Jayden kemudian mengusap puncak kepala si kembar, Kalisa dan Keanu, yang duduk di sebelah ibunya, Fatimah. Dia ingin memberikan dukungan dan rasa sayang kepada mereka."Sayang, om harus pulang dulu ya. Besok om akan kembali ke sini," ucap Jayden kepada si kembar dengan lembut."Om, benarkah om akan menjadi ayah kami?" tanya Kalisa dengan polos."Tentu saja, princess. Sabar ya, dan doakan semoga semuanya berjalan lancar agar kita bisa berkumpul bersama-sama," ucap Jayden dengan penuh harapan."Terima kasih banyak, om," kata Keanu dengan senyum bahagia di wajahnya.Setelah berpamitan dengan si kembar, Jayden, Abdullah, dan Fatimah berjalan menuju pintu keluar. Mereka berencana untuk pulang dan bersiap-siap untuk acara pernikahan yang akan datang.Dalam perjalanan pulang, Jayden merasa campuran antara gugup dan bahagia. Dia berharap semuanya berjalan lancar dan dia bisa menjadi suami yang baik bagi Kanaya. Abdullah dan Fatimah juga merasakan kebahagiaan yang sama, mereka berharap keluarga mereka bisa menjadi bahagia dan harmonis.Setelah Jayden pergi, Keanu dan Kalisa tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan mereka. Mereka melompat-lompat di atas sofa dan bersorak dengan riang. Kebersamaan dengan Jayden membuat mereka begitu bahagia hingga mereka tak bisa menahan diri.Tidak hanya itu, Keanu dan Kalisa bahkan berpelukan erat. Mereka merasakan kehangatan dan cinta dari sosok ayah yang baru hadir dalam hidup mereka. Kanaya dan Maryam melihat momen ini dengan senang hati. Mereka bisa merasakan kebahagiaan yang meluap-luap dalam diri anak-anak mereka.Dalam hati, Kanaya berjanji untuk berjuang demi kebahagiaan Keanu dan Kalisa. Dia akan melakukan segala yang terbaik untuk melindungi dan menyayangi mereka. Senyum hangat terukir di wajah Kanaya, menunjukkan betapa dia bersyukur dan bahagia memiliki keluarga yang lengkap.Saat Rayyan pulang ke rumah setelah pergi dari luar kota, dia merasa heran melihat rumah yang sepi. Dia mengernyitkan dahinya, bertanya-tanya di mana semua orang."Tumben sepi, pada kemana?" gumam Rayyan dalam hati, mencoba mencari tahu apa yang terjadi.Tidak lama kemudian, dia mendengar suara deru mesin mobil. Rayyan menoleh ke belakang dan melihat mobil Jayden, ayahnya, sedang parkir di depan rumah."Assalamualaikum," sapa Fatimah, Jayden, dan Abdullah saat mereka keluar dari mobil secara bersamaan."Walaaikum salam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Rayyan dengan hormat."Darimana ibu dan abi?" tanya Rayyan, penasaran dengan keberadaan mereka."Nanti ibu ceritanya ya, Mas. Ibu mau istirahat dulu," ucap Fatimah dengan senyum lelah."Ya, Bu," jawab Rayyan, mengerti bahwa ibunya butuh waktu untuk beristirahat."Kamu juga istirahat, Mas. Baru sampai kan?" tanya Abdullah sambil mengangguk pada Rayyan."Iya, sudahlah kamu juga istirahat, Abi. Aku juga mau istirahat," ucap Rayyan, mengikuti saran Abdullah.Kini tinggal Jayden dan Rayyan di ruang tamu. Jayden memberitahu Rayyan bahwa dia akan pergi ke kamarnya."Aku ke kamar dulu, Mas," ucap Jayden."Ya," jawab Rayyan dengan singkat. Meskipun penasaran dengan kehadiran Jayden bersama orang tuanya, Rayyan memutuskan untuk menanyakan hal itu besok. Sekarang, yang terbaik baginya adalah beristirahat karena sudah larut malam.Di dalam kamar, setelah Jayden selesai membersihkan dirinya, dia duduk di meja belajarnya. Jayden mengambil ponselnya dan membuka pesan dari orang kepercayaannya untuk memeriksa laporan yang sudah dikirim melalui email.Jayden sibuk dengan ponselnya selama satu jam lamanya, memeriksa setiap detail laporan dengan teliti. Setelah selesai, Jayden bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ranjang. Dengan langkah lelah, Jayden naik ke atas kasur dan merebahkan tubuhnya di sana.Dalam keheningan kamar, Jayden berbisik dengan lembut, "Kanaya."Tanpa sadar, Jayden pun terlelap dan memasuki dunia mimpi.
Pria itu baru terbangu kala waktu menunjukkan pukul 5 pagi.
Tanpa membuang waktu, Jayden segera bangun dari tempat tidur dan bergegas menuju kamar mandi untuk melaksanakan kewajibannya.
Jayden dengan penuh khusyuk melaksanakan shalat subuh, memanjatkan doa-doa kepada Allah.
Dia berterima kasih kepada Allah atas kesempatan yang diberikan-Nya untuk menjalani hari baru. Dengan semangat dan rasa syukur, Jayden melangkah keluar dari kamar mandi dan siap menghadapi apa pun yang akan terjadi pada hari itu.
Begitu tiba di ruang makan, rupanya sudah ada masnya Rayyan, Abdullah, dan Fatimah yang sedang sibuk menyiapkan sarapan.
"Assalamualaikum," sapa Jayden dengan ramah.
"Waalaikumsalam, sini duduk, Lek," kata Fatimah kepada putra bungsunya.
Fatimah melanjutkan memasak, sementara di meja makan, Rayyan kembali bertanya tentang asal mereka semua semalam.
"Semalam Ayah dan Ibu habis mengantar adikmu ini melamar wanita, Mas," kata Abdullah.
"Apa? Kok bisa?" tanya Rayyan membelalakan mata.
Setelah selesai mengisi kajian, Rayyan bergegas menuju sekolah si kembar. Waktu pulang sekolah sudah hampir tiba, dan entah mengapa kali ini Rayyan merasa lebih bersemangat daripada biasanya. Saat melangkah cepat, senyum merekah di wajahnya, dan detak jantungnya terasa semakin kencang. Rayyan lantas beristighfar dalam hatinya, memohon ampun atas perasaan yang memenuhi dirinya. Entah sadar atau tidak, hatinya mulai menyebut nama Anastasia, sang guru muda yang mengajar si kembar. Seperti ada aura positif yang memancar darinya, membuat Rayyan merasa bersemangat menghadapi harinya Setelah 30 menit, mobil Rayhan tiba di depan gerbang sekolah. Rayyan dapat melihat dengan jelas bahwa si kembar sedang berjalan dengan Bu Ana di samping mereka, satu di sebelah kanan dan satu di sebelah kiri.Pintu mobil terbuka, saat Rayyan akan dibantu turun oleh asisten pribadinya, Ana mengucapkan salam bersamaan dengan si kembar."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap Ana."Waalaikumsalam warah
Di ruang tunggu rumah sakit, Jayden dan Kanaya menarik perhatian banyak orang. Mata mereka tertuju pada Jayden yang tengah mendaftarkan Kanaya di meja resepsionis. Suasana jadi riuh oleh bisik-bisik penasaran, terutama melihat penampilan Jayden yang terlihat begitu cantik dan lucu dengan bandu telinga kelinci yang dipakai. Kemeja pink yang dikenakan Jayden semakin menambah daya tarik. Kanaya, menyadari hal tersebut, tersenyum ke arah suaminya dan berbisik, "Kamu tahu, kamu ini terlihat sangat manis hari ini." Jayden hanya bisa pasrah dengan wajah merah padam, menahan rasa malu yang meluap-luap. Seandainya ia tak perlu membujuk Kanaya untuk berobat, Jayden tentu tak akan mengenakan pakaian pink ini.Setelah mendaftar, Kanaya dan Jayden melangkah bersama menuju poli umum. Suasana ruangan yang ramai membuat Kanaya merasa gugup. Tak lama kemudian, nama Kanaya dipanggil oleh petugas, membuat jantungnya berdebar kencang. "Mas, sejujurnya gak usah ke dokter ih
Setelah satu bulan berlalu sejak kecelakaan itu, segalanya telah berubah. Kanaya dengan hati yang tulus memaafkan Rayyan atas semua kesalahannya. Dia juga mengizinkan si kembar bertemu dengan ayah kandung mereka.Fatimah, mertua Kanaya, sangat terharu dengan sifat baik hati menantunya. Dia melihat betapa Kanaya memiliki hati yang begitu baik.Setelah insiden itu, baru seminggu ini si kembar kembali melangkahkan kaki ke sekolah. Pagi ini, mereka akan diantar oleh ayah kandung mereka, Rayyan. "Abang! Adek! Ayo cepat, Papa sudah menunggu!" seru Kanaya, menarik perhatian mereka dari meja makan. "Sayang, jangan teriak-teriak, nanti tenggorokanmu sakit," tegur Jayden lembut. "Ih, kalau tidak teriak, bagaimana mereka bisa mendengar, Mas!" balas Kanaya dengan nada manja. Pagi itu, si kembar melangkah ke ruang makan dengan wajah ceria. "Pagi, Bunda. Pagi, Ayah sayang. Pagi, Nenek," sapa mereka ramah. "Lho, Bun, katanya ada Papa?" tanya Keanu dengan raut penasaran. "Tuh, Papamu ada di r
Fatimah menatap Jayden, mata yang penuh kecemasan. "Jayden, bawa Kanaya ke ruang rawat si kembar. Dia juga perlu istirahat," ujarnya lembut. Jayden tampak ragu, menggaruk-garuk kepala, "Tapi, Bun, bagaimana dengan Mas Rayyan?" Fatimah melirik Abdullah, yang kemudian mengambil alih pembicaraan. "Biarkan kami yang menjaganya, Jay. Kamu istirahat saja sekarang," ucap Abdullah, berusaha meyakinkan Jayden. Akhirnya, Jayden mengangguk dan mengajak Kanaya meninggalkan ruangan. Setelah pintu tertutup rapat, Fatimah tiba-tiba terisak pelan. Abdullah segera merengkuh istrinya, hati serasa teriris menyaksikan kesedihan yang mendalam di wajah Fatimah. "Sayang, kamu boleh menangis sekarang. Tapi setelah ini, saya mohon, jangan ada lagi air mata. Kita harus kuat demi Rayyan," bisiknya lembut di telinga Fatimah."Mas, tapi aku tidak menyangka Rayhan akan seberani itu membawa kabur si kembar," ucap Fatimah dengan suara lirih, matanya tampak berkaca-
Fatimah dan Abdullah tiba di rumah sakit dengan wajah bingung. Kedua orang tua itu tidak menyangka putra sulung mereka, Rayyan, akan terlibat dalam kejadian ini. Fatimah merasa dadanya berdegup kencang dan napasnya terengah-engah karena kekhawatiran. "Ayah, bang Rayyan mencoba menculik si kembar, dan akibatnya mereka mengalami kecelakaan," ujar Jayden dengan suara lirih. Fatimah terbelalak dan terkejut mendengarnya, matanya berkaca-kaca seakan tak percaya bahwa Rayyan akan melakukan hal seberani itu. "Ayo, Ayah dan Bunda. Kita lihat kondisi bang Rayyan karena dia sudah dipindahkan ke ruang rawat," ajak Jayden sambil menarik lengan Abdullah. Abdullah menahan tangan Jayden ketika akan melangkah menuju ruang rawat Rayyan. Suasana menjadi lebih tegang, mata Jayden bertanya-tanya. "Ada apa, Ayah?" tanya Jayden bingung. Abdullah menghela napas, lalu berkata, "Antarkan Ayah ke kamar rawat si kembar, Ayah ingin melihat kondisi cucu-cucu Aya
Situasi di rumah sakit begitu tegang, terutama bagi Jayden yang mondar-mandir gelisah di depan pintu ruang operasi. Hatinya dipenuhi dengan kekhawatiran dan penyesalan yang mendalam. Dia tidak pernah membayangkan bahwa abangnya, Rayyan, akan mengalami kecelakaan serius dan harus menjalani operasi. Mengingat kilas balik tentang perbuatannya yang menculik anaknya, Jayden merasa ini mungkin merupakan karma yang ia hadapi. Namun, di sisi lain, Jayden juga merasa khawatir karena putra-putrinya sedang berada di ruang pemeriksaan, ditemani oleh Kanaya. Pikirannya terbagi antara kekhawatiran untuk abangnya dan kekhawatiran untuk keselamatan anak-anaknya. Setelah menerima panggilan telepon dari pihak rumah sakit, Jayden segera memberitahu Kanaya tentang kecelakaan yang menimpa Rayyan dan si kembar. Kabar tersebut membuat Kanaya dan Maryam terkejut dan syok. Mereka segera bergegas menuju rumah sakit untuk memberikan dukungan dan kehadiran mereka. Kanaya berjalan